Hal yang paling menyakitkan dalam kehidupan kita adalah bertemu dengan orang yang selama ini kita benci akan menjadi seseorang yang menemani hidup kita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Anna datang ke ruangannya dengan perasaan kesal dan juga kecewa. Kesal karena baru pagi sudah di ajak berdebat oleh Aldi, dan kecewa karena selalu dia memasak tapi tetap saja tak di sentuh oleh Aldi. Aldi, lelaki yang kini masih ada di dalam hatinya. Walau dalam bibirnya dia selalu berbicara benci, tapi hatinya masih diisi oleh satu nama. Dan itu selalu Aldi.
"Wah, apa aku sudah mengacaukan lamunanmu sayang?" sosok Indra sudah ada di ambang pintu ruang kerja yang dia lupa untuk menutupnya. Senyum merekah telah terpancar di wajah Anna. Dia berdiri dan berjalan mendekat ke arah Indra. Tanpa mengatakan apapun Anna menubruk tubuh kekar dan tinggi yang sudah ada di hadapannya. "Waahh.. Apa kau sangat merindukanku?" tanya Indra dengan menyisir rambut panjang dan hitam Anna.
"Hm.. Aku sangat merindukanmu." ucap Anna di sela-sela pelukannya. Anna semakin mengeratkan pelukannya ke Indra. Indra sahabat yang selalu ada di kala dia sedih dan juga bahagia. Hanya dengan seperti ini aku merasakan kenyamanan. Lirih Anna dalam hatinya.
"Ada apa Anna? Apa kau sedang bertengkar dengan suamimu?" tanya Indra sambil melepaskan pelukan yang Anna berikan kepadanya "Anna" ucapnya lagi sambil mengelus pipi Anna yang seputih salju itu.
"Aldi, lagi-lagi dia tak mau makan masakan yang sudah aku siapkan untuknya." lirih Anna tanpa menatap wajah Indra. Anna tahu jika dia bercerita tentang Aldi, maka Indra akan kesal.
"Lagi-Lagi seperti itu." gerutu Indra sambil melangkahkan kakinya ke arah sofa empuk yang ada di ruangan Anna. "Kenapa kau dulu harus menikah dengan pria semacam dia?" ucap Indra sambil memandang wajah sayu Anna.
Anna masih berkutat dengan fikirannya, dia juga tak tahu mengapa dulu Anna harus menikah dengan sosok mengerikan seperti Aldi. "Aku mencintainya Ndra." lirih Anna sambil menahan air mata penyesalannya.
"Apa?" tanya Indra tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
Sahabatnya mencintai Aldi? Apa itu mungkin? Bagi Indra Cinta itu hanyalah kisah klise seorang anak Abg yang masih belum faham apa makna dari Cinta, jadi apa benar telinganya barusan yang menangkap perkataan bahwa Anna, mencintai Aldi?
"Iya, Indra. Aku mencintai Aldi. Bahkan sejak pertama kali aku melihatnya di sekolahanku dulu." ucap Anna sambil melangkahkan kakinya mendekat ke arah Indra yang sudah duduk sambil menopang dagunya. "Tapi sejak dia bertemu dengan Mila, semuanya berubah. Dia semakin menjauhiku dan membenciku hingga sekarang." ucap Anna lesu. Anna tak mengerti kenapa dulu dia sampai bermusuhan dengan Aldi. Padahal sebelumnya dia berteman baik dengannya.
Anna terdiam di tempatnya, dia hanya memikirkan seberapa lama lagi Aldi membencinya. "Aku tak tahu Ndra seberapa lama lagi dia akan membenciku." lirih Anna sambil menundukkan kepalanya. Dia tahu jika air matanya akan keluar dan dia tak mau Indra melihatnya.
"Maafkan aku Anna, aku sudah berkata yang tak seharusnya." ujar Indra sambil memeluk Anna yang berada di sampingnya. Sedalam itukah perasaanmu kepadanya? Hingga kau tak pernah mengerti jika Aku sangat mencintaimu? Kau wanita pertama yang berhasil membuat jantungku berpacu dengan cepat ketika berhadapan denganmu, hatiku gelisah saat tak bertemu denganmu, dan kau lah yang menjadi pusat pemikiran otakku selama aku berada jauh dari sisimu. Sayang, kau sudah menikah dengan seseorang yang bahkan tak mencintaimu. Lirih Indra dalam hatinya. Indra tahu jika Anna tahu kalau dia mencintainya, maka Anna perlahan akan menjauhinya. Makanya sampai sekarang Indra selalu bertingkah sebagai sahabat yang tak memiliki perasaan apapun kepada Anna. Walau sebenarnya dia sangat mencintai Anna.
