"Usia itu hanya perihal angka. Meskipun gue lebih muda daripada lo, selama bisa bikin lo bahagia, kenapa nggak jadi pacar gue aja?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanadoongies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
Setelah menyusuri rute perjalanan jurit malam—yang kini dijadikan rute jelajah medan— Laksa tetap tak menemukan gelangnya juga. Benda itu seolah-olah raib di telan bumi, atau nasib buruknya malah ditemukan orang yang tak berkepentingan.
"Tetap nggak ketemu juga?" Bintang menyahut dari tenda bagian belakang. Masih bermuka bantal, mungkin ia baru saja menyelesaikan tidur siang.
"Kayaknya ditemuin sama orang lain deh," balas Dwiki.
"Asal nggak ditemuin sama antek-anteknya Bian aja, ntar jadi panjang urusannya." Romi merebahkan punggungnya ke halaman tenda, menyeka peluh setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang. Maklum, misi di setiap pos jauh lebih merepotkan daripada semalam.
"Jadi masak sop nggak?" Dipa datang dengan langkah terburu-buru sebelum berbaring di samping Romi. Selain peluh yang menetes cukup deras, Dipa terlihat bete juga.
"Kalau sampai 2 bendera emas itu nggak bikin tim kita menang juga, ngamuk sih gue."
"Bisa aja ada yang dapat lebih banyak," sahut Anggara.
"Bendera emasnya cuma tiga elah, yang satu di dapetin sama kelompok Tegar." Dipa memiringkan tubuhnya, mulai meringkuk seperti anak koala, "gue bisa ngomong gitu karena yang lain dapat bendera silver doang."
Afkar yang buru-buru menenggak air setelah sampai kontan menyahut. "Sekalipun dapat dua bendera emas kalau poin misi kita rendah, juga sama aja kali. Itu bendera, 'kan, aslinya cuma buat nge-boost poin doang."
"Kagak usah ngarep, kayak nggak tau si Bian aja."
"Bener tuh omongannya Abi. Bukannya ngajak pesimis, tapi realistis aja, Bro. Yang penting kita udah melakukan apa yang harus dilakukan, sisanya biarin aja Tuhan yang menentukan."
Dipa meringkuk semakin dekat ke arah Bintang. Raut lelahnya kini berubah jadi cerah ceria, mirip iklan pasta gigi yang sering bersliweran di televisi.
"Apaan?" Bintang menyahut lebih dulu. Gara-gara mencurigakan, ia jadi mepet-mepet ke arah Abi yang baru saja duduk. Ngeri ditaksir sesama spesies berbatang.
"Seharian ini lo, 'kan, jaga tenda nih," Dipa mulai mesam-mesem, "ada kabar menggembirakan untuk kita semua nggak? Kerbau masuk parit, kucing atas pokok, ular dalam wajan juga boleh."
Bintang tambah plonga-plongo.
"Sini-sini gue terjemahin dulu." Dwiki berdehem layaknya orator yang tengah bersiap melakukan pidato panjang tentang peradaban dunia. "Maksud si Dipa tuh, mungkin aja setelah gue sama yang lain pergi ada kelanjutan tentang pertikaian tadi pagi. Sesederhana Bian kena omel lah, atau mungkin ada peristiwa lain yang lebih membagongkan daripada itu."
"Ohhh, ngomong dong. Berbelit-belit amat padahal cuma mau nanya itu doang."
"Ada nggak?"
"Nggak ada. Sejauh ini sih sepi, kayaknya Bian juga cuma dianggurin di sekre."
"Mamam tuh sekre. Salah siapa jadi ketua main was wes wos aja tanpa cari kebenarannya dulu. Heran gue, bisa-bisanya yang begitu malah dijadiin ketua padahal kandidat yang lebih kompeten juga ada."
"Emang semalem tuh ada apa sih, Bi? Kalau gue nggak salah denger, kayaknya ada keributan kecil di depan tenda kita," tanya Anggara.
"Ceritain, Lak."
"Kenapa jadi gue?"
"Ya, 'kan, lo yang mengalami kejadian awikwok itu."
Setelah menghela nafas panjang, Laksa memulai ceritanya juga.
"Gue ketemu sama Abel di hutan waktu cari gelang. Tangan sama kakinya diiket, mata ditutup pake slayer dan mulutnya disumpel kain."
"ASLI???" Dipa langsung bangun dan merapat ke teman-temannya, mirip koloni kecil yang tengah melakukan rapat dadakan.
"Terus, terus?"
"Dia ketiduran karena nangis terlalu lama, terus ...." Laksa mengusap tengkuknya dengan gerak canggung.
"Terus lo gendong dia?" sahut Romi. Laksa mengangguk ragu, diikuti senyum lebar teman-temannya. "Habis itu?"
