NovelToon NovelToon
Pemburu Para Dewa

Pemburu Para Dewa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sistem / Kelahiran kembali menjadi kuat / Akademi Sihir / Harem / Elf
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ex_yu

Mati sebelum kematian, itulah yang dirasakan oleh Jeno Urias, pria usia 43 tahun yang sudah lelah dengan hidupnya. keinginannya hanya satu, mati secara normal dan menyatu dengan semesta.

Namun, Sang Pencipta tidak menghendakinya, jiwa Jeno Urias ditarik, dipindahkan ke dunia lain, Dunia Atherion, dunia yang hanya mengenal kekuatan sihir dan pedang. Dunia kekacauan yang menjadi ladang arogansi para dewa.

Kehadiran Jeno Urias untuk meledakkan kepala para dewa cahaya dan kegelapan. Namun, apakah Jeno Urias sebagai manusia biasa mampu melakukannya? Menentang kekuasaan dan kekuatan para dewa adalah hal yang MUSTAHIL bagi manusia seperti Jeno.

Tapi, Sang Pencipta menghendaki Jeno sebagai sosok legenda di masa depan. Ia mendapatkan berkah sistem yang tidak dimiliki oleh siapa pun.

Perjalanan panjang Jeno pun dimulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ex_yu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14. Kekalahan Memalukan.

Bab 14. Kekalahan yang Memalukan.

Amelia menyipitkan mata dengan ekspresi yang sulit dibaca. Dalam sepersekian detik, otaknya bekerja dengan kecepatan yang luar biasa, memproses berbagai kemungkinan dan strategi.

Dia menyadari bahwa Arbelista, dengan keangkuhan dan kepercayaan diri yang berlebihan, adalah alat yang sempurna untuk mengatasi situasi yang memalukan ini. Jika Arbelista menang, maka kekalahan Amelia dapat dijelaskan sebagai kecelakaan. Jika Arbelista kalah... well, itu bukan tanggung jawabnya.

"Arbelista," katanya dengan nada yang dirancang untuk terdengar khawatir namun sebenarnya penuh dengan manipulasi yang halus, "jika sesuatu terjadi padamu, aku tidak bisa bertanggung jawab. Ini keputusanmu sendiri."

Kalimat itu mengandung dua pesan: secara eksplisit memberikan peringatan dan melepaskan tanggung jawab, namun secara implisit memberikan izin dan dorongan untuk melanjutkan.

Arbelista mengangkat pedang sucinya dengan gerakan yang penuh dengan kepercayaan diri yang berlebihan: "Nyonya Amelia tidak perlu mengkhawatirkan diriku. Cukup berikan dukungan sihir yang diperlukan. Monster ini akan kujadikan debu di bawah pedang suci ini!"

Suaranya bergema dengan keyakinan yang absolut: keyakinan yang lahir dari puluhan tahun pelatihan, ratusan pertempuran, dan indoktrinasi yang mendalam tentang superioritas kekuatan suci.

Namun ada sesuatu dalam matanya, sekilas ada keraguan yang coba ditekan, yang mengungkapkan bahwa di lapisan terdalam kesadarannya, ia menyadari bahwa lawan yang dihadapinya bukanlah sesuatu yang pernah ia temui sebelumnya. Bahkan karena tidak ingin harga diri jatuh, ia mengabaikan peringatan sistemnya.

Amelia mengangkat tongkat kristal Mithril-nya dengan gerakan yang penuh dengan ritual dan kekhidmatan. Ujung tongkat mulai berkilau dengan cahaya yang berpulsasi, seolah jantung yang berdetak dengan irama yang tidak wajar.

"Roh Peningkatan, perhatikan panggilanku," bisiknya dengan suara yang mengalir seperti mantra kuno. "Berikan restu-Mu kepada prajurit suci ini."

Tiga lingkaran cahaya muncul di sekitar Arbelista, masing-masing dengan warna yang berbeda: emas untuk kekuatan, perak untuk kecepatan, dan putih untuk ketahanan. Setiap lingkaran berputar dengan harmoni yang sempurna, menciptakan resonansi yang membuat udara bergetar.

Arbelista merasakan transformasi yang luar biasa dalam tubuhnya. Otot-ototnya mengencang dengan kekuatan yang melampaui batas manusia normal. Refleksnya bertajam sampai ia bisa merasakan setiap gerakan debu di udara. Tubuhnya menjadi ringan seperti bulu, namun sekuat baja tempa.

"Teknik Pedang Suci," serunya dengan suara yang menggetarkan langit, "Heaven's Fang Thrust!"

Pedang sucinya diselimuti aura cahaya keemasan yang memanjang sampai tiga kali lipat dari ukuran normal. Energi suci yang mengalir melalui bilahnya menciptakan distorsi visual yang membuat udara tampak bergelombang.