Aldi Pov
Anna dasar wanita bodoh. Kenapa dia sampai sekarang mencintaiku? Padahal aku sedikitpun tak mencintainya. Memang aku mulai merasa cemas, dan khawatir ketika dia tak berada di sisiku. Tapi, itu bukan berarti aku mulai mencintainya! Tidak! Itu sangat tidak mungkin.
"Lo kenapa Al?" tanya Vio yang kini sudah berada disisiku. Ntah kapan tuh anak masuk kedalam sini? "Tidak." hanya itu ucapanku tanpa melirik sedikitpun kearahnya. "Kau sedang memikirkan Mila atau Anna?" tanyanya yang sukses membuatku menatap wajah sahabat yang selalu berada di sampingku.
Dia tahu jika aku menatapnya dengan tatapan bertanya, "Benar, kau memikirkan Anna ternyata." ucapnya lagi sambil tesenyum. Aku tahu arti senyuman yang kini dia berikan kepadaku. "Sudah, jangan kau acuhkan dia lagi. Sudah cukup Al, kau membencinya selama ini." imbuh Vio yang kembali berkutat dengan pekerjaan yang sedang dia kerjakan.
Aku mendengus kesal karena Vio selalu saja tahu apa yang aku fikirkan. "Tidak, Vio. Dia sudah menyakitiku sangat dalam. Aku masih ingat ketika dia berkata pada Putry dulu kalau dia tak mencintaiku. Dia hanya menganggapku sebagai sahabatnya. Apa kau kira ini semua dapat di maafkan?" ucapku menahan amarah. Yah, Anna berkata dengan nada sahabat tapi di dalamnya terdapat sebuah ejekan kecil dan aku mengetahuinya. "Terlebih saat aku mendengar pengakuan dari Mila jika dia telah menampar Mila karena dia sedang menjalin hubungan denganku. Apa dirinya sebar-bar itu? Aku tak mengerti. Disini siapa yang salah? Aku apa dirinya? Aku hanya mendiamkannya. Dan juga tak menyentuh tubuh atau setiap apapun yang sudah dia sentuh aku tak akan menyentuhnya. Itu hanya hukuman kecil buatnya." imbuhku lagi sambil melangkahkan kakiku menuju ke arah dimana Vio berada.
Vio memandang ku dengan tatapan bertanya yang seolah-olah dia bilang apa kau serius akan membencinya disisa hidupmu? "Ya, Vio. Aku akan selalu membencinya hingga dia sadar jika aku tak akan pernah mencintainya dan dengan segera dia akan meminta cerai kepadaku." ucapku dengan tegas dan yakin. Tapi itu sedikit menyakitiku. "Aku yakin Vio. Dan sudah jangan menatapku seperti itu. Aku tak mau menjadi bahan pertanyaan yang ada di otakmu." ucapku lagi sambil melangkahkan kaki ku menuju jendela besar yang ada di kantorku.
Melihat mobil-mobil yang sedang pandai berjejer hingga membuat kota Surabaya macet. "Al, lebih baik kau sudahi semua ini. Aku tahu kau tak menyiksanya secara fisik. Tapi, dapat kulihat dia sekarang mencintaimu Al, dan untuk masalah dia menampar Mila. Aku rasa kau sudah salah faham kepadanya. Menurutku Anna tak akan pernah menampar sosok seperti Mila. Untuk apa dia menamparnya? Jika dia ingin maka dia akan menamparmu duluan, karena kau tak memberitahunya saat kau menjalin cinta dengan Mila." ujar Vio panjang lebar. "Tidak Al, biarkan aku menyelesaikan dulu ucapanku." ucapnya lagi saat dia tahu bahwa aku akan membalas perkataannya. "Kau tak tahu tatapan apa yang dimiliki oleh Anna?" tanyanya kepadaku tapi mulutku masih membisu. Aku tak bodoh, aku tahu jika anna masih mencintaiku. Bahkan aku dapat melihat itu ketika aku dan dia sedang bersama ketika kita masih bersama dulu.
Aku berjalan kearah Vio seraya berkata "Ntahlah, aku tak tahu. Dan aku tak mau tahu." ucapku dengan sinis. Aku tahu jika aku sedang membodohi hatiku. Aku tahu ujung pembicaraan ini dengan Vio. Tapi aku masih tak ingun membahasnya, aku biarkan Vio yang akan menyelesaikan ucapannya.
