Amanda Zwetta harus terjebak ke dalam rencana jahat sahabatnya sendiri-Luna. Amanda dituduh sudah membunuh mantan kekasihnya sendiri hingga tewas. Amanda yang saat itu merasa panik dan takut terpaksa harus melarikan diri karena bagaimana pun semua itu bukanlah kesalahannya, ia tidak ingin semua orang menganggapnya sebagai seorang pembunuh. Apalagi seseorang yang dibunuh itu adalah pria yang pernah mengisi hari-hari nya selama lima tahun. Alvaro Dewayne Wilson seorang CEO yang terkenal sangat angkuh di negaranya harus mengalami nasib yang kurang baik saat melakukan perjalanan bisnisnya karena ia harus berhadapan dengan seorang gadis yang baru ia temui yaitu Amanda. Amanda meminta Alvaro untuk membantunya bersembunyi dari orang-orang yang sudah berbuat jahat kepadanya. Akankah Alvaro membantu Amanda? Atau justru Alvaro akan membiarkan Amanda begitu saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syifafkryh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ALVARO DEWAYNE WILSON
Saat ini, Alvaro sedang menunggu kedatangan Edward dan juga Amanda di dalam mobil.
"Dennis." Panggil Alvaro.
"Iya, Tuan?" Tanya Dennis sambil menoleh ke arah belakang.
"Cari informasi tentang wanita itu. Jangan sampai Edward dan Ayahku mengetahuinya." Ucap Alvaro datar.
"Baik, Tuan." Balas Dennis.
Alasan Alvaro menyuruh Dennis mencari informasi tentang Amanda yaitu karena rasa penasaran. Awalnya Alvaro tidak peduli tentang siapa Amanda itu. Tetapi setelah mengetahui wanita itu terkena luka tembak, membuat Alvaro penasaran. Alvaro curiga bahwa Amanda itu bukan wanita baik-baik.
Setelah menunggu hampir satu jam, akhirnya Edward dan Amanda sudah berada di dalam mobil.
"Menyusahkan sekali. Jadwal keberangkatan kita tertunda karena kau membawa wanita tidak jelas ini ke rumah sakit." Ucap Alvaro kepada Edward.
Amanda yang mendengar jelas apa yang di ucapkan Alvaro barusan, membuatnya diliputi rasa bersalah.
Amanda langsung menatap Alvaro. Menyadari wanita yang berada di sampingnya menatapnya membuat Alvaro menoleh dan langsung memberikan tatapan tajam kepada Amanda.
"Maafkan saya karena saya sudah menyusahkan anda, Tuan." Ucap Amanda.
Alvaro tak menanggapi ucapan Amanda. Ia lebih memilih membaca berkas-berkas yang berada di pangkuannya.
"Maaf, Tuan. Kita harus mengantar Nona Amanda kemana?" Tanya Dennis saat hendak melajukan mobilnya.
"Kau tanya saja langsung kepadanya." Jawab Alvaro tanpa mengalihkan perhatiannya dari berkas-berkas yang berada di hadapannya.
"Amanda akan ikut bersama kita ke London." Ucap Edward.
Alvaro langsung menatap Edward dengan tatapan tajamnya. "Tidak! Aku tidak setuju kau membawanya ke London. Memangnya dia mau tinggal dimana?!" Ucap Alvaro sedikit membentak.
"Tentu saja di rumahmu, Al. Jika dia tinggal di rumahku, kau tahu sendiri apa yang akan terjadi." Balas Edward santai.
"Apakah kau sudah gila, Ed?! Jika kau ingin membawa wanita ini maka dia harus tinggal denganmu!!" Ucap Alvaro tajam.
"Ayolah, Alvaro Dewayne Wilson. Biarkan dia ikut bersama kita dan izinkan dia tinggal di rumahmu." Ucap Edward memohon.
Amanda yang menyaksikan perdebatan antara Edward dan Alvaro pun merasa tidak enak. Karena dirinya Edward dan Alvaro harus bertengkar seperti itu. Tetapi ia juga tidak mungkin tinggal di indonesia seperti ini karena pastinya Luna tidak akan membiarkannya hidup dengan tenang.
Andai saja Amanda tidak datang ke apartment Luna, mungkin dirinya tidak akan menyusahkan Edward dan juga Alvaro seperti ini. Akhirnya setelah cukup lama teridam, Amanda berani mengeluarkan suaranya.
"Tuan ... Aku mohon, biarkan aku ikut bersamamu. Aku janji, aku akan melakukan apapun supaya bisa membalas semua kebaikanmu karena sudah menolongku." Ucap Amanda memohon kepada Alvaro.
"Sebenarnya apa masalahmu sehingga kau ingin pergi dari sini?!" Tanya Alvaro dengan nada tinggi.
Amanda benar-benar bingung, haruskah ia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi? Ia takut jika dirinya menceritakan yang sebenarnya terjadi, Edward dan Alvaro tidak mau menolongnya.
"Aku ... Aku ... "
"Ayolah, Al. Jangan berbicara kasar kepadanya. Lihat, dia sangat ketakutan."
