"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7 Rokok
Pagi-pagi sekali Alvin sudah
bangun, usai sholat subuh, ia pun bersiap
untuk mengambil sampah.
Hanya berpamitan pada pak Rohman,
sebab ibu dan adik adiknya masih terlelap.
Hari ini hari pertamanya bekerja. Alvin
terlihat begitu semangat.
Dengan mengenakan seragam dan
sepatu yang telah diberikan oleh Abah
maliki kemarin, Alvin memulai
pekerjaannya, hari masih cukup gelap,
Alvin mulai mengambil sampah dari RT
yang paling pojok.
Tiap rumah ia singgahi, hingga ketika
matahari mulai terlihat, Alvin segera
menyudahi aktivitas. Ia pun segera
mengumpulkan sampah tersebut ke TPA
yang ada.
"Hmmm lumayan, sudah 4 RT, nanti
sore sisa 3 RT lagi" gumamnya saat kembali
menarik gerobak sampahnya ke rumah.
Sesampainya di rumah, Alvin segera
mandi. Meski tadi ia sudah mandi, tetap
saja setelah bekerja rasanya keringat
membuat tubuhnya menjadi lengket.
"Darimana aja kamu Vin?! Pagi-pagi
udah keluyuran, mana pulang-pulang bau
banget lagi" sapa Bu Eleanor sebelum Alvin
benar-benar masuk ke kamar mandi.
Namun belum sempat menjawab, Bu
Eleanor sudah berlalu, beliau memang talk
berniat bertanya dengan benar, Bu Eleanor
hanya ingin mengejek Alvin di depan
pak Rohman.
Alvin pun memilih tak
menghiraukannya. la segera mandi, sebab
jam sudah menunjukkan pukul enam
lebih seperempat. Usai menyelesaikan
ritual mandinya, Alvin pun keluar dengan sudah memakai seragam sekolah.
"Makan dulu le" ajak pak Rohman.
Alvin pun mengangguk dan segera
mendekat ke arah sang bapak, dimana pak
Rohman sedang sarapan juga.
"Eh, mulai hari ini Alvin gak usah
sarapan, biar puasa aja, nanti aja
makannya pas buka. Kan udah gak ngasih
uang, jadi makannya sehari sekali aja"
tolak Ibu Tirinya, membuat Alvin
mengurungkan niatnya untuk mengambil
nasi.
"Sudah makan aja le" ucap sang bapak
sembari menyelesaikan makannya.
"Eh jangan! Nanti Dina dan Rafi makan
apa? Itu tadi ibu masak nasinya udah ibu
kurangi loh pak" ujar Ibu tirinya membuat
Alvin segera berdiri.
Sementara pak Rohman langsung emosi.
"Keterlaluan kamu El! Kalau kamu
bertingkah begini, mulai hari ini jatah
harian kamu cuma separuh dari biasanya!"
ujar pak Rohman penuh emosi.
"Eh gak bisa gitu dong pak" jawab Bu
Eleanor dengan rasa khawatir.
"Alvin anak kita, teganya kamu tak
mau memberinya sarapan. Jadi gak ada
yang bisa di tolerir lagi, ini uang belanja
hari ini" kata pak Rohman seraya
memberikan selembar uang 50 ribuan
untuk Bu Eleanor.
"Pak jangan gini dong pak!" ucap Bu
Eleanor tak terima.
"Alvin, kamu makan aja dulu, ayo
makan aja gpp nak" ajak Bu Eleanor begitu
Alvin mendekat hendak berpamitan
untuk berangkat sekolah.
"Maaf buk, Alvin sudah mau telat"
jawab Alvin seraya meraih tangan Bu
Eleanor dan pak Rohman secara bergantian untuk berpamitan.
"Alvin berangkat dulu pak, buk.
Assalamualaikum" ucap Alvin
kemudian berlalu.
Sementara Bu Eleanor dan pak Rohman
tampak terlibat pertengkaran.
Alvin tak ingin ambil pusing, ia
ingin menikmati waktu bersantainya
dengan benar. Mengayuh sepeda yang di
perolehnya dari haji Maliki, bisa
mengurangi sedikit sakit hatinya karena
ucapan sang ibu.
Sebelum sampai di sekolah, Alvin
menyempatkan diri mampir ke warung
pinggir jalan dekat sekolah, perut yang
biasanya kuat, kini terasa lapar, Alvin
sadar tubuhnya pasti lelah dan butuh
asupan, usai ia gunakan untuk bekerja
tadi.
Nasi bungkus seharga lima ribu, dan
sebuah aqua gelas menjadi menu sarapan Alvin kali ini, sedikit lebih mewah
daripada biasanya saat sarapan di rumah.
Karena terkadang jika berada di rumah,
Alvin hanya kebagian nasi dan sayur
saja.
