NovelToon NovelToon
PENGANTIN PENGGANTI TERNYATA HACKER

PENGANTIN PENGGANTI TERNYATA HACKER

Status: tamat
Genre:Identitas Tersembunyi / CEO / Pengantin Pengganti Konglomerat / Bullying dan Balas Dendam / Pengantin Pengganti / Mafia / Tamat
Popularitas:61.6k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Rubiana Adams, seorang perempuan jenius teknologi dan hacker anonim dengan nama samaran Cipher, terjebak dalam pernikahan palsu setelah dipaksa menggantikan saudari kembarnya, Vivian Adams, di altar.

Pernikahan itu dijodohkan dengan Elias Spencer, CEO muda perusahaan teknologi terbesar di kota, pria berusia 34 tahun yang dikenal dingin, cerdas, dan tak kenal ampun. Vivian menolak menikah karena mengira Elias adalah pria tua dan membosankan, lalu kabur di hari pernikahan. Demi menyelamatkan reputasi keluarga, Rubiana dipaksa menggantikannya tanpa sepengetahuan Elias.

Namun Elias berniat menikahi Vivian Adams untuk membalas luka masa lalu karena Vivian telah menghancurkan hidup adik Elias saat kuliah. Tapi siapa sangka, pengantin yang ia nikahi bukan Vivian melainkan saudari kembarnya.

Dalam kehidupan nyata, Elias memandang istrinya dengan kebencian.
Namun dalam dunia maya, ia mempercayai Cipher sepenuhnya.

Apa yang terjadi jika Elias mengetahui kebenaran dari Rubiana sebenarnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 35. TENANG

Pagi datang perlahan.

Cahaya matahari menyelinap lewat tirai kamar, menyentuh wajah Elias yang masih tertidur. Ruby membuka mata perlahan, lalu menyadari bahwa pelukan itu belum lepas. Tapi kini rasanya berbeda, hangat, damai, tidak canggung.

Gadis tersebut memandangi wajah pria itu, menyadari betapa rapuh seseorang yang terlihat begitu kuat dari luar.

Raven pasti akan menyindir kalau melihat ini, pikir Ruby sambil tersenyum kecil. Tapi di sisi lain, ia tahu pagi ini bukan waktunya untuk bercanda.

Beberapa menit kemudian, Elias membuka mata. Tatapan mereka bertemu, sunyi, tapi penuh pemahaman.

"Maaf," Elias bergumam pelan, menarik tangannya sedikit.

Ruby menggeleng lembut. "Tidak perlu minta maaf."

Mereka berdua duduk perlahan.

Elias menatap jendela, sementara Ruby menatap tangannya sendiri. Tak ada yang tahu harus bicara apa, tapi tidak juga perlu bicara. Karena dalam diam itu, mereka berdua tahu: sesuatu telah berubah.

Elias berdiri, berjalan ke arah pintu, lalu berhenti sebentar sebelum keluar.

"Ruby?" panggilnya pelan tanpa menoleh.

Ruby mengangkat wajah.

"Mulai hari ini," ucap Elias, "Kau tidak perlu sembunyi lagi. Aku tahu siapa dirimu. Dan aku percaya padamu. Jadi jangan khawatirkan apa pun."

Ruby menatapnya lama. Senyum kecil muncul di sudut bibirnya, senyum yang lembut tapi bermakna. "Terima kasih, Elias," ucapnya.

Elias hanya mengangguk, lalu keluar meninggalkan kamar.

Ruby menatap pintu yang tertutup itu cukup lama, lalu menarik napas panjang. Ada sesuatu yang baru di dadanya, perasaan ringan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Raven sudah duduk di dapur ketika Elias turun. Cangkir kopi mengepul di tangannya, tapi ekspresinya tidak seperti biasanya. Tidak ada sarkasme, tidak ada lelucon pagi.

Raven hanya menatap Elias sebentar, lalu berkata, "Aku dengar kau semalam tidak tidur di kamarmu."

Nada suaranya datar, tapi matanya lembut.

Elias menarik kursi dan duduk di hadapannya. "Aku tidak ingin sendirian semalam."

Raven mengangguk. "Aku tahu."

Hening sejenak.

"Aku juga kehilangan seseorang dulu," Raven melanjutkan lirih. "Tapi tidak semua orang seberuntungmu, kau masih punya penjelasan, sekali pun itu menyakitkan. Sebagian dari kami tidak pernah mendapatkannya."

