Jangan menikah saat hati kita belum bisa move on dan berdamai dari masa lalu, karena yang akan dirugikan tak hanya diri sendiri, namun juga pasangan baru kita. Hal itu yang pada akhirnya menjadi konflik pada hubungan Rania dan juga Andreas. Pernikahan mereka di ambang pada perpisahan karena masa lalu Andreas tiba-tiba datang ditengah-tengah mereka, terlebih sikap Andreas yang dingin dan cuek membuat Rania lelah untuk terus bertahan pada pernikahannya, karena seolah hanya dia yang selama ini memperjuangkan hubungannya. Ia pun akhirnya memilih untuk pergi. Tapi, bisakah ia pergi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Biru_Muda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saat-saat Terakhir Bersama Ibu
6 bulan yang lalu adalah masa berkabung dan masa yang penuh kesedihan bagi Rania, ia harus kehilangan orang tua satu-satunya yang begitu ia sayangi, yaitu sang ibu. Alasan dibalik ia bertahan, ia kuat, dan tegar dalam menghadapi permasalahan hidupnya selama ini adalah ibunya, namun sekarang terasa sekali kehilangannya.
"Ibu mau apa, nanti Rania bawakan sesuatu saat mampir kerumah lagi"
"Ibu tidak meminta apa-apa, ibu hanya meminta kamu bahagia" Ujar sang ibu dengan perasaan tulus.
Mendengar permintaan sang ibu membuat Rania terdiam. Seolah ibunya itu mengerti tentang kesulitan yang sedang ia alami.
"Rania kan sudah bahagia" Ucap Rania mencoba untuk tersenyum di depan ibunya.
"Ibu merasa lega kalau memang kamu sudah bahagia, nak"
Sorot mata sang ibu terlihat bisa menembus apa yang sedang dirasakan oleh anaknya. Memegang lembut tangan anaknya yang seakan sedang mencoba untuk menenangkannya.
"Kalau kamu merasa kesulitan, jangan ditahan dan lepaskan saja, agar kamu tidak merasa sakit sendiri" Ujar sang ibu seolah tahu anaknya itu tak lagi baik-baik saja.
"Terimakasih, bu. Tapi Rania benar-benar baik-baik saja"
Rania mencoba untuk tersenyum dan bersikap tenang agar tak membuat ibunya merasa khawatir.
"Yasudah kalau kamu bilang begitu, ibu ikutan lega mendengarnya"
"Ibu tenang saja, tidak usah memikirkan kondisi Rania, sekarang fokus saja sama kondisi ibu sendiri, tidak usah banyak pikiran, ok"
Sang ibu tersenyum lembut sembari membelai rambut sang anak dengan penuh kehangatan.
"Melihat kamu sudah menikah dan bisa hidup enak sekarang, ibu merasa bahagia karena ibu tak bisa memberikan kehidupan yang layak untuk kamu, maafkan ibu ya nak" Ujarnya kemudian.
"Apa'an sih, bu. Rania tidak pernah merasa kekurangan dan malah cukup hanya hidup bersama ibu, jadi ibu tidak perlu merasa bersalah sama Rania"
Sang ibu tersenyum mendengarnya.
"Ibu berharap bisa melihat cucu ibu lahir, tapi.. sepertinya waktunya tidak akan lama untuk ibu bisa tetap tinggal"
"Kenapa ibu bilang begitu sih, memangnya ibu mau pergi kemana?, Rania tidak akan mengizinkan ibu pergi kemanapun!"
Air mata keluar dengan sendirinya begitu sang ibu mengucapkan kalimat yang membuatnya sedih. Ia tahu bahwa kondisi ibunya tidak akan lama, mengingat kondisinya yang semakin parah, namun ia menolak untuk percaya dan terus meyakinkan dirinya sendiri kalau ibunya itu akan hidup lama.
"Rania, ibu berharap kamu bisa bahagia bersama suami kamu"
Namun, itu adalah kalimat terakhir yang Rania dengar dari ibunya sebelum ibunya benar-benar menutup mata untuk selamanya dan meninggalkannya.
"Ibu..." Teriaknya dalam isakan tangis melihat kepergian ibunya.
Untungnya ia ada disaat terakhir ibunya pergi, hingga ia bisa setidaknya melihatnya untuk terakhir kalinya.
Setelah kepergiaan ibunya saat itu membuatnya kehilangan semangat hidup dan tak tahu lagi apa yang membuatnya untuk terus bertahan. Walau begitu oma Larisa menjaganya dengan baik dan terus berada di dekatnya.
"Kamu tidak sendiri Rania, ada oma dan juga Andreas yang akan terus menjadi bagian dari keluarga kamu"
Rania hanya bisa menangis mendengar itu, karena ia terlihat begitu sedih melihat ibunya yang tak lagi ada di dunia. Dunia yang sama denganya.
Saat-saat sedihnya, suaminya itu sayangnya tak banyak bicara padanya, ia terlihat hanya diam mengamatinya yang sedang berduka dan menangis karena kepergian ibunya. Orang yang banyak memeluk dan menenangkannya adalah oma Larisa. Walau begitu Andreas tak pernah meninggalkanya seorang diri walau tak banyak yang ia lakukan saat itu.