Dimana masih ada konsep pemenang, maka orang yang dikalahkan tetap ada.
SAKA AKSARA -- dalam mengemban 'Jurus-Jurus Terlarang', penumpas bathil dan kesombongan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKSARA 11
“Kalo lu kesinggung, berarti gua tepat sasaran.”
Kalimat Saka membuat kepala Andi Wiguna bergolak. Marahnya sudah memuncak. Wajah tenang Saka itu begitu membuat muak.
Menurut perasaan, tanpa berpikir lagi dia memutuskan ....
BUG!
Satu pukulan lurus mendarat di perut Saka sampai membuat anak itu tersurut ke belakang setengah langkah.
“MAMPUS LU, ANJENG!” teriak Piang mengutuk keras di posisinya.
“HAJAR, AND!" Moncos mendorong semangat.
Mereka beranggapan sedang menyaksikan adu gelut di arena tanding.
Saka meringis sebentar sembari mengusap perut yang terdampak tinjuan Andi. “Pukulan lurus lu bagus,” katanya memuji. “Perut gua sampe kebas.”
Pujian yang justru semakin menyulut kobaran panas di mata Andi Wiguna. “Bangsat!” Geraman itu mendorongnya maju. Membawa segenap kekuatan untuk menumbangkan anak sialan berwujud Saka Aksara.
Saka tak tinggal diam kali ini. Siapa yang mau mati sia-sia di tangan murid yang bahkan lupa bagaimana serunya menggambar sketsa bangunan di jurusannya sendiri.
Ibrahim dan motor second pemberian mamanya dipertaruhkan di lahan ini.
Tidak sempat memasang kuda-kuda persiapan, Saka bergerak impulsif mengikuti insting.
Andi Wiguna sudah maju dengan pukulan cepat.
Teman-temannya riuh menyoraki berapi-api, menunggu hancurnya Saka Aksara di tangan ketua geng yang mereka anggap standar nasional.
Tapi semakin lama, semakin jelas terlihat siapa yang akan memenangkan pertandingan by one itu.
Sorak-sorai mereka padam perlahan. Hawa berubah menjadi kecemasan fatal.
Andi melemah.
Saka menangkis, memukul dan membalas tanpa terkena balasan yang serius dari lawan tandingnya.
Dan ....
DUG!
Tendangan jejag Saka Aksara di perut Andi mementalkan anak itu hingga jarak terbilang banyak. Pohon rambutan menyangga punggung Andi dengan gembira.
“Uggh!”
Teman-teman Andi terperanjat dari tempatnya. Ketua geng mereka tumbang.
Dengan rambut teracak ke wajah, Saka meluruskan kembali badan setelah tendangan akhir barusan lepas. Tatapannya menyorot Andi yang kini meringis menahan sakit di beberapa bagian badan, yang terparah adalah rahang dan perut tengah.
Teman-teman Andi membeku diam, menatap kekalahan ketua mereka dengan mata melebar.
“Ada yang mau nerusin?” Saka mengeliling pandangan ke wajah mereka satu per satu.
Piang dan Moncos saling beradu pandang, lalu menggeleng cemas. Yang lain pun sama.
“Yakin gak mau ada yang maju?” Saka memastikan lagi kedua kali, respon-nya tetap sama seperti tadi.
“Ng-nggak, Sak!” Piang menjawab.
“Kita cabut ayo!”
Mereka berhambur lari tanpa menoleh lagi. Masalahnya kemarin mereka sudah menjajal lebih dulu kekuatan Saka di dalam kelas, sudah terbayang jelas akan seperti apa akhirnya. Harapan tentang Andi yang mampu menandingi anak itu sudah lebur menjadi kepingan halus. Andi pun tidak mampu menaklukkannya.
“KEPARAT! MAU KEMANA KALIAN!” Andi meneriaki teman-temannya. “Anjing lu semua!”
Dengan tanpa perasaan dia ditinggalkan begitu saja. Itu yang terburuk dibanding kalah di tangan Saka.
Jalanan kosong yang dilewati Moncos dan lainnya ditatap Saka sesaat sebelum kemudian beralih menatap Andi. Santai dia berjalan mendekati anak berandal yang baru dia kalahkan itu.
“Kemaren udah gua peringatin, tapi lu malah ngeyel bikin tantangan gak berguna kayak gini," katanya menguar fakta yang sudah lalu dilupakan Andi.
Andi tak menjawab dengan kata selain sorot mata benci yang tetap sama.
“Ibrahim atau motor butut gua ... keduanya bukan hal yang bisa lu jadiin maenan. Sampe tulang gua copot semua ... siapa pun gak boleh ada yang sentuh apa yang gua hargai. Paham 'kan lu?”