"Kau tahu, jika sudah lama aku melihatmu tak seperti ini. Kau menutupi perasaanmu sudah lama Aldi. Apa kau kira aku bodoh hingga aku tak tahu apa yang sedang di otakmu?" ucapnya sambil memincingkan ekor matanya.
Ayolah Al, kenapa kau kaget seperti itu, hm? Bukankah Vio sahabatmu sejak kecil? Jadi mana mungkin dia tak tahu luar dalam hatimu? Akh, sialan benar ucapan Iblis yang ada di dalam hatiku. Aku dan Vio sudah saling kenal saat masih di SD dulu. Karena kita bertetangga dan sejak itulah aku dan Vio sudah menjadi sahabat hingga sekarang. "Yupp, aku mengenalmu saat SD, jadi untuk apa kau menyembunyikan semua itu Aldi? Aku tahu, kau mencintai Anna." ucapnya dengan lantang dan itu sontak membuat ku menatapnya dengan tatapan tajam.
"Eits, tunggu dulu. Jangan kau ingin menyanggah ucapanku dulu biarkan aku menyelesaikannya." ujarnya lagi yang membuatku menutupkan kembali bibirku. "Al, jika kau memang tak mencintai Anna, untuk apa kau mencarinya? Bahkan ketika dia sudah berpamitan denganmu jika dia akan ke Bandara menjemput sahabatnya, hm? Lalu, untuk apa kau memikirkannya sekarang jika kau memang tak mencintai Anna? Sudahlah Aldi, hentikan semua ini. Sebelum Anna berpaling darimu." pungkasnya sambil melangkahkan kakinya menuju ke arah sofa yang tadi dia duduki dan berkutat lagi dengan pekerjaan yang tadi dia kerjakan.
Aku tahu jika ini semua bukan kesalahan Anna. Karena ini kebodohanku, aku selalu menyembunyikan perasaanku dari Anna. Kau sudah mencintainya? Tanya setan dalam hatiku. Jelas dulu aku katakan jika Iya, tapi jika sekarang. Ntahlah, aku sendiri tak tahu bagaimana perasaanku kepadanya. Lalu, perasaanmu untuk Mila, Bagaimana? Tanyanya lagi, jelas aku tak mencintainya. Aku dulu memang tertarik kepadanya. Tapi tak pernah mencintainya.
"Aldi.." ucapan Vio membuatku tersadar dari lamunan ku. "Kau sedang melamunkan hal apa?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. Ku gelengkan kepalaku menjawab ucapannya bahwa aku tak melamunkan hal apapun. Padahal, aku sedang memikirkan Anna dan Mila.
"Vio, aku mau makan siang dulu. Apa kau mau ikut!?" kataku sambil mengambil jas dan kunci mobil di laci meja kerjaku. "Baiklah, aku juga sudah lapar. Let's go babe." ucapnya sambil menutup laptop yang tadi dia perhatikan. Aku hanya tersenyum dengan tingkah lakunya. Dia memang sahabat gila yang aku miliki. Sahabat yang lain ada di Jakarta dan Bandung, karena perusahaan yang mereka kelola memang sedang berkembang jadi mereka semua sangat sibuk.
Aldi dan Vio sudah sampai di restoran tempat yang sering dia kunjungi dengan para sahabatnya. Dia pun duduk di bangku yang biasa dia duduki dengan para sahabatnya jika semuanya sedang berada di Surabaya. "Mbak, seperti biasanya ya?" ucap Aldi ketika seorang pelayan datang membawa buku menu. Sang pelayan yang sudah tahu jika Aldi dan Vio akan memesan yang sama maka langsung pergi meninggalkan Aldi dan juga Vio.
"Hai.." sapa perempuan yang kini sudah berada di antara Aldi dan Vio.
"Hai, Vina." Vina adalah meneger di Restoran yang sedang Aldi kunjungi. Vina sudah mengenal Aldi dan Vio selama 7tahun. Mereka dulu kenal ketika Aldi dan para teman-temannya melihat ada Restoran baru saja buka di daerah tempat apartemen Aldi.
"Kalian selalu kalau kesini ada masalah!" ujar Vina sambil meneguk Juice Jeruk yang di bawakan oleh pelayannya.
"Enak saja kau! Aku tidak ada masalah.
Tapi noh si Aldi ada masalah sama hatinya." mendengar celoteh Vio, Vina berhenti minum. Tenggorokannya tercekat, yah! Vina mencintai Aldi. Walau tak pernah dia ucapkan kepada Aldi.
Vina mencoba menetralkan perasaan terkejutnya karena ucapan gamblang Vio.
"Dia bingung memilih Istrinya apa Mila." tambah Vio yang semakin membuat Vina terdiam.