Elias menatap sahabatnya itu lama, lalu mengangguk pelan. Tidak perlu kata-kata tambahan. Mereka berdua tahu artinya. Tahu siapa yang Raven bicarakan.

Langkah kaki ringan terdengar dari arah tangga. Ruby muncul dengan rambut terikat sederhana dan ekspresi yang sedikit canggung.

Raven meliriknya, lalu tersenyum tipis. "Pagi, Chiper."

Ruby berhenti di tempat, hampir menjatuhkan gelas air yang baru ia ambil.

Raven terkekeh, "Santai saja. Aku tidak akan menyeretmu ke ruang interogasi."

Suasana mencair sedikit.

Elias menatap Ruby, matanya kini berbeda dari malam tadi, lebih lembut, lebih hangat.

"Ayo kita sarapan," ujar Elias.

"Aku akan buatkan," sahut Ruby yang lebih santai.

Pagi di rumah itu akhirnya terasa seperti pagi sungguhan lagi.

Cahaya matahari menembus tirai dapur, menari di atas meja kayu yang masih menyisakan sisa embun dari jendela. Bau kopi hitam memenuhi ruangan, berpadu dengan aroma roti panggang dan sesuatu yang ... terlalu oranye di atas piring.

Elias menatap piring itu dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

"Ruby?" panggil Elias heran.

"Ya?" gadis itu menjawab tanpa menoleh, sibuk memotong wortel segar di talenan dengan gerakan cepat, seperti koki profesional di acara masak televisi.

Elias menyipit. "Kau sadar kalau ini sudah keempat kalinya dalam seminggu kau menaruh wortel di meja sarapan kita?"

Ruby berhenti sesaat, lalu menatapnya dengan polos. "Apa salahnya? Wortel sehat. Banyak vitamin A."

"Sehat, iya. Tapi setiap pagi?" Elias mengangkat satu potongan wortel dari mangkuk dan menunjukkannya seperti barang bukti. "Aku bukan kelinci, Ruby."

Ruby menahan tawa, matanya berkilat geli. "Kau tidak akan mati hanya karena makan wortel, Elias."

"Aku juga tidak akan hidup lebih lama kalau dipaksa makan makanan kelincimu ini setiap hari, Bunny," kata Elias.

"Itu bukan makanan kelinci," bantah Ruby dengan nada setengah protes, setengah tertawa. "Itu makanan manusia yang sadar pentingnya nutrisi."

Raven yang sejak tadi duduk di meja makan hanya memandangi mereka dengan ekspresi datar sambil meneguk kopi dari cangkirnya.

"Aku bahkan belum sepenuhnya sadar dari tidur, dan sudah disuguhi pertengkaran paling absurd pagi ini," komentar Raven.

Elias menatapnya tanpa rasa bersalah. "Aku hanya ingin sarapan yang normal. Telur, roti, bacon, bukan makhluk orange ini," ia menunjuk mangkuk berisi wortel yang sudah dipotong kecil-kecil seperti taburan sup.

Ruby mengangkat alis. "Kalau begitu buat sendiri."

Elias mematung sejenak, lalu bersandar di meja dengan tangan terlipat di dada. "Kau tahu aku bisa. Tapi kalau aku yang masak, kau yang tidak akan makan."

Ruby mendecak. "Karena kau suka menambahkan garam dua kali lipat."

"Setidaknya rasanya seperti makanan sungguhan," senyum Elias penuh kebanggaan.

"Dan tekanan darahmu juga sungguhan naik. Pantas kau suka menggerutu," timpal Ruby cepat.

Raven duduk di kursi dapur, menatap mereka berdua bergantian. "Aku tidak tahu apakah harus bersyukur atau khawatir karena kalian mulai terdengar seperti pasangan suami istri tua."

Dua kepala langsung menoleh bersamaan.

"Raven!" seru mereka berdua hampir bersamaan, lalu sama-sama menatap ke arah lain untuk menutupi rona tipis di wajah masing-masing.

Raven tertawan puas melihat reaksi dua orang paling aneh menurutnya ini.

Meskipun pagi itu dipenuhi dengan debat kecil, suasana di rumah terasa lebih hangat dari sebelumnya.

Sudah lama tidak ada tawa di antara mereka, bahkan meski tawa itu lahir dari adu argumen sepele tentang wortel.

Ruby akhirnya menaruh mangkuk salad di tengah meja, disusul dengan dua piring roti panggang dan telur dadar.

