Harin Adinata, putri kaya yang kabur dari rumah, menumpang di apartemen sahabatnya Sean, tapi justru terjebak dalam romansa tak terduga dengan kakak Sean, Hyun-jae. Aktor terkenal yang misterius dan penuh rahasia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Harin menggigit bibirnya sambil memainkan kakinya maju mundur di lantai dan tersenyum kikuk menatap pria yang di depannya.
"An-anda kakaknya Sean?" ia malah balik bertanya.
"Kau siapanya?" balas Hyun jae dengan bertanya lagi. Tatapannya dingin.
"Aku sahabatnya." sahut Harin langsung.
Sahabat? Hyun jae mencibir. Mana ada sahabat di antara pria dan wanita. Sahabat tidur maksudnya?
"Kau pikir kau bisa membodohiku?" tatapannya makin tajam.
"Aku nggak berbohong, suer." Harin mengangkat dua jarinya kedepan Hyun jae yang menunjukkan huruf V tanda peace. Dia sedikit takjub mendengar pria itu yang lancarkan sekali berbicara bahasa Indonesia. Padahal kata Sean kakaknya tidak terlalu senang tinggal di negara ini.
"Kalau begitu sekarang panggil dia. Aku ingin mendengar sendiri dari mulutnya." kata pria itu datar, tapi penuh penekanan.
Harin mengangguk takut-takut dan melangkah ke kamar Sean lalu mengetuk pintunya pelan. Dia tidak tahu kalau Sean belum pulang.
Gerak-geriknya tak lepas sedikit pun dari lelaki yang tengah duduk di sofa di ujung sana. Tangan lelaki itu terlipat di dada menunjukkan keangkuhan dan sifat dominannya. Huh! Harin mencebik kesal. Dia pikir dia siapa.
Keberanian wanita itu mengutuk hanya bisa saat berada dibelakang pria itu. Harin merengut kesal karena sejak tadi tak ada tanda-tanda Sean akan membuka pintu.
Sialan. Dirinya sudah mau mati berdiri karena kakaknya tapi pria itu malah santai tidur-tiduran di dalam. Sekali lagi, Harin tidak tahu kalau Sean tidak ada di kamarnya.
"S ... Sean," untuk kesekian kalinya wanita itu mengetuk.
"SEAN!" tanpa sadar suaranya meninggi dan tangannya mengetuk keras.
Ia tiba-tiba kaget karena seseorang sudah berdiri tepat belakangnya dan membuka pintu yang ternyata tidak terkunci.
Harin menoleh sebentar ke pria di belakangnya dan menatap ke dalam kamar Sean. Alisnya terangkat. Ia mencari-cari keberadaan sahabatnya itu di segala sisi tapi tidak ada.
Kemana Sean? Hatinya mulai ketat-ketir, jangan sampai kakaknya ini menganggapnya penipu lagi karena buktinya si Sean itu tidak ada. Ia melirik pria yang masih berdiri di sebelahnya dengan senyum paksa.
"S.. Seannya kemana yah?" gadis malah bertanya pada si cowok kulkas. Jujur ia sangat gugup karena takut sekarang. Apalagi tatapan itu seolah mengintimidasinya. Bisa saja kan pria itu melaporkanya ke polisi. Jangan sampai deh pokoknya.
"Telpon."
"Hah?" Harin melongo bingung. Ucapan pria itu tidak jelas. Dari tadi cara ngomongnya selalu dingin dan tidak jelas. Kalimatnya pendek-pendek.
"Katamu kalian sahabat, jadi kau pasti bisa menelponnya bukan?"
Oh. Harin mengangguk lalu cepat-cepat mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya dan menekan nomor panggilan.
Satu panggilan, tak ada jawaban.
Dua ...
Tiga ...
Rasanya Harin ingin membunuh Sean sekarang juga. Kenapa di saat penting seperti ini dia malah tidak mengangkatnya. Lihat tatapan pria tampan itu padanya sekarang, menakutkan sekali.
Tampan?
Oh iya, karena rasa takut dan malunya ia jadi tidak memperhatikan wajah pria itu yang ternyata sangat tampan. Pria itu memiliki jenis wajah yang berbeda dengan Sean. Keduanya sama-sama tampan tapi bedanya pria di depannya ini bisa menyihir banyak wanita untuk menyukainya hanya dengan sekali saja melihatnya.
Tidak, tidak! Harin menggeleng cepat. Ia tidak mau menyukai pria dingin itu. Tapi, kok wajahnya familiar yah? Di mana ia pernah melihatnya?
'Hyeong!"