Amanda sedikit bernapas lega karena Edward membantunya lepas dari pertanyaan Alvaro barusan.
Alvaro sempat terdiam sebentar. Ia memikirkan apakah dirinya harus mengizinkan Amanda ikut bersamanya atau tidak.
"Kita pergi sekarang, Dennis." Ucap Alvaro datar.
Edward dan Amanda langsung tersenyum bahagia saat mendengar ucapan Alvaro barusan.
"Terima kasih, Tuan Alvaro. Terima kasih karena sudah mengizinkanku untuk ikut bersama kalian." Ucap Amanda sambil tersenyum.
Deg!
Entah kenapa saat melihat senyum Amanda, hati Alvaro terasa menghangat. Senyuman yang bisa meneduhkan hatinya. Sama seperti senyuman Devina. Wanita yang pernah mengisi dan memberikan luka dihatinya. Bahkan sampai saat ini, hatinya masih terluka karena Devina. Maka dari itu, sampai saat ini Alvaro tidak mau menjalin hubungan dengan wanita manapun.
"Jangan kau pikir aku mengizinkanmu begitu saja. Kau harus mengikuti apa yang aku perintahkan." Ucap Alvaro tajam.
"Baik, Tuan. Aku akan melakukan apapun yang kau perintahkan." Ucap Amanda bersemangat.
Setelah itu, Alvaro larut kembali ke dalam berkas-berkas yang berada di hadapannya karena ada beberapa pekerjaan yang tertunda karena dia harus pergi ke Indonesia untuk mengurusi masalah perusahaannya yang berada di negara berkembang ini.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam, Akhirnya mereka tiba di sebuah landasan milik keluarga Alvaro. Melihat Alvaro, Edward dan Dennis turun dari mobil, membuat Amanda mengikutinya.
Selama dirinya tinggal di Jakarta, dia baru tahu bahwa di kota tempatnya tinggal ada sebuah landasan pribadi dan itu adalah milik Alvaro.
Siapa dia sebenarnya? Batin Amanda terus bertanya mengenai siapa sosok Alvaro sebenarnya. Bagaimana bisa pria itu memiliki landasan pribadi seperti ini?
"Jika kau hanya ingin diam saja seperti ini, sebaiknya kau tidak perlu ikut bersama kami." Ucap Alvaro datar.
Amanda langsung tersadar saat mendengar ucapan Alvaro barusan. Dia langsung berjalan untuk menyusul Alvaro, Edward dan juga Dennis yang sudah berjalan masuk ke dalam pesawat yang Amanda yakini adalah sebuah private jet milik Alvaro. Walaupun kakinya masih terasa sakit, Amanda berusaha untuk berjalan menyusul para lelaki yang berada di depannya.
Setibanya Amanda di dalam pesawat, dia langsung berdecak kagum melihat kemewahan di dalam pesawat itu.
"Amanda ... Duduklah. Sebentar lagi pesawatnya akan lepas landas." Ucap Edward menyadarkan Amanda dari rasa kagumnya.
"Emm ... Baiklah." Ucap Amanda sambil berjalan menuju kursi yang berada di sebelah Edward. Sementara Alvaro, pria itu lebih memilih duduk di kursi paling depan seorang diri. Dan Dennis berada di kursi paling belakang.
"Sepertinya dari sejak kita sampai di landasan, kau terus melamun." Ucap Edward.
"Benarkah begitu?" Tanya Amanda.
"Ya, apa yang kau pikirkan?" Ucap Edward.
"Emm ... Itu ... Aku merasa terkejut karena Tuan Alvaro memiliki landasan pribadi dan juga pesawat pribadi yang sangat mewah. Aku kira semua itu hanya ada di dalam novel saja. Ternyata di dunia nyata juga ada yang memilikinya dan dia adalah Tuan Alvaro." Jawab Amanda dengan mengecilkan suara saat menyebut nama Alvaro.
"Hahaha ... Kau belum tahu saja sekaya apa dia. Kau pasti akan terkagum-kagum saat melihat rumahnya nanti." Ucap Edward sambil tertawa.
Entah kenapa saat melihat Edward tertawa seperti itu membuat Amanda merasa sangat bahagia. Dan entah kenapa saat mengobrol dengan Edward, Amanda merasa sangat nyaman. Berbeda saat dirinya berbicara kepada Alvaro. Ada perasaan takut karena pria itu selalu berbicara tajam kepadanya.
"Ayolah, Ed. Jangan mentertawakan-ku seperti itu." Ucap Amanda merasa malu karena Edward terus mentertawakannya.
Alvaro yang sedang fokus dengan pekerjaannya pun merasa geram saat Edward dan Amanda tidak berhenti berbicara.
Akhirnya Alvaro langsung beranjak berdiri dan berjalan melewati Edward dan Amanda yang sedang asik bercanda.
Edward yang melihat Alvaro melewatinya pun langsung memanggilnya.
"Hei, Al. Kau mau kemana?" Tanya Edward.