"Kalau begitu, wortelnya hanya jadi tambahan. Tidak ada yang memaksa memakannya," ujar Ruby sambil duduk.

Elias menatap sayur oranye itu curiga, lalu menaruh sepotong di ujung piringnya, sekadar formalitas.

Raven menghela napas, mengambil salah satu potongan wortel dan mengunyahnya dengan ekspresi datar.

"Wortelnya enak," kata Raven datar.

Ruby menatapnya penuh kemenangan. "Lihat? Bahkan Raven suka."

"Jangan jadikan aku bukti, aku cuma terlalu lapar untuk berdebat," Raven menjawab tanpa ekspresi.

Tawa kecil lolos dari bibir Ruby, dan Elias hanya menggeleng pelan, kali ini tanpa benar-benar marah. Ia tahu, di balik semua tawa itu, masih ada sesuatu yang menggantung di udara, bayangan semalam, kisah Darian, dan semua kebenaran yang baru mereka tahu. Tapi pagi ini, mereka butuh alasan untuk tetap merasa normal, meskipun hanya untuk beberapa jam.

Setelah sarapan selesai, Ruby membereskan meja sementara Elias berjalan menuju ruang kerja. Ia berhenti di ambang pintu, memerhatikan Ruby yang sibuk mencuci piring. Cahaya matahari memantul di rambut hitamnya yang tergerai, dan Elias mendapati dirinya menatap terlalu lama tanpa sadar.

Ruby merasakan tatapan itu, lalu menoleh. "Ada apa?" tanyanya.

Elias tersadar dan menggeleng cepat. "Tidak ... tidak apa-apa." Ia berdehem. "Kalau sudah selesai, ikut aku ke ruang kerja. Aku ingin membicarakan sesuatu tentang Darian."

Ruby menatap punggung Elias yang menjauh dengan rasa ingin tahu yang cepat berubah menjadi gugup. Membicarakan Darian berarti membuka luka yang belum kering. Tapi ia tahu Elias tidak akan berhenti di tengah jalan setelah mendengar kebenaran semalam.

Beberapa menit kemudian, Ruby sudah duduk di hadapan Elias di ruang kerja. Di meja kayu besar itu, laptop Ruby terbuka dengan beberapa file terenkripsi yang ia simpan sejak lama. Raven ikut duduk di sudut ruangan, memegang cangkir kopi keduanya pagi ini.

Elias membuka map hitam di hadapannya, berisi dokumen lama tentang proyek Human Advancement Initiative, proyek penelitian yang konon terhenti setelah kecelakaan misterius. Tapi sekarang mereka tahu, proyek itu tidak benar-benar berhenti. Proyek itu hanya berganti nama: Death Eater Program.

"Ini semua catatan yang tersisa dari Darian yang aku temukan saat pencarian jejaknya di California beberapa waktu lalu," kata Elias pelan, mendorong beberapa lembar foto dan dokumen ke arah Ruby.

Ruby menatap lembaran itu. Di sana ada tulisan tangan Darian, peta struktur organisasi, dan foto-foto hitam putih dari fasilitas penelitian yang sudah lama ditinggalkan.

Salah satu foto menampilkan ruangan dengan dinding logam, kursi besar dengan tali pengikat, dan mesin yang ia kenali betul.

Jantung Ruby berdegup pelan tapi berat. "Aku pernah di sana," katanya akhirnya. Suaranya serak, seperti mengeluarkan sesuatu yang lama terkubur.

Raven menatapnya. "Kau yakin?"

Ruby mengangguk perlahan. "Ruangannya ... bau besi. Dan lampunya berwarna putih kebiruan. Mereka memakaikan sesuatu di kepalaku."

Elias menahan napas. Ia tahu gadis itu sedang berjuang untuk tetap tenang.

"Kalau begitu," ucap Elias pelan, "Benar lalau Darian memang bekerja sama dengan Death Eater sebelumnya."

Ruby menatapnya cepat, lalu mengangguk.

"Darian menyusup kembali ke fasilitas itu beberapa bulan sebelum kematiannya. Catatan ini menyebutkan bahwa dia ingin menyelamatkan para objek eksperimen di sana, dia menulis bahwa dia berencana membantu subjek itu kabur dari lokasi uji coba," jelas Elias berdasarkan data yang dia dapatkan.

Raven meletakkan cangkirnya perlahan, menatap Ruby penuh simpati. Elias, di sisi lain, hanya bisa memejamkan mata sejenak.

