NovelToon NovelToon
Istri Lugu Sang Cassanova

Istri Lugu Sang Cassanova

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nelramstrong

Siapa sangka, menabrak mobil mewah bisa berujung pada pernikahan?

Zuzu, gadis lugu dengan serangkaian kartu identitas lengkap, terpaksa masuk ke dalam sandiwara gila Sean, cassanova yang ingin lolos dari desakan orangtuanya. Awalnya, itu hanya drama. Tapi dengan tingkah lucu Zuzu yang polos dan penuh semangat, orangtua Sean justru jatuh hati dan memutuskan untuk menikahkan mereka malam itu juga.

Apakah pernikahan itu hanya permainan? Atau, sebuah takdir yang telah ditulis untuk mereka?
Mampukan Zuzu beradaptasi dengan kehidupan Sean yang dikelilingi banyak wanita?

Yuk, ikuti kisah mereka dengan hal-hal random yang dilakukan Zuzu!

Happy Reading ☺️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nelramstrong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rasa Penasaran Sean

Keinginan Sean untuk pulang segera dan mengetahui rencana istri dan ibunya lebih cepat, digagalkan oleh dua satpam suruhan sang ibu.

"Minggir! Yang gaji kalian itu saya, bukan Mama saya!" Sean berusaha menyingkirkan dua satpam itu dari jalannya.

Kedua satpam itu menggeleng tegas. "Kami minta maaf, Tuan. Tapi Nyonya Sandrina sudah memberi perintah."

"Kalian mau saya pecat, hah?! Saya yang mempekerjakan kalian!" bentak Sean, mata melotot tajam saat menunjuk wajah kedua pria di hadapannya.

Satpam itu kembali menggeleng. "Nyonya Sandrina sudah menjamin pekerjaan kami di sini," jawab salah satu dari mereka meskipun dengan nada sedikit ragu.

"Sial!" gumam Sean, sambil mencengkram bingkai pintu.

"Maafkan kami Tuan Muda, tapi ini hanya sampai jam kerja selesai," tambah satpam itu, sedikit menundukkan kepala.

Dari arah belakang terdengar suara langkah kaki yang menggema. Sosok wanita cantik dengan setelan kerja muncul, berjalan mendekat.

"Ada apa ini, Sean? Kenapa kamu terlihat marah? Dan kenapa kedua satpam ini berada di ruangan mu?"

Bianca Maria, wanita cantik bertubuh sintal, setiap hari mengenakan pakaian ketat dan rok mini. Dia merupakan sekertaris Sean, sang CEO muda yang merupakan pewaris tunggal perusahaan Wijayanto.

Bianca merangkul lengan Sean, hubungan keduanya bukan sekedar sekretaris dan pimpinan, tapi lebih dari itu. Dia beberapa kali sempat menjadi penghangat ranjang sang CEO.

"Mereka mencegahku pulang, Bi. Makanya aku marah," jawab Sean, lalu kembali ke kursinya.

Kening Bianca berkerut heran. Dia menutup pintu ruangan, lalu menghampiri Sean. "Pulang? Ada apa? Kenapa pulang lebih cepat? Apa kamu nggak ingin menghabiskan waktu bersamaku?" Bianca dengan berani duduk di atas pangkuan Sean. Kedua tangan melingkar di leher sang CEO.

"Apa kamu nggak ingin mengulang kebersamaan kita? Aku sudah sangat rindu padamu, Sean." Suara Bianca mendayu. Wanita itu meletakan kepala di dada bidang Sean, memejamkan mata dan tersenyum lebar, penuh kelegaan.

Sean terdiam, entah kenapa kali ini dia tidak begitu bersemangat menanggapi Bianca. Padahal, biasanya dengan jarak sedikit itu, dia sudah kehilangan akal dan tak bisa mengontrol nafsunya.

"Bianca, menyingkir lah!" titah Sean, membuat sang sekretaris terkejut.

Bianca berdiri dan membelalakkan mata sambil membetulkan letak rok pendeknya. "Tuan, apa saya melakukan kesalahan?" tanya Bianca, merasa khawatir.

Dia sudah melakukan segala cara demi untuk mendapatkan posisi sekretaris di perusahaan itu, dan dia tidak ingin kehilangannya karena membuat sang CEO marah.

Sean menyandarkan tubuh sambil menghela napas. Dia menyilangkan kaki dan menggoyang-goyangkan kursi kebesarannya, tatapan menerawang jauh.

"Kamu nggak salah, Bi. Aku hanya merasa kurang nyaman saja saat ini. Sebaiknya kamu kembali ke meja kerja. Aku juga masih harus memeriksa beberapa proposal untuk proyek baru kita," usir Sean secara halus.

Ekspresi wajah Bianca nampak kecewa. Namun, dia tidak memiliki pilihan selain patuh. Dia masih betah bekerja di sana. Di mana lagi dia bisa menemukan seorang pemimpin yang tampan seperti Sean? Pria itu sangat royal, dan tangguh di atas ranjang.

