NovelToon NovelToon
Jatuh Cinta Dengan Adik Suamiku

Jatuh Cinta Dengan Adik Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Selingkuh / Anak Kembar / Dijodohkan Orang Tua / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Mila julia

Keira hidup di balik kemewahan, tapi hatinya penuh luka.
Diperistri pria ambisius, dipaksa jadi pemuas investor, dan diseret ke desa untuk ‘liburan’ yang ternyata jebakan.

Di saat terburuk—saat ingin mengakhiri hidupnya—ia bertemu seorang gadis dengan wajah persis dirinya.

Keila, saudari kembar yang tak pernah ia tahu.

Satu lompat, satu menyelamatkan.
Keduanya tenggelam... dan dunia mereka tertukar.

Kini Keira menjalani hidup Keila di desa—dan bertemu pria dingin yang menyimpan luka masa lalu.
Sementara Keila menggantikan Keira, dan tanpa sadar jatuh cinta pada pria ‘liar’ yang ternyata sedang menghancurkan suami Keira dari dalam.

Dua saudara. Dua cinta.
Satu rahasia keluarga yang bisa menghancurkan semuanya.

📖 Update Setiap Hari Pukul 20.00 WIB
Cerita ini akan terus berlanjut setiap malam, membawa kalian masuk lebih dalam ke dalam dunia Keira dan Kayla rahasia-rahasia yang belum terungkap.

Jangan lewatkan setiap babnya.
Temani perjalanan Keira, dan Kayla yaa!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7.Panggung yang Di Paksa

Langit sore mulai berubah jingga, seperti sapuan cat minyak yang memudar perlahan di ujung cakrawala. Kayla duduk sendirian di balkon kamar Keira, tubuhnya tersandar lemah di dinding, dengan tangan yang menggenggam erat pegangan besi berkarat. Angin bertiup pelan, membawa aroma samar bunga melati dari taman belakang rumah. Harumnya lembut dan menenangkan, tapi anehnya, ia tak mampu meredam gejolak di dadanya yang semakin kacau.

Matanya menatap kosong ke arah langit yang perlahan gelap, seolah mencari jawaban dari awan yang mengalir. Namun, yang terngiang di kepala hanyalah suara Revan, suaranya yang dingin tapi berisi teka-teki.

Tatapan matanya, ucapannya yang penuh makna tersembunyi, dan sikapnya yang menantang seperti duri dalam daging. Pria itu adalah misteri yang tak bisa diprediksi, seperti puzzle rumit dalam rumah besar ini. Tapi anehnya, bukan ketakutan yang dirasakan Kayla, melainkan sebuah rasa penasaran yang membakar dalam diam.

Ia memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, mencoba menggali sesuatu dari lorong ingatannya yang hitam dan kosong.

"Apa benar… apa yang dikatakan Revan? Kalau gue bukan Keira?" gumamnya lirih, hampir seperti bisikan pada diri sendiri.

"Lalu kalau bukan Keira, siapa gue sebenarnya?" suara kecil itu menggema dalam pikirannya, seperti suara samar yang terus mendesak untuk dijawab.

Keraguan dan kebingungan membelenggu Kayla, menggulung erat seperti ombak badai yang tak berujung. Ia mungkin terlihat berani, penuh percaya diri saat menghadapi Leo ataupun Revan. Tapi di balik topeng itu, ada suara kecil yang terus bertanya, yang semakin lama semakin keras.

Tiba-tiba —

BRAK!

Pintu balkon terbuka kasar, menghentak dinding dengan suara keras yang membuat jantung Kayla tersentak. Angin seketika terhenti, seolah menahan nafas.

Leo masuk dengan langkah besar dan cepat, wajahnya berkerut penuh amarah. Sebelum Kayla sempat bangkit atau menyembunyikan kegelisahannya, tangan pria itu sudah mencengkeram lengannya dengan kasar.

"Akh! Leo, lepasin!" teriak Kayla, berusaha melepaskan diri. Namun, genggaman Leo tak tergoyahkan. Jarinya mencubit kulit lengan Kayla hingga perih menyiksa.

"Lo mau bawa gue ke mana?!" suaranya terdengar panik tapi tegas, mengguncang udara di balkon yang dingin.

Leo menoleh cepat, tatapannya menyala seperti bara api, penuh kemarahan yang menggeram.