Jadi Darian benar-benar tahu. Ia mencoba menyelamatkan para objek eksperimen. Dan mungkin, karena itulah ia dibunuh.

Elias membuka lembar lain, surat elektronik yang berhasil dipulihkan oleh Chiper sebelumnya dari server lama. Di sana tertulis pesan terenkripsi dari Darian kepada seseorang yang hanya ditandai dengan inisial V.A.

"Jika aku gagal keluar malam ini, pastikan kau simpan semua datanya di safe node. Jangan biarkan mereka menggunakannya untuk proyek lanjutan. Mereka iblis dan mereka tidak berhak mengambil hak kemanusiaan seperti itu."

Mereka bertiga terdiam lama.

Hanya suara kipas laptop yang terdengar, berpadu dengan detik jam dinding. Ini jauh lebih gelap dari yang mereka duga.

Beberapa jam berikutnya mereka menghabiskan waktu memeriksa setiap file. Ruby mengetik cepat, menembus lapisan enkripsi demi enkripsi, membuka data lama yang bahkan sistem pemerintah tidak tahu keberadaannya.

Raven berdiri di belakang, sesekali menatap layar dengan dahi berkerut.

"Mereka melakukan eksperimen di lebih dari satu lokasi. Ada cabang lain di New Jersey, dan satu lagi di luar negeri ... Swiss," kata Ruby.

Elias menatap peta digital yang muncul di layar. "Darian pasti menyimpan sebagian datanya di luar jaringan utama. Mungkin di tempat yang tidak pernah mereka curigai."

Ruby mengetik cepat, lalu berhenti. "Ada koordinat di sini. Tapi formatnya aneh. Seperti kode internal."

Elias mencondongkan tubuh, menatap layar di sampingnya. "Bisa kau pecahkan?"

Ruby menatapnya sebentar, lalu tersenyum tipis. "Kau lupa siapa aku?"

Elias membalas dengan anggukan singkat. "Baiklah, Chiper, tunjukkan apa yang bisa kau lakukan."

Beberapa menit kemudian, layar laptop menampilkan deretan angka dan huruf yang berubah menjadi koordinat peta: Cambridge, Massachusetts.

Raven menatapnya. "Tunggu, itu tidak jauh dari sini."

Elias berdiri. "Mereka bersembunyi di bawah hidung kita sendiri."

Ruby menatap titik merah di layar itu dengan campuran rasa takut dan tekad.

"Kita harus menghentikan kegilaan mereka walau hanya sebentar. Tujuan utama kita saat ini adalah, menjatuhkan Edward Adams. Ruby apakah kau setuju jika harus melakukan penghakiman untuk ayahmu?" tanya Elias.

Ruby menatap Elias sesaat, ia tahu kalau Edward Adams adalah ayah kandung Ruby, tapi selama ini Ruby tidak pernah merasa demikian, karena ia tidak pernah merasakan apa itu kasih sayang dari ayahnya.

"Lakukan. Aku sendiri yang akan menjatuhkan reputasi dan kejayaannya. Setidaknya ini bayaran karena Beliau sudah menjadikanku objek eksperimen," kata Ruby mantab.

Elias tersenyum, begitu pula dengan Raven. Mereka senang karena Ruby memakai logikanya saat ini dibandingkan emosionalnya.

Dan semua akan dimulai.