"Baiklah, saya akan pergi." Bianca berjalan ke arah belakang kursi. Sedikit membungkukkan badan dan berbisik secara sensual, "Jika kamu membutuhkanku, kamu tahu di mana bisa menemukanku." Saat melintas, jari tangannya membelai leher sang CEO. Dia melempar senyuman menggoda sebelum keluar dari ruangan tersebut.

Sean menghela nafas panjang, setelah sesaat menahan nafasnya. "Aku sama sekali gak ngerti. Kenapa aku tiba-tiba merasa nggak tertarik pada Bianca?"

"Apa sekarang aku nggak normal?" gumamnya, lalu berdecak kesal. "Ini pasti gara-gara Zuzu. Karena aku menikah, otakku dipenuhi dengan wanita itu."

"Apalagi permainan kami semalam. Selain memuaskan, aku juga merasa terhibur dengan ekspresi dan suaranya." Tanpa disadari, Sean tersenyum kecil mengingat kejadian tadi malam.

Rasa tak sabar kembali membuncah. Dia bangkit dari kursi dan berjalan menuju pintu. Kali ini, dia tak akan membiarkan siapapun menghalangi keinginannya untuk pulang ke rumah, dan menghabiskan waktu bersama sang istri.

Sean membuka pintu dengan kasar. Keningnya berkerut saat tak menemukan kedua satpam yang sebelumnya berjaga. "Ke mana mereka? Apa Bianca berhasil mengusir mereka?" gumam Sean.

Namun, tidak ada waktu untuk memikirkan hal tak penting itu. Dia mengayunkan kaki lebih cepat, meninggalkan ruangan juga segala pekerjaan yang menumpuk di atas meja. Inginnya hanya satu, mengulang kejadian tadi malam bersama Zuzu.

"Tuan Sean!"

Sean baru saja akan keluar dari lobby kantor, dihentikan oleh seorang pria, salah satu klien yang memiliki jadwal rapat dengannya.

"Anda sangat perhatian sekali, Tuan, sampai menyambut saya seperti ini," ucap pria itu lagi.

Sean mendengus dingin. Dia melihat ke sekitar, lalu menunjuk ke arah resepsionis. "Kamu!" panggilnya dengan nada tinggi.

Salah seorang resepsionis wanita itu segera mendekat dan berdiri dengan tegang. "Saya, Tuan muda."

"Antar klien saya ini ke ruang rapat, lalu panggil Bianca untuk mengurusnya. Saya masih ada pekerjaan yang tidak bisa ditunda!" tegas Sean, tanpa menunggu lama dia bergegas pergi, meninggalkan gedung perusahaannya.

Di dalam mobil yang melaju dengan kecepatan sedang, pria itu termenung. "Apa yang tengah Mama dan Zuzu persiapkan untukku? Aku harap rencana mereka gak buat aku murka," bisik Sean, sorot matanya memancarkan harapan.

Tak membutuhkan waktu lama, mobil yang dikendarai Sean tiba di halaman rumah. Pria itu keluar dan pemandangan yang pertama dia lihat, ayah dan mertuanya tengah nampak sibuk membakar ikan.

Sean berdecak. "Kenapa Papa malah ketularan Abahnya Zuzu? Ngapain juga bakar ikan di luar begini. Asap ke mana-mana?" gerutunya.

"Dasar kampungan!" Sean berusaha tidak peduli, dan memilih masuk ke dalam rumah untuk menemui istrinya.

Saat menaiki tangga, langkah kaki pria itu dicegah oleh Jamilah. "Nak Sen. Sudah pulang? Kenapa buru-buru sekali?" tanya Jamilah dengan lembut, senyuman lebar tak henti-henti menghiasi wajah.

"Di mana Zuzu, Umi? Aku harus bertemu dengan dia," tanya Sean, dingin, namun ada ketidaksabaran dalam nada suaranya.

"Zuzu ada di kamar. Dia sedang mandi kembang tujuh rupa," jawab Jamilah sambil tertawa kecil, kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Sean yang terpaku di anak tangga.

"Mandi kembang tujuh rupa?" Sean menggeleng-gelengkan kepala, setiap hal yang ada pada keluarga istrinya itu terasa aneh.

Dia melanjutkan langkah menuju kamar. Baru saja akan menyentuh kenop pintu, pintu sudah terbuka dari dalam. Kali ini, Sandrina yang muncul. Wanita itu nampak tersenyum penuh arti, sorot matanya mengerling menggoda, sambil buru-buru menutup pintu.

"Ma, sudahlah, berhenti main-mainnya. Jangan terus mengulur waktuku. Aku ingin bertemu Zuzu!" kata Sean, nada suaranya terdengar frustasi.

"Astaga, Sean. Kenapa harus gak sabaran kayak gini? Istri kamu gak ke mana-mana kok. Dia ada di dalam," sahut Sandrina sambil membetulkan jas putranya.