Vina sadar jika cintanya kepada Aldi tak akan pernah terbalaskan. Karena itu hanya cinta tak terbalaskan. Hanya dia yang mencintai Aldi, sedangkan Aldi hanya mencintai Mila. "Kenapa kau bingung Babe? Tanya saja pada hatimu. Karena ucapan hati tak akan bohong." ujar Vina dengan senyuman manisnya. Walau dia tahu kini hati dan perasaannya sedang hancur karena dia merasa di tampar oleh sebuah kenyataan yang dia coba ingkari. Karena dia tahu jika Aldi tak akan pernah mencintainya.
"Sudahlah, jangan dengarkan Vio. Dia selalu begitu." sanggah Aldi sambil mulai memasukkan makanan kedalam mulutnya.
"Memangnya Aku bicara hal yang salah?" ujar Vio tak terima. "Kau sendiri kan yang bimbang pada perasaanmu ke Anna???" imbuh Vio yang membuat Vina semakin sakit. Walau bibirnya mengulas senyuman yang manis, tapi hatinya merasakan tikaman belati.
Mereka terus berbicara tanpa memperdulikan pengunjung yang ada di Restoran Vina itu.
"Kau kenapa tak menyentuh makananmu?" tanya seorang pria kepada teman wanitanya.
"Ah, tidak." ujar sang wanita sambil tersenyum ke arah pria yang ada di hadapannya. "Indra, apa kau percaya pada hal yang akan ku katakan?" tanyanya kepada Indra.
"Katakan saja. Biar nanti aku yang putuskan akan percaya apa tidak." ujar pria yang bernama Indra tersebut.
"Apa kau percaya jika Aldi mencintaiku?" tanya Anna tanpa mengangkat kepalanya dari makanan yang dia nikmati. Indra bingung sekaligus bibirnya tertutup sempurna. Dia tak tahu tentang perasaan Aldi, apa yang akan dia katakan kepada sahabatnya itu?
"Ntahlah, aku tak yakin jika dia mencintaimu." jawaban Indra terkesan dingin dan juga datar. Indra mengatakan hal yang dia fikirkan. Selama beberapa bulan Anna tinggal dengan Aldi, Indra masih belum pernah dia melihat Aldi memperlakukan Anna dengan baik. Jadi tak salah menurut Indra jika dia memberi jawaban itu dengan datar dan dingin.
Anna semakin tertunduk dengan jawaban yang di lontarkan oleh sahabatnya, dia tahu jika sahabatnya itu tak pernah menyukai Aldi, jadi untuk apa dia bertanya hal bodoh seperti itu kepada Indra? Dasar Anna bodoh. "Kau benar." lirih Anna yang masih menundukkan kepalanya.
Indra yang mendengar ucapan Anna itu merasa bersalah. "Maafkan aku!" lirih Indra sambil meraih telapak tangan Anna dan menggenggamnya. Indra tahu jika Anna sedih seperti tadi itu karena ucapannya.
"Kau tak salah Ndra. Aku saja yang bodoh. Kenapa aku harus bertanya hal itu kepadamu." ucap Anna sambil tersenyum tipis. Anna tak sadar jika ada sorot mata tajam yang sedang memandang ke arah jari mereka.
"ANNA" teriakan Aldi menggema di Restoran yang bergaya minimalis itu. Anna tersentak mendengar suara yang selama ini selalu dia dengar. Dan Anna menoleh ke arah sumber suara yang kini sedang berjalan menghampiri Anna dan Indra. Anna melepaskan genggaman tangan Indra yang tadi ia genggam. "Sedang apa kau disini?" tanya Aldi dengan tatapan tajam menusuk.
Anna masih diam bingung menjawab ucapan Aldi. Dia tak tahu harus menjawab apa. "Jawab aku Anna." tanya Aldi yang kini masih menatapnya dengan tajam. "ANNA" ucap Aldi yang kini sudah menarik tangan Anna dengan paksa.
Indra yang melihat itu langsung menyentak tangan Aldi yang sedang menggenggam tangan Anna dengan erat. "Lepaskan. Anna kesakitan." ujar Indra dengan santai. Tapi berbeda dengan Aldi yang amarahnya sedang berada di puncak kepalanya.
"Apa urusanmu, hah?" tanya Aldi yang kini masih menggenggam tangan Anna dengan kuat dan erat. "Ayo pulang." ucap Aldi dingin sambil menarik tangan Anna dengan kasar.
"Indra maaf, aku pulang dulu." ujar Anna yang tengah tergopoh mensejajarkan langkahnya dengan tarikan yang di berikan oleh Aldi.
BERSAMBUNG