Gigi Andi Wiguna masih geram, belum menerima kekalahannya meskipun harga dan raganya telah melemah.
“Lu liat temen-temen lu kabur?" Saka tersenyum miring. “Gua kasi tahu, And ...." Lagaknya mulai sok bijak. “Cari temen itu yang senantiasa siap ngebantu, bukan dateng pas pengen dibantu aja kek temen-temen lu itu.”
“Diem lu, Ⴆαɳɠʂαƚ!" hardik Andi, tak suka diceramahi, terlebih oleh musuh yang baru saja mempermalukannya.
Sayangnya Saka tak bisa disayang-sayang. “Gak apa-apa kok kalo lu gak setuju sama gua,” katanya menyebalkan. “Lagian gak semua orang seleranya bagus kayak gua.”
Andi meradang, tapi tak bisa berbuat apa-apa selain diam dengan jiwa tertekan.
“Kasian lu, ya?” lanjut olok Saka. “Tau gak, kalo lu itu sebenernya bego .... Maaf kalo gua kasih tau itu mendadak. Abis gua kira lu udah tau.”ーAnjir kan dia?
Mata Andi hampir akan keluar sekarang. Kalimat-kalimat Saka makin melaknat pendengarannya sendiri.
“Gua bilangー”
“Mending lu berobat gih,” pungkas Saka seenak jidat. “Minum pereda nyeri yang banyak biar malem bisa bobo nyenyak." Dia berjalan ke arah tumpukan batu untuk menggamit sweater hoodie milik Andi yang lantas dia taruh di hadapan pemiliknya. “Atau lu mau gua gendong ke UKS kayak Baim kemaren?”
“Lawak lu, Keparat!”
Tapi Saka tidak peduli, masih bertahan dengan santainya. “Gua gak ngelawak, gua cuma punya sifat blak-blakan aja. Sayang kebanyakan orang anggepnya gua becanda.”
“PERGI LU, SETAN! PERGI DARI HADAPAN GUA!”
Kali ini Saka tersenyum menanggapi penolakan yang tak secara langsung itu. “Oke," katanya lantas..“Bell uda bunyi, gua balik ke kelas, ya. Jangan lupa bahagia ... Andi Wiguna.”
“BACOT LU, SIALAAAN!!!!”
...***...
Dua hari kemudian ....
Kabar Andi Wiguna mengundurkan diri dari sekolah cepat menyebar. Kalah telak oleh Saka adalah scene yang paling membuat rungkad harga dirinya.
Keadaan kelas 11 jurusan Teknik Gambar Bangunan mendadak tenang.
Moncos dan Piang jadi pendiam, berubah menjadi Guntur Cahyadi dan Alvian Hendra yang serius belajar sebagai murid. Mereka tak bisa menghilang seperti Andi. Kehebatan Saka tidak dipungkir dan bukan untuk dilawan dengan sembarang.
Sekarang yang jadi perkara adalah kosongnya posisi ketua Geng Kalajengking. Siapa yang akan menggantikan?
Apakah Saka Aksara?
Kasak-kusuk semua anak terdengar di setiap penjuru sekolah.
“Sak!" Jono menegur Saka yang asyik bermain ponsel di tepi lapangan basket, berbalas kata dengan Gendhis Wangi melalui pesan chat di aplikasi.
“Hmm.” Tanggapan Saka tak lebih dari itu. Wajahnya sedang senyam-senyum sambil mengetik.
Sebelum berkata, lebih dulu Jono mengeliling tatap ke sekitaran. “Kata anak-anak, lu mau gantiin posisi AW jadi ketu geng kalajengking? Beneran itu?”
“What?!” Saka menyembur karena terkejut, sok turis pakai bahasa Inggris. “Sapa bilang, Jon?"
“Semua anak ngomongin itu.”
Sontak Saka ikut mengedar pandang ke seluruh tempat. “Weeengg, ngapa mereka semua liatin gua?" tanyanya polos beneran.
“Tu dia, Bego!" sentak Jono. “Mereka bacotin lu yang mau gantiin posisi AW.”
“Buset! Emang kapan tawaran itu dateng ke gua?”
“Mana gua tahu!"
Saka cengengesan masam. “Ngadi-ngadi aja," komentarnya, lalu memilih tak peduli dan meneruskan kegiatannya, bermain ponsel.
“Emang lu gak tertarik gitu, Sak?" Jono penasaran, merendahkan suara. “Padahal kalo lu beneran jadi ketuanya, gua siap jadi ajudan lu lho."
Saka terkekeh seraya berdiri. “Ajudan pekok. Giliran berantem lu nyungsep di kolong meja guru” Lalu melenggang langkah meninggalkan Jono sambil menggeleng-geleng.
“Bajir!”
sama-sama beresiko dan bermuara pada satu orang.. yordan..
🙏