"Habis itu ...."
"Habis itu si Bianjing malah nuduh Laksa yang enggak-enggak karena bawa Abel pulang dalam keadaan nggak sadar. Dituduh habis ngobat si Abel lah, habis mainin Abel dan bikin skenario Abel kena culik lah, pokoknya was wes wos banget itu cocotnya. Maksud gue tuh, emang Laksa se-kurang kerjaan apa sih sampai rela bawa-bawa si hebring ke hutan? Kek, mikir coba," sahut Abi. Dia terdengar menggebu-gebu, masih teringat peristiwa awikwok tadi malam.
"Terus Abel nggak bilang apa-apa?" tanya Dwiki.
"KAGAK. Padahal itu orang dah ditolongin, tapi nggak ada kasih keterangan kalau Laksa nggak pernah ngapa-ngapain dia. Dibiarin aja itu makanya si Laksa berubah jadi es batu tadi malam."
"Ohhh, itu kaki lo? Dingin banget anying. Gue kira ada yang lagi isengin gue."
"Sorry," ujar Laksa.
"Tapi si Bian emang awikwok. Maksud gue tuh, agak profesional dikit kenapa? Jadi ketua tapi kelakuannya kek bocah kemarin sore," sambung Afkar.
"Ya, 'kan? Makanya gue terherman-herman kenapa yang begitu malah kepilih jadi ketua? Jalur nyogok apa gimana?" sahut Abi.
"Nggak usah dibahas, muak gue dengernya." Laksa akhirnya menyahut handuk dari tali jemuran, hampir bergegas ke kamar mandi tapi memilih putar arah karena Abel tiba-tiba mendekat.
"Laksa, tunggu dulu. Gue pengen ngomong sesuatu sama lo."
"Gue sariawan."
"Ish, sariawan apa sih? Gue tau, ya, lo sengaja ngomong gitu karena nggak mau ngobrol sama gue."
"Itu, tau."
"Ayooo ngobrol duluuuu. Penting nih."
"Ogah."
"Sama Dito dan anak-anak lain elah. Kita harus bahas pensi buat malam nanti."
"Tanya yang lain."
"Gue maunya nanya ke lo nih." Abel tertawa kecil ketika melihat Laksa mendengus dengan sorot tajam. "Ahahah, gemes deh. Yang begini harusnya emang jadi bapak dari anak-anak gue kelak."
"Oh, udah mulai mengsle ternyata."
"Bukan mengsle, tapi udah sembuh soalnya semalem ada yang bela-belain kedinginan cuma buat selimutin gue doang. Makasih, ya, Megantara paling top satu dunia." Abel mati-matian berjinjit agar telapak tangannya bisa menepuk puncak kepala Laksa. Sebelum benar-benar turun, ia sempat berbisik menggoda. "Gue nemuin gelang lo tau. Kalau gelangnya mau dibalikin, sini ngobrol sama gue dulu."
"Nggak usah bohong."
"Coba lo cek sendiri gue bohong atau nggak." Abel menggoyangkan benda itu setelah menariknya dari dalam saku, senyumnya mentereng, kontras dengan keterkejutan di wajah yang lebih muda.
"Jadi gimana? Mau gue pacarin atau kita ngobrol berdua?"
"Tiga menit."
"Tergantung situasinya nanti nggak sih?" Abel mengerling manja sebelum berlari ke tenda. "Mandi dulu baru ngobrol berdua. Gue pengen ngobrol sama cowok yang udah ganteng dan wangi soalnya."
Dipa bersama Abi dan kawan-kawan, menguping dengan raut penasaran.
"Ciee ada yang mau ketemuan. Uhuyyyy! Bentar lagi jadian nggak sih?" ejekan Bintang berhasil membuat mereka tertawa.
Rezza tiba-tiba datang. "Bisa ngobrol ama gue sebentar?"
bikin deh deg deg gtu😂🤗
baper emak Thor, baper.....
laksaaaaa oh laksaaaa....
aku padamu pokoknya🤭😂
tanggung jawab, bikin cengar cengir aja kalian bedua nich....
gemessss, padahal mah emak2 udah diri ini, tp baca laksa sm Abel berasa balik jd abgeh lagi😂😂
tp dah bikin diriku cengar cengir guling2.... 🤭🤣
gk kuat sm gombalannya gembel...
laksa mah so cool, aslinya cengar cengir guling2 dalam hati.... 🤣🤣
kayak flashback ke jaman putih abu2 lagi pas bacanya.....
bagus ceritanya🤗
dingin dingin nya si laksa ini kayak es krim, bikin meleleh..... 🤣🤣🤭🤭🤗🤗