NovelToon NovelToon
Di Waktu 24 Jam

Di Waktu 24 Jam

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Rumahhantu / Mata Batin / Kumpulan Cerita Horror / Hantu / Roh Supernatural
Popularitas:755
Nilai: 5
Nama Author: ashputri

Kumpulan Cerita Pendek Horor

Tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Mereka selalu memperhatikan kita, setiap waktunya. Tidak peduli itu pagi, siang, sore, atau malam. Selama 24 jam kita hidup bersama mereka.

Jangan merasa tenang ketika matahari masih muncul di hadapan kita. Mereka tetap akan memberitahu jika mereka ada, walaupun ketika matahari masih bertugas di langit atas. Bukan hanya malam, mereka ada setiap waktunya. 24 jam hidup berdampingan bersama kita.

Mereka ada, melakukan kegiatan layaknya manusia. Mereka bisa melihat kita, tetapi kita belum tentu bisa melihat mereka. Hanya ada beberapa yang bisa merasakan kehadiran mereka, tanpa bisa melihatnya.

Apa yang akan kamu lakukan, jika kamu bersama mereka tanpa sadar. Apa yang akan kamu lakukan, jika mereka menampakkan dirinya di depan kamu. Mereka hanya ingin memberitahu jika mereka ada, bukan hanya kita yang ada di dunia ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ashputri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6. Sosok di Tengah Malam

Rifa mempersiapkan beberapa keperluannya untuk bisa mengikuti kegiatan upacara besok pagi. Ia mencoba mengecek satu persatu keperluan yang sudah ia siapkan, memastikan tidak ada yang terlewat nantinya.

"Rifa!!"

Rifa langsung menoleh saat mendengar suara seseorang memanggil namanya. Ia menatap ke arah mamanya yang berdiri di depan pintu kamar, "kenapa?"

"Jangan lupa abis ini makan malam," ucap Kalila pada anaknya.

"Iya."

"Udah sholat Isya?" tanya Kalila memastikan.

Rifa menganggukkan kepalanya dengan cepat, "udah."

Kalila menganggukkan kepalanya mengerti seraya melangkah kembali menuju dapur.

"Topi udah, dasi udah, kaos kaki udah." Rifa mengabsen satu persatu perlengkapan upacaranya, memastikan tidak ada yang terlewat satupun. Bisa-bisa besok pagi ia akan dihukum jika tidak memakai atribut upacara lengkap.

"Ikat pinggang udah, sepatu hitam ada di belakang." Rifa tersenyum senang, "akhirnya selesai juga."

Setelah selesai, ia melangkah menuju dapur untuk menemui mamanya yang sedang memasak. Ia membuka tudung saji yang menutupi setengah meja makan untuk melihat lauk yang Kalila masak.

"Makan yang banyak," ucap Kalila saat melihat Rifa yang mengambil piring kosong di dapur.

"Iya Mah," balas Rifa singkat.

Rifa mulai mengambil nasi dan beberapa lauk pauk untuk memulai makan. Ia melangkah menuju ruang tamu dan menyalakan televisi, setidaknya ketika ia makan suasana tidak terlalu sepi.

"Makan dulu baru nonton tv," ucap Kalila memperingati.

Rifa menoleh ke arah Kalila seraya menganggukkan kepalanya mengerti. Ia menyuapkan nasi ke dalam mulutnya dengan mata yang sibuk menatap layar televisi.

"Mama tidur duluan ya."

"Iya Mah, nanti Rifa abis makan juga mau langsung tidur," balas Rifa seraya memakan kembali makanannya.

"Jangan langsung tidur gak baik buat kesehatan," ucap Kalila mengingatkan.

"Hm."

Mendengar jawaban dari anaknya, ia langsung masuk ke dalam kamar. Meninggalkan Rifa yang sibuk memakan makanannya seraya menatap acara di televisi.

"Jangan malem-malem tidurnya!! Besok bangun pagi, upacara," teriak Kalila dari dalam kamar.

"Iya."

Beberapa menit kemudian Rifa menyelesaikan makannya, ia beranjak menuju dapur untuk menaruh piringnya yang telah kosong tak tersisa. Ia menghela napas lega saat air mineral melewati kerongkongannya yang terasa kering.

Ia melangkah mematikan televisi yang masih menyala untuk segera beristirahat di kamarnya. Ia masuk ke dalam kamar seraya memainkan ponselnya yang terus berbunyi.

Beberapa menit memainkan ponselnya, ia memutuskan untuk beranjak tidur. Matanya sudah terasa memberat untuk terus terjaga, apalagi dirinya tidak terlalu suka jika terus-terusan begadang.

Lampu kamar ia matikan, pintu tetap terbuka lebar agar cahaya lampu ruangan depan masuk ke dalam kamarnya. Ia menarik selimutnya hingga sebatas leher agar tidak kedinginan. Lalu ia memejamkan matanya untuk mulai tertidur. Bisa bahaya jika upacara besok ia datang terlambat.

•••

Rifa mengerjapkan matanya beberapa kali karena terbangun dari tidur nyenyaknya. Ia menatap langit-langit kamar dengan kening berkerut. Dirinya menoleh ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul dua dini hari.

"Kok gue bisa bangun ya?" gumamnya.