1
Qillah julyan
menghadapi mafia ,sedangkan eliias hanya pengusaha bukan bagian mafia yg punya power dan pengaruh kuat di dunia bawah.beratt
Archiemorarty: Nah itu, bener. Gimana dia mau lawan kan, yang ada nyawa dia sama orang sekitar melayang kalau salah lawan😌
total 1 replies
Caeraindhira j
baca ini posisi kamar gelap gulita berasa baca novel horor 😫😫😫
Archiemorarty: padahal bukan novel horor yahh 🤣
total 1 replies
Jelita S
aduh udah tamat z nih Thor,,terimakasih dan segera lnjut cerita barunya y
Archiemorarty: ditunggu ya kakak 🥰
total 1 replies
Deyuni12
yaaah
ko tamat sh 😐😐😐
Deyuni12: Thor,mana cerita dirimu yg baru,gak ada notif d akuuuuu 😐😐
total 5 replies
Ir
yahh padahal mau titip salam ke Miranda mau minta izin Raven untuk bahagia, supaya dia ga bangkit dari kubur dan jadi hantu gentayangan
Archiemorarty: Berubah jadi cerita horor ntar jadinya 😌
total 1 replies
Ir
ayoo kawal Raven sampe nikah, kalo di paksa taman aku demi kak Archie
Archiemorarty: Hahaha...makanya jan demo🤣
total 3 replies
Ir
bayangin yah, nanyain jadi baby sitter yg di asuh anak modelan Liam sama Cassie, yg satu lari kesana yg satu lari kesini, yg satu nya ingin main itu yg satu ingin main ini ooohhhh menyala pundak lutut kaki lutut kaki 🥴🥴
Archiemorarty: Asli capek kali jadi baby sitter Mereka🤣
total 1 replies
Pawon Ana
episode ini banyak sekali gula-gula yang beterbangan, sweet 😍
memang betul terkadang orang2/hal2 baru datang memang untuk mengingatkan tentang siapa kita. Tuhan sudah mengatur semua yang kita butuhkan, meskipun terkadang kita tidak menyukainya.
apapun yang terjadi selama masih ada nafas kita tidak bisa berhenti meskipun dalam kondisi lelah sekalipun.
💪 untuk karya selanjutnya.😍
Archiemorarty: Siap ditunggu ya kakak 🥰
total 1 replies
Hendra Yana
alhamdulillah
Wulan Sari
kasih tambahan thor ayo lanjut salam sukses selalu
Archiemorarty: Siap kakak 🥰
total 4 replies
Miss Typo
huaaaaaa dah tamat, aku belum rela pisah sm mereka thor 😭
apalagi kisah Raven baru aja di mulai, apa ada cerita sendiri kisah Raven?
Miss Typo: ya gpp deh thor untuk Liam, diselipin kisah Raven di cerita Liam lebih bagus hehe
total 2 replies
Deyuni12
waaah
apakah Ariana pelabuhan terakhirnya paman Raven 😊??
Deyuni12: iya duuunk,kan Miranda sudah gak ada,jadi semoga saja pelabuhan terakhir paman Raven Ariana itu,tanpa grande y 😅😅😅
total 2 replies
Miss Typo
yeeeeee jodohnya Raven dah nongol nih 😁
jodoh Raven dah nongol tapi mungkin gak akan mudah untuk mereka bersatu, kayak Elias dgn Ruby walaupun beda alurnya.
kali kalau beneran jodoh punya anak perempuan jadi jodohnya Liam 😁
Miss Typo: iya juga sih thor, yg mlh dilindungi oleh Liam ya thor
total 2 replies
Miss Typo
Liam kecil yg jenius, pasti gede nanti jodohnya juga jenius 😁
Miss Typo: ya kok gitu 😁
total 2 replies
PengGeng EN SifHa
ARIANA apakah dia yg kelak menjadi sandaran RAVEN...

Hanya kamu yang tau THOOORRR☕️☕️☕️
Archiemorarty: Hahahaha....
total 1 replies
Deyuni12
bahagia selalu buatt Rubi n juga Elias
PengGeng EN SifHa
Kebahagian kecil yg selalu menyelimuti juga mendekap si LIAM akan dapat berjalan sesuai tempo juga gebrakan yang mungkin akan sulit di cerna oleh mereka para PENGUASA KORUPTOR juga IRI DENGKI.


CEMUNGUUUUTTTT IAAAAMMMM😍😍😍😍😍😍😍
PengGeng EN SifHa: tau aja ente thoooor🔨🔨🔨🔨🔨
total 2 replies
Pawon Ana
gula-gula beterbangan dikeluarga Spencer😍
eh udah manis-manis ini episodeny, apa akan tamat ceritany🤔💪
Archiemorarty: Tentu aja kakak... seperti biasa, cerita nggak akan bertele-tele /Slight/
total 1 replies
Miss Typo
selamat atas kelahiran putra pertama kalian Ruby dan Elias, selamat datang ke dunia ini baby Liam 😍
tiap baca wanita melahirkan berderai air mata ku 😭

baby Liam pasti akan mewarisi keahlian ibunya dan juga ayahnya, wah mantap kalau jadi CEO tapi juga Mafia dan keahlian lainnya yg diwarisin dari kedua orang tuanya
Miss Typo: ditunggu saat Liam dewasa 😁
total 2 replies
Miss Typo
senengnya lihat kebahagiaan mereka, ditunggu jodohnya Raven ya thor 😁
ngomong² aku penasaran kemana tuh perginya Vivian, apa dah lenyap jadi bahan eksperimen 🤔🫢
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!