"Kau lupa malam ini ada rapat dengan investor baru?!" Suaranya menghentak, seperti perintah tanpa kompromi. "Untuk menebus kelakuanmu, kita butuh suntikan dana!"

Kayla terdiam sejenak, bingung dan tercengang. Apa maksud Leo? Matanya membelalak, merasa terpojok oleh kalimat itu.

"Terus kenapa gue harus ikut? Lo mau jual gue lagi?!" bentaknya, nada suaranya nyaris pecah, campuran antara amarah dan rasa terhina.

Leo menyeringai pendek, sebuah senyum dingin tanpa kebaikan, seolah mengejek harapan Kayla.

"Aku nggak menjualmu. Aku cuma pengen kau… merayunya," katanya pelan tapi penuh tekanan, seperti ancaman terselubung.

Kayla membeku. Nafasnya tersengal, dada terasa sesak. Kemarahan dan kehinaan berdesak-desakan dalam satu kalimat singkat itu. Pikiran Kayla langsung menolak dengan keras.

"Itu sama aja, bodoh! Lo pikir gue ini pelacur?!" bentaknya, suara bergetar tapi tetap penuh keberanian.

Leo mencengkeramnya makin erat, tatapannya menjadi lebih tajam, menusuk.

"Kalau kau bukan pelacur, lalu kenapa orang tuamu menjualmu padaku?!" katanya dingin, tajam seperti pisau yang menghunjam tanpa ampun.

Kayla terdiam. Ucapan itu seperti racun yang mengalir di dalam darahnya, melukai tanpa ampun. Ia ingin membantah, menyangkal, tapi hatinya tahu... itu adalah luka yang nyata dan tak bisa dihindari.

Beberapa detik hening berlalu, hanya suara angin yang terdengar melewati celah jendela.

Kayla menatap Leo dengan rahang mengeras, sorot mata penuh perlawanan.

"Gue nggak bakal lakuin itu. Walaupun lo maksa!" suaranya mengguncang udara, meski tubuhnya sudah terasa lemas oleh tekanan.

Leo berhenti sejenak, kemudian melangkah mendekat dengan langkah kecil yang berat. Setiap gerakannya seperti ketukan palu yang menghantam kepala Kayla.

"Kau tidak akan menuruti aku?" Suaranya dingin, penuh ancaman.

Hening.

"Kau serius dengan kata-katamu?" ucapnya lagi, lebih berat dan jauh lebih mengerikan.

"Kau masih bisa bilang 'ya' selagi aku kasih kesempatan," katanya, napasnya berhembus panas di wajah Kayla.

Kayla menelan ludah, hatinya berdegup sangat cepat. Setiap langkah Leo yang semakin dekat membuat jantungnya nyaris meledak. Cengkraman di lengannya yang nyeri itu seperti bayangan kekuasaan yang menghempasnya ke bawah.

Seketika Kayla tahu, tadi mungkin dia bisa meloloskan diri... Tapi sekarang? Mustahil.

"Gue nggak bakal bisa menghindar dari amarahnya...'''batin Kayla.

"Baiklah," bisik Kayla akhirnya, suaranya serak dan hampir patah.

Tubuhnya terasa lemas, namun ia berusaha tetap berdiri tegak. Meski tahu ia baru saja menukarkan martabatnya, ia melakukannya demi bertahan.

Leo tanpa berkata apa-apa lagi langsung menarik tangan Kayla dengan kasar. Tak memberinya waktu untuk berpikir. Ia menyeret Kayla melewati koridor gelap dan dingin menuju tangga, menuruni lantai dua.

Setiap langkah menuruni tangga itu terasa seperti deru badai yang akan segera menerjang, menuju sesuatu yang sudah dibenci Kayla bahkan sebelum tiba.

Kayla menggertakkan gigi, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang di sudut mata.

Kalau ini permainan mereka...

Maka cepat atau lambat, gue bakal balas.

Dengan cara yang bahkan mereka nggak pernah bayangin.

 $$$$$

Di sisi lain, di sebuah desa yang terletak jauh dari hiruk-pikuk dan penderitaan yang selama ini membelenggu Keira—penderitaan yang kini berganti tempat pada Kayla, saudara kembar yang bahkan tak pernah ia tahu keberadaannya—Keira hidup dalam ketenangan semu. Sebuah damai yang terasa asing dan rapuh, seperti kaca tipis yang sewaktu-waktu bisa pecah.