"Ke tempat sunyi karena aku merasa sangat terganggu dengan suara berisik kalian."
Bagi Amanda, perkataan Alvaro itu tajam dan menusuk. Tetapi tidak dengan Edward, pria itu sudah biasa melihat sikap Alvaro yang seperti itu. Melihat Amanda yang langsung terdiam langsung membuat Edward menatapnya.
"Sudah, jangan terlalu di pikirkan ucapannya barusan. Dia memang seperti itu apalagi terhadap seseorang yang baru ia temui. Tetapi sebenarnya dia sosok yang baik dan juga perhatian. Nanti juga kau akan mengetahuinya saat tinggal bersamanya." Ucap Edward.
"Apakah benar aku akan tinggal di rumah Tuan Alvaro?" Tanya Amanda memastikan karena Amanda yakin bahwa pria itu tidak ingin dirinya tinggal di rumahnya.
"Tentu saja. Jika kau tinggal di rumahku, aku tidak bisa berjanji untuk menahan hasratku untuk tidak menyentuhmu." Ucap Edward santai.
Edward memang terkenal sering bergonta-ganti pasangan. Jadi bukan hal aneh jika banyak wanita yang mendatanginya dan memintanya untuk bertanggung jawab. Bukan bertanggung jawab karena Edward sudah menghamili wanita-wanita di luar sana, melainkan bertanggung jawab karena Edward sudah berhasil menggoda wanita di luar sana sehingga para wanita itu bertekuk lutut pada Edward.
Mendengar ucapan Edward barusan langsung membuat Amanda mengerti kemana arah pembicaraan wanita itu. Amanda langsung bergidik ngeri jika sampai dirinya tinggal bersama Edward dan dirinya kehilangan mahkota yang sudah dijaganya selama dua puluh tiga tahun.
Seakan mengerti ketakutan yang dirasakan Amanda saat dirinya berkata seperti itu, Edward langsung berbicara kembali.
"Hei ... Jangan takut. Aku tidak mungkin melakukan hal itu kepadamu. Karena aku tahu tradisi di negaramu seperti apa. Tidak ada hubungan suami istri sebelum menikah. Aku benarkan?" Ucap Edward.
"Ya benar. Bagaimana kau mengetahuinya?" Jawab Amanda.
"Aku memang bukan orang Indonesia. Tetapi Alvaro sering memberitahuku tentang Indonesia termasuk mengenai hal itu. Dan Alvaro adalah salah satu orang yang mematuhi tradisi itu. Karena Ibunya adalah orang Indonesia." Ucap Edward.
Amanda hanya diam saja tak menanggapi ucapan Edward barusan. Ternyata Ibunya Alvaro berasal dari Indonesia. Anaknya saja tampan seperti itu, bagaimana ibunya ya? Pasti sangat cantik. Pikir Amanda.
Seakan tersadar dengan apa yang baru saja ia pikirkan, Amanda langsung menggelengkan kepalanya berusaha untuk tidak memikirkan Alvaro.
"Kau kenapa, Amanda?" Tanya Edward kebingungan.
"Emm ... Tidak." Jawab Amanda gugup.
"Baiklah, kalau begitu tak apa aku tinggal sebentar? Aku harus menghampiri Alvaro karena ada masalah pekerjaan yang harus aku bahas dengannya." Tanya Edward.
"Tentu saja. Silahkan, Ed." Jawab Amanda.
Setelah itu, Edward pergi meninggalkan Amanda karena memang ada urusan pekerjaan yang harus ia bahas dengan Alvaro.
Akhirnya setelah menempuh waktu yang cukup lama, mereka tiba di landasan pribadi milik Alvaro yang berada di London.
Mereka semua segera keluar dari dalam pesawat. Saat keluar dari pesawat, sudah tersedia mobil yang akan membawa mereka pergi.
Apakah benar saat ini aku berada di London? Tak pernah terbayangkan olehku akan berada di negara orang seperti ini. Batin Amanda.
"Amanda ... Masuklah." Ucap Edward yang sudah membukakan pintu mobil untuknya.
"Ahya, maaf." Ucap Amanda tersadar dari lamunannya.
Amanda pun segera masuk ke dalam mobil. Lagi-lagi ia harus duduk bersampingan dengan pria yang angkuh itu. Tetapi Amanda berusaha untuk tetap terlihat ramah di depan Alvaro karena bagaimana pun pria itu sudah mau membawanya pergi.
"Kampungan sekali." Gumam Alvaro.
Amanda jelas-jelas mendengar apa yang di ucapkan Alvaro barusan. Tetapi ia lebih memilih diam dari pada harus berdebat dengan pria yang berada di sebelahnya itu.
"Dennis, antarkan aku dulu." Ucap Edward.
"Baik, Tuan Edward." Ucap Dennis.
Setelah itu, Dennis langsung melajukan mobilnya menuju mansion milik Edward. Selama di perjalanan, hanya ada keheningan yang menemani mereka. Amanda yang merasa lelah pun memilih untuk memejamkan matanya.
*****
To be continue…