Panggilan itu membuat Hyun jae dan Harin sama-sama menoleh ke pintu masuk apartemen. Sean sudah berdiri di sana dengan wajah heran sekaligus kaget melihat mereka.
Bisa yah ada kebetulan seperti ini.
Sean maju mendekati Harin dan Hyun jae. Pandangannya turun ke Harin yang wajahnya sudah terlihat merah padam. Pria itu tersenyum merasa lucu. Ia tahu bagaimana perasaan gadis itu sekarang. Padahal mereka baru menyebut kakaknya tadi sore, eh kakaknya malah tiba-tiba muncul di hadapan mereka sekarang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Harin, kau tunggu di kamarku. Aku akan berbicara dengan kakakku sebentar." pinta Sean menatap Harin. Gadis itu mengangguk lemah dan masuk ke kamar Sean. Untung tuh cowok muncul juga. Setidaknya kesalahpahaman tadi akan diurus olehnya.
"Hufft.."
Harin menghembuskan nafas panjang. Baru sekarang ia menghadapi situasi canggung dan menakutkan begini.
Hyun jae dan Sean memilih bicara di ruang kerja Hyun jae yang sudah lama tak ia pakai itu. Hyun jae menatap berkeliling ruangan itu. Masih sama dan tetap bersih.
Sean selalu menyewa orang untuk bersih-bersih di apartemen itu makanya semuanya selalu terurus walau pemiliknya sudah lama tidak datang-datang.
Pemilik apartemen ini memang Hyun jae. Awalnya ia dan kakaknya ingin menetap di Jakarta, namun terjadi suatu kejadian tidak menyenangkan yang membuat Hyun jae memilih kembali ke Seoul. Sean cukup kaget ketika melihat pria yang empat tahun lebih tua darinya itu tiba-tiba muncul tanpa menghubunginya.
"Kapan hyeong sampai?" tanyanya menatap lurus Hyun jae.
"Satu jam yang lalu." jawab
Hyun jae setelah melirik jam tangannya.
"Traumamu?" ia menatap pria itu ingin tahu.
Oh iya. Karena kejadian gadis tadi, Hyun jae jadi lupa ia punya masalah psikologis dengan kota ini. Khususnya di sebuah tempat yang berada di kota ini.
"Sudah enam tahun Sean, aku hanya perlu menghindari tempat-tempat yang bisa memicuku mengingat kejadian itu lagi." tuturnya. Ia menatap Sean dengan wajah serius.
"Siapa wanita itu?" tanyanya.
"Ah, Harin?
Jadi namanya Harin. Hyun jae mengusap-usap dagunya masih menatap adiknya.
"Harin adalah sahabatku."
Hyun jae tersenyum remeh.
"Jangan membodohiku. Kau pikir aku percaya?"
Sean berdecak pelan dan memilih duduk di kursi yang berhadapan dengan Hyun jae. Sebelumnya banyak teman-temannya juga tidak percaya kalau hubungannya dengan Harin hanya sebatas sahabat. Ia malas menjelaskan kalau mereka kekeuh begitu. Tapi yang bertanya sekarang adalah Hyun jae, kakak kandungnya. Ia tidak ingin kakaknya mengira ia membawa seorang kekasih tinggal bersamanya.
"Kami tidak saling menyukai seperti itu. Aku tidak menganggapnya sebagai wanita, dia kuanggap saudara sepertimu." Alis Hyun jae terangkat menatap Sean.
Tidak menganggapnya wanita? Jelas-jelas perempuan itu adalah seorang wanita tulen dan area yang disentuhnya tadi itu ... ah, kenapa ia jadi memikirkan kejadian tadi lagi?
"Hyeong ingat aku pernah cerita bertemu seseorang yang seperti kembaranku?" Sean mulai antusias.
"Harin adalah gadis itu. Kami sangat cocok bersahabat. Selama enam tahun ini kami selalu saling menolong kalau di antara kami ada masalah."
Hyun jae menyelipkan kedua tangannya di dada.
"Jadi, apa maksudmu membawa wanita itu ke apartemen ini bahkan tidur di kamarku?" ekspresinya berubah tidak senang. Ia paling tidak suka ada orang lain yang masuk ke kamarnya, apalagi tidur di kasurnya.
Sean menelan ludah. Ia sungguh tidak menyangka Hyun jae akan datang hari ini. Sepertinya yang kebanyakan orang bilang itu benar. Ucapan adalah doa. Lihat, ia baru mengucapkan kakaknya tadi siang dan pria itu benar-benar muncul.
"Hyeong, Harin lagi ada masalah. Sebagai sahabat, aku tidak bisa membiarkan dia tidur di jalan."