Rumah kayu sederhana itu berdiri di tengah hamparan tanah kering, dengan cat yang mulai mengelupas dan atap genteng yang berderit pelan saat angin malam datang. Kebun kecil di belakang rumah penuh dengan tanaman sayur yang tampak layu karena cuaca panas siang tadi, tapi itu adalah perjuangan sehari-hari yang harus ia jalani. Suara jangkrik bersahutan di kejauhan, seakan menjadi soundtrack sunyi malam yang tak pernah berubah.

Setiap hari berlalu dengan penuh tantangan, dan meskipun melelahkan, setidaknya Keira bisa bernafas tanpa bayang-bayang gelap dari masa lalu.

Tak ada teriakan yang menghantui pagi.

Tak ada tangan yang menghantam dinding atau memarahi dengan kasar.

Tak ada tekanan batin yang membuatnya merasa hancur.

Dan tak ada kepura-puraan yang harus ia mainkan...

Seperti yang dulu selalu terjadi di rumah besar keluarga Hadiwijaya.

Namun, kedamaian ini terasa seperti sebuah dinding kaca yang rapuh. Setiap detiknya adalah waktu pinjaman yang rapuh dan bisa retak kapan saja.

Suatu sore, ketika Keira sedang mengelap keringat di dahi setelah selesai membersihkan kebun, suara hangat seorang pria tua memecah keheningan.

"Kayla... gimana, Nak? Apa kamu masih kesulitan di kebun Mas Aldi?" tanya Mahendra, bapak angkatnya, dengan suara lembut yang penuh perhatian.

Keira menoleh perlahan, menatap pria itu yang langkahnya berat namun sabar mendekat. Wajah Mahendra penuh gurat lelah dan kasih sayang yang tak pernah dimilikinya selama ini. Namun, justru kasih sayang itu yang membuat Keira merasa sesak, seperti dicekik oleh rasa bersalah setiap kali ia memandangnya.

Setiap kali pulang dari kebun, Mahendra selalu menyambutnya dengan senyuman tipis dan makanan sederhana yang disiapkan dengan cinta—ubi rebus hangat, pisang goreng yang masih renyah, serta segelas teh panas yang mengepul di udara dingin senja itu. Kebiasaan kecil itu, walau sederhana, sarat akan makna. Kehangatan yang dulu tak pernah ia dapatkan.

Keira meraih gelas teh dari tangan Mahendra, jari-jarinya bergetar tipis saat menyentuh keramik hangat.

"Aku masih berusaha, Pak," jawabnya perlahan. "Tapi untungnya Mas Aldi sabar ngajarin aku."

Mahendra tersenyum kecil, matanya yang keriput memancarkan kehangatan.

"Anak itu memang baik, Nak. Dia selalu ada membantu kita. Makanya, dari kecil sampai sekarang, kamu masih bisa berteman baik dengannya."

Keira membalas senyum itu dengan getir. Dalam hatinya, ia merasa seperti dihantam badai.

Bagaimana nanti jika pak Mahendra tau bahwa 'anak' yang di selamatkan dan di kasihi ini bukanlah darah dagingnya?.

Bagaimana jika Mas Aldi tahu bahwa sahabatnya telah digantikan oleh seseorang yang memanfaatkan kesamaan wajahnya untuk masuk ke dalam neraka yang sebenarnya—neraka yang dulu Keira tinggalkan demi mencari kebebasan?

Bayangan Kayla tiba-tiba muncul dalam pikirannya—bagaimana jika gadis itu tiba-tiba muncul di depan pintu rumah ini? ,cemas Keira,Menatap Mahendra dengan mata yang sama persis, tapi dengan luka yang jauh lebih dalam.

Keira menggigit bibirnya pelan, mencoba menahan semua rasa itu agar tidak meledak di dadanya.

"Berarti... Mas Aldi tahu persis bagaimana Kayla, ya, Pak?" tanyanya pelan, suaranya penuh hati-hati, mencoba menyelidik tanpa menimbulkan kecurigaan.

Mahendra tertawa pelan, mengangguk penuh pengertian.

"Tentu saja. Dia bahkan lebih tahu tentang kamu dibanding Bapak sendiri," jawab Mahendra sambil mengelus pelan kepala Keira, seolah ingin menenangkan.

Darah Keira seakan membeku seketika. Kalimat itu menggema di telinganya, membebani dadanya hingga sesak.

