“Aku dibesarkan oleh seorang wanita yang tubuh dan jiwanya hancur oleh dunia yang tak memberinya tempat. Dan kini, aku berdiri, tak hanya untuk ibuku… tapi untuk setiap wanita yang suaranya dibungkam oleh bayangan kekuasaan.”
Mumbai, tengah malam. Di ruang pengadilan yang remang. Varsha memandangi tumpukan berkas-berkas perdagangan manusia yang melibatkan nama-nama besar. Ia tahu, ini bukan hanya soal hukum. Ini adalah medan perang.
Di sisi lain kota, Inspektur Viraj Thakur baru saja menghajar tiga penjahat yang menculik anak-anak perempuan dari desa. Di tangannya, peluru, darah, dan dendam bercampur menjadi satu.
Mereka tidak tahu… bahwa takdir mereka sedang ditulis oleh luka yang sama–dan cinta yang lahir dari pertempuran panjang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MOM MESS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis yang Malang.
Malam turun. Di rumah kecil di ujung desa, Sita menangis dalam diam. Dia gemetar ketakutan. Dia telah melakukan kesalahan dengan menuduh Viraj telah menodainya. "Tidak. Aku tidak boleh berdiam saja. P-pak Viraj sudah banyak membantu desa ini. Ini salah... Aku akan membuat pengakuan." Sita berdiri mengambil sebuah kertas. Di kertas itu dia menuliskan kalimat pengakuan.
"Aku mungkin telah melakukan kesalahan. Tolong maafkan aku... Pak Viraj... Dia tidak meniduri ini. Tuduhan itu hanyalah fitnah dari Tuan Ragunath. Aku di ancam... Mereka akan mengirim ku ke Rajasthan untuk di jual."
Setelah menulis kalimat pengakuan tersebut, Sita diam-diam keluar dari rumah nya. Dia berlari menyusuri jalanan yang sepi dan gelap, agar bisa sampai ke pondok Varsha. Pintu di ketuk keras. Ketukan pertama belum ada jawaban, karena semua sudah tertidur. Ketukan kedua di coba, namun tidak ada jawaban. Ketukan ketiga di lakukan kembali. Varsha terbangun mendengar suara ketukan tersebut. Dalam keadaan setengah sadar, dia berjalan keluar. "Siapa?" gumam Varsha pelan saat membuka pintu tersebut. Namun ia tidak menemukan siapa-siapa di sana. Varsha dengan wajah sedikit kebingungan keluar beberapa langkah untuk mengecek sisi kanan dan kiri. Dari kejauhan di balik semak-semak. Sita telah di culik. Mulutnya di tutup oleh anak buah Ragunath. Sita yang melihat Varsha dari balik semak-semak, hanya bisa menangis ketakutan. Dia ingin sekali berteriak, namun sebilah pisau berukuran tajam sedang berada tepat di lehernya. Satu teriakan, mungkin bisa membuatnya mati.
Karena Varsha tidak menemukan siapa-siapa, dia kembali masuk ke dalam rumah. Setelah Varsha masuk, anak buah Ragunath langsung membawa Sita. Di sebuah hutan yang tak jauh dari pondok Varsha, Ragunath berdiri dengan wajah gelap dan bengis. “Kau berniat mengaku pada Varsha?” Sita gemetar ketakutan. “A-aku tak bisa... Pak Viraj orang baik. Aku tak sanggup membohongi semua orang…”
Raghunath perlahan mendekati Sita. "Kalau kau buka mulut... kau akan dikirim ke desa sebelah. Di sana, tak ada siapa-siapa yang bisa selamatkanmu. Kau tahu apa artinya itu.” Sita menangis, memeluk kaki Ragunath.
"Aku mohon... jangan…”
“Terlambat, " gumam Ragunath yang kemudian menepis Sita dari kakinya. Ragunath berjalan dengan senyuman kecil nan licik masuk ke dalam mobil. "Kalian. Cepat kirim dia malam ini juga." Anak buah Ragunath mengangguk dan perlahan mendekati Sita. Tidak mau diam saja, Sita mencoba memberi perlawanan. Dia mengambil serbuk tanah, dan melemparkannya ke arah anak buah Ragunath. Saat pandangan teralihkan, Sita langsung berlari. Melihat Sita melarikan diri, Ragunath langsung mengeluarkan pistolnya. Dalam hitungan detik, suara tembakan terdengar keras tepat mengenai kepala Sita. Badannya perlahan tumbang dan jatuh ke tanah. Tak bergerak. Tak bernafas. Terbaring dingin di bawah bintang-bintang. "Saat kau memotong buah, berhati-hatilah dengan getahnya." Ragunath lalu pergi bersama anak buahnya meninggalkan jasad Sita tergeletak begitu saja.
...----------------...
