Berkali-kali dikhianati membuat Marwah mengalami trauma, dia tidak mau menjalin hubungan dengan pria mana pun juga. Hingga akhirnya dia bertemu dengan seorang pengusaha berkedok ustaz yang sedang mencari orang untuk mengurus ibunya.
Nahyan ternyata tidak jauh berbeda dengan Marwah. Keduanya tidak beruntung dalam hal percintaan.
Akankah Allah menjodohkan mereka berdua dan saling mengobati luka satu sama lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 7 Pertemuan Pertama
1 tahun kemudian...
Waktu terasa sangat cepat. Sudah 1 tahun berlalu, Marwah sudah beransur-ansur sembuh dari luka hatinya. Namun, ada yang berubah dari Marwah, sekarang dia lebih pendiam dan tertutup tidak seperti dulu yang ceria dan periang.
Sekarang Ani membuka warung kecil-kecilan di depan rumahnya. Dia jualan nasi kuning dan berbagai kue basah buatan Marwah sendiri. Awalnya Marwah sering menitipkan kue basah buatannya ke warung-warung, tapi semenjak Marwah sering di ledek, Marwah sudah tidak mau keluar rumah lagi.
"Teh, nitip Namira lagi, ya," seru Nazwa yang datang dengan menggendong anaknya itu.
"Sini." Marwah mengambil alih Namira dari gendongan Nazwa.
"Dia belum makan, dan makanannya ada di dalam tas itu," ucap Nazwa.
"Kebiasaan kamu, seharusnya kamu kasih makan Namira dulu," kesal Marwah.
"Tidak sempat, Teh. Ya, sudah kalau begitu aku berangkat kerja dulu, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," sahut Marwah.
Selama setahun terakhir, Marwah memang sudah mencoba berdamai dengan keadaan. Menurut dia, tidak baik terus-terusan menyimpan dendam apalagi kepada adiknya sendiri. Lagi pula ia percaya akan ketentuan Allah, jika semua yang selama ini menimpa dirinya karena ada campur tangan dari Allah.
Iwan memang bukan jodohnya, maka dari itu Allah menjauhkan Iwan darinya. Tapi, meskipun hubungan Marwah dan Nazwa sudah mulai membaik, hubungan mereka tidak sehangat dulu bahkan sekarang terasa sangat canggung.
"Bu, ini Namira belum makan katanya, aku mau beres-beres di warung dulu," ucap Marwah.
"Sini, biar ibu suapin Namira," sahut Ibu Ani.
Namira pun dibawa ke rumah untuk disuapin, sedangkan Marwah mulai beres-beres dan menata barang dagangannya. Warung Marwah lumayan ramai, setiap pagi banyak orang-orang yang beli nasi kuning untuk sarapan mereka. Bahkan kue basahnya pun sangat laku karena rasanya yang sangat enak.
Sementara itu di rumah Nahyan, dia membuka pintu kamar ibunya secara perlahan. "Ma, Nahyan berangkat ke kantor dulu dan sepertinya malam ini Nahyan tidak akan pulang karena besok ada undangan pengajian di salah satu kampung," ucap Nahyan.
Seperti biasa, Halimah hanya terdiam tidak bicara sepatah kata pun. "Kemungkinan Nahyan pulang besok sore, Nahyan sudah bilang sama si Bibi jadi kalau Mama butuh apa-apa, panggil saja si Bibi," ucap Nahyan lembut.
Karena masih tidak ada jawaban sama sekali, Nahyan pun mendekat dan mencium punggung tangan Mamanya. "Nahyan berangkat dulu, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," lirih Mama Halimah.
Nahyan tersenyum karena Mamanya masih mau menjawab salam darinya. Nahyan selain pengusaha, dia juga merangkap sebagai ustaz. Nahyan sangat senang jika ada yang mengundang dirinya tapi dia tidak pernah mau dibayar.
Marwah dan Ani sedang sibuk melayani pembeli, sedangkan Namira sedang bermain dengan Kakeknya Dadang. "Bu Ani, Neng Marwah, besok pagi datang ya, ke mesjid soalnya pengajian kita mengundang seorang Ustaz terkenal sebagai penceramahnya," ucap Ibu RT.
"Oh iya, ustaz apa?" tanya Bu Ani.
"Namanya Ustaz Nahyan Al-khatiri, di kota beliau sangat terkenal dan sebagai bocorannya, katanya Ustaz Nahyan itu masih muda dan bujangan," sahut Ibu RT.