Beruntung beberapa waktu yang lalu,
ia tak memberikan uang yang diberikan
oleh mama Alex pada ibunya, sehingga
bisa ia pakai saat dirinya butuh seperti ini.
Tak sampai 5 menit ritual sarapan pagi
Alvin telah usai, sekolah yang sudah di
depan mata seolah melambai-lambai padanya
***
"Bulan depan, waktu olimpiade
berlangsung dan seperti komitmen
sekolah ini sebelumnya, bahwa para siswa
penerima beasiswa diwajibkan mengikuti
lomba tersebut, dan sangat kami harapkan
untuk mnenang. Sedangkan untuk siswa
yang lain, nanti kalian akan diadalkan
seleksi tersendir, untuk menjadi pasangan para siswa beasiswa" sebagian isi upacara
bendera hari ini. Membuat Alvin hanya
bisa menghela nafas.
Upacara berakhir, Alvin dan
seluruh murid yang ada pun segera masuk
ke dalam kelas masing-masing.
"Hari ini kita ada seleksi untuk yang
akan berangkat lomba ya" ucap wali kelas
begitu masuk ke dalam kelas, seraya
membawa setumpuk lembaran.
"Baik Bu" jawab seluruh siswa di kelas
Alvin.
"Murid beasiswa di kelas ini wajib
mengikuti lomba ini, melihat nilai rapot
kalian saat SMP, sudah di tentukan bawa
Alvin akan mewakili cabang fisika,
sedangkan Mingyu cabang kimia, untuk
pasangan kalian akan diumumkan nanti,
karena kemungkinan pasangan lomba
kalian berasal dari kelas lain" sambung
wali kelas tersebut.
"Iya Bu" jawab Alvin dan Mingyu
hampir bersamaan.
"Kalau begitu Alvin dan Mingyu
silahkan tunggu diluar, karena teman
sekelas kalian akan menjalani tes seleksi"
perintah wali kelas membuat Alvin dan
Mingyu segera keluar.
"Aneh gak sih Vin, kenapa kita gak di
seleksi juga ya" ucap Mingyu sembari
berjalan bersama Alvin.
"Ya kan kita emang wajib ikut Ming"
jawab Alvin.
"Yah maksudku kenapa untuk kita
sudah di tentukan gitu loh, padahal kan
nilai fisika, kimia dan matematikaku
semuanya di angka 9, faktor apa yang bikin
mereka milih aku di kimia dan kamu di
fisika gitu loh" ujar Mingyu.
"Yah, gak tau Ming, udah lah kita
terima aja. Nanti kalau ada yang aneh-
aneh baru kita protes, apapun itu mau kimia, fisika, matematika pasti gampang
kan, jangan bilang kamu lemah!" sahut
Alvin.
"Enak aja, gini-gini otakku lancar
kalau soal begituan vin" jawab Mingyu.
"Eh kita mau kemana ini Ming?" tanya
Alvin.
"Hehe ke belakang gudang aja vin,
lagian kita kan diminta keluar kelas. Gak
disuruh ngapa ngapain lagi, jadi jam ini
kita bebas" jawab Mingyu cengengesan.
"Ngapain ke belakang gudang?" tanya
Alvin polos. Namun tetap berjalan
mengikuti Mingyu yang telah berjalan
lebih dulu.
"Rokok Vin, biar gak sepet" ucap
Mingyu yang sudah duduk terlebih
dahulu, seraya menawari Alvin
sebungkus rokok yang ia bawa.
"Hmmm, gpp nih?" Tanya Alvin melihat kanan kiri memastikan tak ada yang melihat, maupun cctv yang
terpasang.
"Gpp aman, aku udah pernah
ngerokok disini. Eh kamu mau gak?
Biasanya anak baik-baik gak mau nih"
tanya Mingyu, yang terdengar seperti
ejekan di telinga Alvin.
"Yakali anak-anak di dalem itu,
kumpulanku dari lulus SD udah orang
jalanan Ming, dari mereka aku jadi tahu
nikmatnya beginian" jawab Alvin
sembari menyulut rokok pemberian
Mingyu.
"Nah gitu dong keren" ucap Mingyu.
Sebagai anak yang sudah mengenal
bekerja keras sejak kecil, Alvin tentu
tahu sedikit banyaknya bagaimana cara
mereka bergaul.
Yang mengherankan baginya justru
ketika seorang Mingyu, teman yang
terlihat baik-baik saja dan seperti tak mungkin menjadi
penikmat nikotin, nyatanya justru
memberinya barang tersebut.
Kenyamanan menikmati waktu dan
rokok yang dirasakan oleh Alvin dan
Mingyu, tak berlangsung lama, sebab saat
ini mulai terdengar langkah kaki yang
mendekat ke arah mereka.
Membuat Mingyu secara reflek
membuang Putung rokok dan
menginjaknya, Alvin pun mengikuti apa
yang dilakukan oleh Mingyu. Keduanya
tampak saling tatap dan merasa khawatir.