"Kalau begitu, biarkan aku masuk. Aku ingin tahu, apa yang kalian rencanakan." Sean ingin membuka pintu, namun Sandrina masih tak juga beranjak di depannya.

"Ma, jangan buat aku kesal!" keluh Sean. Dia memiliki temperamen yang buruk, namun tidak pernah berani melawan ibunya sendiri. Pria itu terus merengek, seperti anak kecil yang meminta dibelikan es krim.

Sandrina tertawa kecil, tingkah Sean membuat dia geli sendiri. Seorang CEO yang dikenal gemar sebagai cassanova itu kini bertingkah seperti anak kecil.

"Sean, bagaimana jika semua teman kencanmu mengetahui tingkah kamu seperti ini? Apa mereka gak akan ilfil?" tanya Sandrina, masih bertahan di posisi untuk menggoda putranya.

Sean berdecak kesal. "Mereka mau naik ke atas ranjangku karena aku punya uang dan kuasa, Ma. Mereka gak akan peduli dengan hal sekecil ini." Sean tampak begitu tak sabaran, dia hendak menerobos masuk,, namun lagi-lagi dicegah oleh Sandrina.

"Ma, biarkan aku masuk!" Nada suara Sean kali ini meninggi. Dia kesal karena terlalu lama dipermainkan.

Wajah Sandrina yang semula ceria berubah sendu mendengar bentakan putranya. "Tega kamu, Sean. Berani kamu bentak Mama? Papa kamu saja gak pernah bentak Mama kayak gini!" omel Sandrina sambil mengerucutkan bibir, dia mendorong keras tubuh putranya.

Sean menghela napas pasrah. "Baiklah, maafkan aku." Nada suaranya merendah.

"Tapi, tolong Mama menyingkir dari depan pintu. Aku harus segera masuk dan menemui istriku," pintanya. Ekspresi wajah pria itu memelas, dan terdapat nada permohonan dalam suaranya.

"Ya sudah, masuk saja. Siapa juga yang melarang kamu masuk," jawab Sandrina dengan sinis. Lalu melenggang pergi dari hadapan putranya.

Wanita itu tersenyum lebar saat mendengar suara pintu terbuka. Dia mempercepat langkah, menuruni tangga untuk bergabung bersama suami dan besannya.

Sementara itu di dalam kamar. Tubuh Sean bergeming di ambang pintu. Mata terbelalak lebar, terkejut sekaligus tak percaya melihat dinding kamar kini penuh dengan poster istrinya. Berbagai gaya dan ekspresi, juga busana yang diabadikan di setiap sudut kamar.

"Zuzu…," gumam Sean, tanpa sadar sambil mengedarkan pandangan, mencari sosok yang telah berani membangunkan birahinya.

Tatapan pria itu kemudian terkunci pada siluet wanita bertubuh mungil yang berdiri di depan jendela tertutup. Wanita itu mengenakan gaun pendek di atas lutut, seolah sengaja bersiap menyambut kepulangannya.

"Zu…," panggil Sean, dia menutup pintu dan menguncinya, seakan tidak ingin mendapatkan gangguan apapun dari luar.

Dia kemudian berjalan mendekati istrinya. Kedua tangan terulur, merayap dengan perlahan di pinggang Zuzu yang masih setia membelakanginya.

"Zu, apa kamu sengaja menyiapkan ini untukku? Kamu benar-benar pintar memancing…" Kalimat Sean harus terhenti, saat mendengar suara dari perut istrinya.

Zuzu tiba-tiba menolehkan wajah sambil tersenyum cengengesan. Ekspresinya polos, dan penuh harapan saat berkata, "Aku gak pintar memancing, Sean. Tapi aku lapar. Semua orang bakar-bakar ikan di depan rumah, hanya kita saja yang berada di kamar."

Bersambung…

1
EndHa
masih kurang kak bacany.. kek.ny bab ini pendek bgt yaa .. 🤭
Nelramstrong: bab 19 bisa dibaca ulang, ya. aku baru revisi dan tambahkan beberapa part 😁😁
total 1 replies
EndHa
menanti sean bucin dg zuzu..
Nelramstrong: sabar, ya 😁
total 1 replies
EndHa
siapa yg berani nolak perintah tuan david.. 🤣
Nelramstrong: 😅😅😅😅😅😅😅
total 1 replies
EndHa
semangat zuzu,, qm si polos yg cerdik.. tebas semua ciwi² penggoda suami.mu..
Nelramstrong: Semoga bukan dia yang tumbang 😅
total 1 replies
EndHa
oalah zu,, ikan bakar lebih menggoda yaa 🤭
Nelramstrong: Zuzu tahu aja author nya juga lagi pengen ikan bakar 😂
total 1 replies
EndHa
Haii kakak... aq ikuti kisah zuzu,, baru baca noveltoon nih,, masih bingung.. hehe
Nelramstrong: Makasih, kak 🥰
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!