Dengan kecepatan yang menembus batas suara, ia meluncur ke arah Jeno. Setiap langkah meninggalkan jejak cahaya di udara. Suara boom sonik bergema di arena ketika tubuhnya memecah barrier kecepatan.

Namun di mata Jeno, seluruh gerakan itu terlihat seperti film slow motion yang diputar dalam kecepatan yang membosankan. Setiap gerakan Arbelista dapat diprediksi dengan mudah, bukan karena gerakannya itu lambat, tapi karena Jeno beroperasi dalam tingkat realitas yang berbeda.

Dengan gerakan yang hampir malas, Jeno sedikit memiringkan tubuhnya ke kiri. Pedang suci yang berkilau dengan kekuatan yang cukup untuk membelah gunung meluncur melewati dadanya dengan selisih beberapa sentimeter.

"MUSTAHIL—" kata-kata Arbelista terpotong ketika ia merasakan sesuatu yang ringan menyentuh perutnya.

Pukulan Jeno, yang bahkan tidak bisa disebut sebagai pukulan, lebih seperti sentuhan yang disengaja, menghantam tepat di tulang rusuk Arbelista.

Tidak ada ledakan dramatis. Tidak ada efek visual yang mencolok. Hanya sentuhan yang hampir lembut.Namun efeknya mengerikan.

KREEEEK!

Suara tulang rusuk yang retak bergema seperti simfoni destruksi. Satu, dua, tiga... hampir semua tulang rusuk Arbelista hancur seketika. Organ-organ internal bergeser dari posisinya. Sistem sarafnya mengalami shock yang luar biasa.

"AAARRRGGHHHH!"

Teriakan kesakitan yang mengerikan keluar dari mulut Arbelista, suara yang tidak seharusnya bisa keluar dari tenggorokan manusia. Ini adalah teriakan jiwa yang tersiksa, bukan hanya tubuh yang terluka.

DOOOOOM!

Tubuhnya terlempar dengan kecepatan yang luar biasa, menembus udara seperti proyektil artileri. Ia menghantam dinding tribun dengan kekuatan yang membuat seluruh struktur bergetar.

BRAAAAK! KRAAAK!

Batu-batu runtuh. Debu mengepul. Retakan muncul di seluruh bagian dinding yang terkena dampak. Beberapa penonton yang duduk di dekat Arbelista berteriak panik dan berlarian.

Pada saat yang bersamaan, Amelia yang telah mempersiapkan serangan jarak jauh, telah menyelesaikan mantranya dengan konsentrasi yang mencengangkan:

"Api Suci, perhatikan perintahku-BOLA API LEVEL TIGA!"

Bola api yang muncul di ujung tongkatnya bukan hanya sekedar sihir api biasa. Ini adalah manifestasi dari kemarahan yang dimurnikan, api yang diberkati dengan energi suci yang dapat membakar tidak hanya tubuh, tapi juga jiwa.

Diameter bola api mencapai satu meter, berputar dengan kecepatan yang menciptakan pusaran udara panas. Temperaturnya mencapai level yang dapat melelehkan logam dalam hitungan detik. Udara di sekitarnya bergetar karena panas yang luar biasa.

"FIREBALL!" teriaknya dengan suara yang penuh dengan kepahitan dan dendam.

Bola api meluncur menuju Jeno dengan kecepatan yang menakjubkan, meninggalkan jejak panas yang membuat tanah di sepanjang lintasannya terbakar spontan. Beberapa penonton yang terlalu dekat mundur dengan wajah yang memerah karena panas.

Jeno menatap bola api yang mendekatinya dengan ekspresi yang bahkan tidak bisa disebut sebagai ketertarikan. Seolah dia melihat awan yang bergerak di langit, menganggap fenomena alam yang tidak memerlukan respon khusus.

Dengan gerakan yang santai, ia mengangkat satu tangan, bukan dalam posisi defensif, tapi seperti seseorang yang akan menepuk debu dari pakaiannya.

"Terlalu lemah," gumamnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.

SRAAAAAK!

Pukulan sederhana ke arah bola api. Tidak ada energi yang terlihat. Tidak ada efek visual yang dramatis. Hanya gerakan tangan yang biasa-biasa saja. Namun efeknya menantang setiap hukum fisika yang dikenal:

BUSSSH!

Bola api yang bertemperatur ribuan derajat Celsius menghilang seketika: tidak meledak, tidak terbakar habis, tidak diserap. Benar-benar menghilang seperti tidak pernah ada.

Angin sejuk tiba-tiba menyapu arena, menggantikan udara panas yang tadi membakar. Seolah alam semesta sendiri yang mengintervensi untuk mengembalikan keseimbangan.