Marwah menyunggingkan senyumannya di balik cadarnya itu. Beberapa bulan ini, Marwah memang memutuskan untuk memakai cadar. "Insya Allah, saya dan Marwah akan datang, iya 'kan Teh?" tanya Bu Ani meminta persetujuan.
Marwah mengangguk dan tersenyum. "Kalau masih bujang, saya mau jodohkan Ustaz dengan anak saya, anak saya 'kan lumayan cantik juga," celetuk ibu-ibu yang lain.
"Iya, kalau anak saya sudah dewasa pasti saya juga akan menjodohkannya dengan Ustaz Nahyan sayangnya anak saya masih SMP," sahut yang lainnya.
Marwah yang mendengar celetukan-celetukan ibu-ibu itu hanya bisa geleng-geleng.
***
Malam pun tiba....
"Teh, ternyata Ustaz Nahyan tampan banget loh," ucap Bu Ani yang baru saja pulang dari warung.
"Ibu tahu dari mana?" tanya Marwah.
"Di pinggir jalan sana ada spanduknya dan ternyata beliau memang masih muda dan juga tampan," sahut Bu Ani.
"Terus, kenapa kalau tampan Bu?" tanya Marwah lembut.
"Enggak, rasanya Ibu tenang melihat foto Ustaz muda itu," sahut Bu Ani.
"Istighfar Bu, Ibu sudah berumur. Pujian Ibu itu sangat tidak pantas," terus Pak Dadang.
Marwah terkekeh. "Hayo loh Bu, Bapak cemburu itu," ledek Marwah.
"Astagfirullah Pak, masa Bapak cemburu? Ibu itu hanya suka saja melihat wajah Ustaz itu, begitu tampan dan berwibawa," sahut Bu Ani.
Sementara itu, mobil Nahyan baru saja sampai di kampung yang dia tuju. Nahyan langsung disambut oleh RW dan diberi tempat untuk menginap. "Maaf Pak, saya jadi merepotkan," ucap Nahyan tidak enak.
"Tidak apa-apa Ustaz, hotel dari sini jauh mending Ustaz tidur di rumah saya saja hanya saja saya minta maaf jika rumahnya sederhana," sahut Pak RW.
"Ah, sudah diberi tumpangan untuk tidur di rumah Bapak saja saya sudah sangat berterima kasih," ucap Nahyan.
Nahyan memang orangnya sangat sederhana. Meskipun dia seorang Milyarder yang bergelimang harta, tapi dia tidak pernah sombong dan tetap merendah. Tidak ada yang tahu jika Nahyan seorang pengusaha, yang orang-orang tahu Nahyan hanya seorang Ustaz yang sering memberikan tausiah.
***
Keesokan harinya....
Rumah RW itu berdekatan dengan rumah Marwah. "Pak, rumah itu jualan apa? kok ramai?" tanya Nahyan.
"Oh, itu jualan nasi kuning dan ada kue basah juga," sahut Pak RW.
"Wah, kebetulan sekali. Saya ke sana dulu ya, Pak ingin nyobain nasi kuningnya," ucap Nahyan.
"Silakan, Ustaz."
Nahyan menghampiri rumah Marwah, tapi dia berdiri di belakang dan menjaga jarak dengan ibu-ibu. "Ya, Allah Pak Ustaz. Mau beli nasi kuning?" tanya salah satu ibu-ibu.
"Iya, Bu," sahut Nahyan dengan senyumannya.
"Masya Allah, Ustaz tampan sekali mana masih muda lagi," puji ibu-ibu satunya lagi.
Nahyan hanya bisa tersenyum. Sedangkan Marwah tampak menoleh sebentar lalu kembali fokus melayani pembeli. Nahyan juga memperhatikan Marwah, wanita bercadar yang menarik perhatiannya.
Marwah dengan sabar melayani pembeli yang rewel, ingin ini itu. Walaupun tidak terlihat oleh cadar, tapi Nahyan bisa melihat jika Marwah tidak merasa kesal justru dari matanya terlihat jika Marwah tetap tersenyum. Hingga setengah jam kemudian, pembeli pun satu persatu sudah pergi dan Nahyan duduk di kursi kayu yang disediakan di sana.
"Anda Ustaz Nahyan, ya?" tanya Bu Ani antusias.
"Iya, Bu," sahut Nahyan.
"Ustaz mau apa?" tanya Bu Ani kembali.
"Saya mau mencoba nasi kuningnya," sahut Nahyan.
"Teh, tolong buatkan nasi kuning satu porsi," seru Bu Ani.
"Iya, Bu."
Ani mengajak Nahyan berbincang-bincang, sedangkan Marwah dengan cekatan membuatkan nasi kuning untuk Nahyan.