Keesokan paginya. Jeritan pecah saat warga menemukan jasad Sita. Leher membiru, tubuh memar, darah segar mengering melalui darahnya. Melihat kerumunan masa, Varsha dan Viraj langsung menghampiri mereka. Varsha terkejut sampai-sampai memejamkan matanya. Viraj dengan tatapan merasa aneh mencoba mendekati Sita. Ayah Sita yang melihatnya langsung mendorong Viraj. "INI SEMUA SALAH MU. KAU SENGAJA MEMBUNUH PUTRIKU KARENA SUDAH BERANI MENGAKUI PERBUATAN MU KEPADA KAMI SEMUA, " bentak ayah Sita sambil menangis pilu. Viraj berdiri dan langsung mencengkram kerah baju ayah Sita dengan kesal.
"Sudah cukup tuduhan pada diriku, bahwa aku meniduri putrimu. JANGAN KAU TAMBAH DENGAN TUDUHAN MEMBUNUHNYA!"
“Setelah kau memperkosanya, lalu kau bunuh dia! Dan kau bilang kau tidak melakukan keduanya? Wow Pak Viraj, ini alasan kami tidak percaya pada petugas sipir apalagi polisi seperti mu."
"JANGAN BAWA NAMA DEPARTEMEN PEMERINTAH. Kami berdiri untuk kalian, tapi kalian... Tutup mata enggan melihat kebenaran."
"Sudah cukup sandiwara mu Pak Viraj. Ini sudah lebih dari cukup! Kita tidak butuh pengadilan! Kita hanya butuh keadilan rakyat, dan keadilan untuk kematian Sita."
"Ya, benar." Sorak seluruh warga dengan wajah penuh amarah. "Kita usir mereka sekarang! Usir keparat itu dari tanah kita!” ucap salah satu warga yang langsung mendorong Varsha. Viraj yang melihatnya langsung mendekati Varsha dan menolongnya. Akibat dorongan itu, siku Varsha terluka. Sedikit darah membuat amarah Viraj membara. Dia berbalik ingin menghajar mereka, namun Varsha menghentikannya. "Tidak ada gunanya. Otak mereka telah di cuci. Tidak ada waktu untuk membersihkan kembali otak mereka. Lebih baik kita mengalah saja, " ucap Varsha pelan. Viraj menggenggam tangan Varsha dan membawanya pergi. Para warga melempari mereka menggunakan tongkat, batu, dan benda apapun yang nampak di area mereka.
Lemparan itu mengenai belakang tubuh mereka. "Aw, " rintih Varsha pelan saat sebuah tongkat berukuran sedang mengenai kepalanya. Viraj menolah pelan, dengan tatapan tajam. Dia berpindah tempat, berada di belakang Varsha. Viraj melindungi Varsha agar tidak terkena lemparan.
Viraj, Varsha, Mahi, Bose, dan juga Jagad berjalan keluar mendekati gerbang. Dari belakang, para warga terus meneriaki mereka sebagai petugas hina. Mahi ketakutan, dan bersembunyi dalam pelukan Varsha. Viraj tetap diam, tatapannya kosong tapi keras.
Tak berselang lama, terdengar suara sirine. Mobil-mobil pemerintah India masuk ke desa. Para pejabat turun, termasuk seorang perwakilan kementerian dalam negeri. Viraj dan Varsha saling menatap kebingungan. Seluruh warga langsung terdiam. Perwakilan kementerian itu tersenyum dan merangkul Varsha dan Viraj berbalik menghadap pada warga. Dengan senyuman tulus dan terbuka, pria itu berkata “Kami datang atas nama negara. Varsha Mehra dan Inspektur Viraj Thakur adalah bagian dari operasi resmi penyelidikan kasus perdagangan manusia.”
“Kehadiran mereka mendapat mandat langsung dari pusat.” Semua warga terdiam. Mereka ada yang menunduk merasa malu, sebagian lagi masih marah.
“Lalu bagaimana dengan Sita yang mati? Siapa yang bertanggung jawab?!” perwakilan kementerian dalam negeri memberi ruang untuk Viraj berbicara. Dengan tatapan tajam dan posisi tegap, Viraj berbicara dengan tegas. “Aku tidak takut dihukum... kalau memang aku bersalah.”
“Tapi beri aku waktu. Waktu untuk membuktikan bahwa aku tidak pernah menyentuh gadis itu. Aku akan buktikan — bahwa ada seseorang yang mencoba untuk menyingkirkan kami sejak awal. Seseorang yang tidak ingin kasus putri kalian yang hilang terungkap. Pasti ada kebenaran lebih besar yang ingin dikubur oleh mereka yang selama ini tidak kita ketahui.” Varsha berdiri di samping Viraj mendampinginya, dan menatap warga satu per satu. “Jika kalian masih percaya pada keadilan... maka beri kami kesempatan, " ucap Varsha.
Warga terdiam. Sebagian mulai menunduk. Sebagian masih menyimpan dendam. Tapi roda takdir telah bergulir. Kebenaran tak bisa lama dikubur. Bahkan tanah desa pun akan menolak menutupi bangkai kebohongan.
jangan lupa mampir ya kak...