Lebih tahu dibanding Bapak sendiri?

Ingatan itu menembak tajam ke masa-masa akhir, saat ia bekerja di kebun bersama Mas Aldi. Ia teringat bagaimana pria itu menatapnya dengan pandangan penuh perhatian yang berbeda dari biasanya.

Saat Keira berusaha menggali tanah dengan cangkul, tangan yang gemetar dan gerakan canggung tak biasa, Keira berteriak saat menemukan cacing di sela- sela pekerjaannya.Mas Aldi menahan tawa kecil dan berkata,

"Kamu biasanya biasa aja lihat cacing, kenapa sekarang jadi takut, Kay? Aku jadi merasa seperti sama orang lain, tapi dengan wajah yang sama."

Kalimat itu menusuk, membekas seperti jarum tajam.

Dia juga pernah berkata dengan nada bercanda namun menyimpan keheranan,

"Kamu yakin nggak tahu cara pegang cangkul ini? Biasanya kamu paling ahli, loh!"

Keira mencoba tertawa kecil waktu itu, berpura-pura bahwa amnesia-nya lebih parah dari yang sebenarnya. Namun, tatapan Mas Aldi malah semakin dalam dan penuh tanda tanya.

"Apa mungkin amnesia juga bisa merenggut keahlian seseorang... sampai nggak bisa apa-apa?" tanyanya sambil tersenyum tipis, tapi sorot matanya tajam, seperti jarum suntik yang menyuntikkan kecurigaan langsung ke pembuluh darah Keira.

Kini, saat Mahendra sudah masuk ke dalam dapur dan meninggalkannya sendirian di teras rumah yang mulai gelap, Keira duduk terdiam, memandangi teh yang sudah mulai mendingin di genggamannya. Tangannya yang memeluk gelas bergetar halus, tapi pikirannya melayang jauh, penuh keresahan.

Mas Aldi tahu.

Atau setidaknya mulai curiga.

Dan kalau Mas Aldi tahu...

Pak Mahendra pasti akan tahu juga.

Dan kalau Pak Mahendra tahu...

Semua ini akan berakhir.

Semua rencana yang sudah susah payah dirajut.

Semua pelarian yang ia gunakan sebagai perisai.

Semua perlindungan dari neraka yang dulu, yang selalu membayanginya.

Semua akan hancur.

Mata Keira berkilat basah oleh getar emosi yang tak tertahankan.

"Aku harus mempercepat semuanya... sebelum mereka tahu."

"Sebelum dia kembali, dan menagih hidup yang telah kuambil darinya."

.

.

.

Bersambung

1
Alyanceyoumee
mantap euy si Revan
Kutipan Halu: hahah abis di kasih tutor soalnya kak 😄😄
total 1 replies
Bulanbintang
Iri? bilang boss/Joyful/
Kutipan Halu: kasih paham kakak😄😄
total 1 replies
CumaHalu
Suami setan begini malah awet sih biasanya 😤
Kutipan Halu: awett benerrr malahan kak😄
total 1 replies
iqueena
Kasar bngt si Leo
Kutipan Halu: kasih tendangan maut ajaa kak, pukulin ajaa kayla ikhlas kok🤣
total 1 replies
Pandandut
kay kamu mantan anak marketing ya kok pinter banget negonga
Kutipan Halu: kaylanya sering belanja di pasar senin kak🤣
total 1 replies
Dewi Ink
laahh, pinter nego si Kayla 😅
Kutipan Halu: biasa kakk valon emak2 pinter nego cabe di pasar😄😄
total 1 replies
Alyanceyoumee
nah gini baru perempuan tangguh. 😠
Yoona
😫😫
CumaHalu
Kapok!!
Makanya jadi suami yang normal-normal aja😂
Pandandut
mending ngaku aja sih
Pandandut
pinter juga si revan/Slight/
iqueena
pintar juga Revan
Dewi Ink
mending ngaku duluan si dari pada ketahuan
Yoona
leo juga harus ngerasain
Alyanceyoumee
mantap...👍
CumaHalu
Wah, hati-hati Kayla.😬
CumaHalu
Astaga😂😂😂
Bulanbintang
dua kali lebih lama, 😩😒
Bulanbintang
kompak bener😅
iqueena
Sesuai namanya LEO, Kayla, kamu masuk ke kandang singa 🥲
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!