Seluruh arena terdiam dalam keheningan yang tidak natural. Tidak ada suara napas. Tidak ada detak jantung. Bahkan angin berhenti bertiup.

Setiap orang yang menyaksikan kejadian itu, merasakan sesuatu yang fundamental dalam pemahaman mereka tentang realitas hancur berkeping-keping. Apa yang baru saja mereka saksikan melampaui batas-batas keajaiban, sihir, atau bahkan mukjizat.

Ini adalah demonstrasi kekuatan yang beroperasi di luar hukum alam itu sendiri.

Amelia tidak bisa berkata-kata. Sistem sihirnya berteriak dengan peringatan yang tidak masuk akal, bahkan mengejek:

[ANALISIS GAGAL: FENOMENA MELAMPAUI PARAMETER YANG DIKENAL]

[REKOMENDASI: EVAKUASI SEGERA]

[PERINGATAN: LAWAN BUKAN ENTITAS YANG DAPAT DILAWAN. TERNYATA ANDA BODOH]

Bahkan para petualang veteran yang pernah menyaksikan naga kuno bernapas api, yang pernah melihat archmage level tinggi bertarung, yang pernah berhadapan dengan demon lord, seketika semua orang terdiam dalam ketakutan mendalam.

Dari antara penonton, suara seorang petualang peringkat B yang bergetar karena syok memecah keheningan:

"Amelia Silverleaf... Arbelista... Dua lawan satu... Dengan enhancement dan blessing... Serius... Dan ini hasilnya?"

Suaranya mengandung ketidakpercayaan yang mendalam, bukan terhadap hasil pertarungan, tapi terhadap realitas itu sendiri. Seolah dia baru saja menyaksikan matahari terbit dari selatan. 'MUSTAHIL' hanya kata itu yang tepat diucapkan.

Komentar itu menggema di seluruh arena, menciptakan gelombang gumaman yang tidak nyaman dari para penonton, mereka mulai menyadari bahwa apa yang disaksikan akan mengubah pemahaman mereka tentang dunia ini.

Jeno melangkah ke arah Arbelista dengan ketenangan seperti seorang veteran. Setiap langkahnya menggema di arena yang menjadi sunyi, menciptakan ritme mengerikan seperti detak jantung yang melambat menuju kematian.

Arbelista kini tergolek, hampir seluruh tulang rusuknya hancur, membuatnya memuntahkan darah. Pedangnya retak. Aura sucinya memudar.

"Buktikan janjimu," kata Jeno, suaranya tenang, tapi seperti palu dewa di kepala semua orang. "Kau harus menggorok lehermu sendiri, kesatria pemberani!"

Arbelista menangis tanpa suara. Tangannya gemetar. Ia memandang sekeliling. Tidak ada satu pun yang datang menolong. Bahkan Amelia memalingkan wajah.

"Tidak... tidak seperti ini... aku... aku... aku—"

ZRAAK!

Tiba-tiba, sebilah pisau dilempar dari tribun. Pisau itu menancap tepat di depan Arbelista. Semua menoleh. Ternyata Justus yang melemparkannya.

"Janji adalah kehormatan seorang Kesatria Suci. Tunjukkan... atau kau selamanya akan menjadi aib bagi Kerajaan Lumina dan Kota Velden," ucap Justus seperti seorang hakim yang memvonis tersangka.

Rinka menutup mulutnya. Doru menunduk tak berani melihat. Sementara Amelia Silverleaf, sampai tidak bisa menyerang lagi karena sistemnya tiba-tiba error.

Arbelista menggigil. Ia mengambil pisau itu... dan dengan suara bergetar. "Maafkan aku... Ayah... Amelia... Dewa Aetherian... aku gagal..."

Ia mengarahkan pisau ke lehernya.

Tapi sebelum darah menetes, Jeno menahan tangannya. Semua orang terkesiap melihat.

"Bukan karena aku kasihan." Jeno menatapnya dingin. "Tapi karena kau tak layak mati dengan kehormatan. Hidup sajalah... sebagai pecundang."

Tak bisa menahan rasa malu dan luka parah, Arbelista akhirnya jatuh pingsan.

Jeno berdiri, menatap ke arah Amelia. Wanita itu menggunakan tongkatnya untuk menahan tubuhnya yang lemas, ekspresi wajah tak berdaya, meneteskan air mata karena baru pertama kali dikalahkan dengan cara memalukan dan MUSTAHIL.

1
black swan
...
Kang Comen
Udh OP malah gk bisa terbang ????
Situ Sehat ??!
Kang Comen
lah mkin trun jauh kekuatan nya....
Buang Sengketa
masih pingin baca petualangan excel 😁
Stra_Rdr
kerennnn🔥🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!