Ia terus menatap langit-langit kamarnya dengan bingung. Ia tidak biasa terbangun pada tengah malam, kecuali jika ia lupa menunaikan ibadah sholat Isya.

"Gue kan udah sholat Isya, gak biasanya gue bangun kalau udah sholat," ujarnya dengan bingung.

Rifa memutar tubuhnya menghadap jendela, mencoba untuk tidur kembali. Beberapa jam lagi Kalila pasti akan membangunkan dirinya untuk bangun dan bersiap-siap. Ia tidak ingin saat mamanya membangunkan dirinya, ia masih merasa mengantuk karena terbangun pada pukul dua dini hari.

Ia berdecak sebal saat rasa kantuknya menghilang. Ia sudah mencoba untuk memejamkan matanya agar bisa tertidur kembali, tetapi rasa kantuknya tidak kunjung datang.

Hawa di kamarnya tiba-tiba berubah menjadi sangat dingin. Ia menarik selimutnya kembali hingga sebatas leher agar tidak kedinginan. Ia terdiam saat merasakan sesuatu dari arah belakangnya.

Dengan perasaan ragu, ia membalikkan tubuhnya menghadap ke arah pintu kamar yang terbuka. Ia terdiam dengan tatapan lurus ke arah pintu kamar. Jantungnya langsung berdegup kencang saat ia melihat seorang Kakek-kakek berdiri di pintu kamarnya.

Tidak ada yang aneh dari Kakek-kakek tersebut, bentuknya seperti manusia pada umumnya. Hanya saja wajahnya yang datar terlihat sangat pucat. Tatapannya pun terlihat sangat tajam ke arah Rifa yang terdiam di atas kasurnya.

Rifa mencoba membuka mulutnya untuk berteriak. Ia terus mencoba berteriak walaupun tidak ada suara yang keluar dari tenggorokannya. Kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya dengan terus mencoba untuk mengubah posisi tubuhnya yang sulit digerakkan.

Dia siapa? batin Rifa dengan takut.

Anggota keluarga di rumahnya tidak ada seorang Kakek-kakek, di rumah hanya ada dirinya dan juga kedua orang tuanya. Kedua kakaknya sudah menikah dan tinggal di rumah masing-masing. Ia tidak tau siapa Kakek-kakek itu, rasanya sangat mustahil jika itu salah satu teman ayahnya.

Makin lama, jarak Kakek-kakek tersebut dengan Rifa semakin dekat. Ia mulai gelisah, rasa takut sudah menguasai dirinya. Ia ingin berteriak dengan kencang, tapi entah kenapa suaranya tidak bisa dikeluarkan. Bahkan untuk bergerak pun rasanya sangat sulit, seperti ada sesuatu yang menahan tubuhnya agar tidak bergerak.

Ia mengerjapkan matanya terkejut saat sosok tersebut ada di depannya. Tatapannya terus menatapnya dengan tajam. Ia ingin memalingkan wajahnya agar tidak terus menatap wajah sosok di depannya. Namun rasanya sangat sulit untuk berpaling, ia seperti dipaksa untuk terus menatap sosok di depannya.

Dalam hati ia mulai membacakan beberapa doa untuk mengusir sosok di depannya. Tubuh Rifa bergetar hebat karena wajah Kakek tersebut semakin dekat dengan wajahnya.

Ia mencengkram selimutnya dengan erat, mencoba kembali membuka mulutnya untuk berteriak. Rasanya ia ingin menangis dengan kencang saat dirinya tidak bisa membuka suara dari dalam kerongkongannya. Saat ini dirinya sudah benar-benar takut dengan sosok yang terus menatap dirinya.

"To... Long...."

Rifa sedikit bernapas lega saat ia sudah bisa mengeluarkan suaranya. Walaupun kecil tetapi ia berusaha agar suaranya bisa kencang dan terdengar untuk meminta pertolongan.

Ia menoleh saat mendengar suara pintu terbuka dengan pelan. Ia menatap ke arah ayahnya yang baru saja keluar dari dalam kamar. Ia membuka mulutnya kembali, mencoba untuk berteriak agar ayahnya sadar jika ia membutuhkan pertolongan.

"To... Long...."

Rifa semakin ingin menangis saat ayahnya tidak mendengar suaranya. Ia terus mencoba untuk berteriak agar ayahnya menoleh ke arah kamarnya. Ia tidak bisa bergerak, hanya suara kecil yang bisa ia keluarkan saat ini.

"Ayah... To... Long...."

Ia melirik ke arah sosok di depannya, Kakek-kakek tersebut masih terus menatap ke arahnya dengan wajah datar dan mata yang tajam. Air matanya sudah turun membasahi pipinya karena rasa takut. Ia bisa merasakan jika pakaiannya terasa sangat basah karena keringat. Ia seperti terbelenggu oleh tali tak kasat mata, ia tidak bisa melakukan apapun selain terus diam di atas kasur.

Ia menangis terisak saat ayahnya kembali masuk ke dalam kamar tanpa tau keadaannya. Ia berharap hal ini segera berakhir dan sosok tersebut pergi menghilang.

Karena berteriak sangat sulit, ia mencoba untuk menciptakan suara-suara agar ayahnya sadar jika dirinya membutuhkan pertolongan. Bahkan ia merasa suara isak tangisnya sudah bisa terdengar dari luar jendela kamarnya.

"Rifa?"

Rifa menoleh ke arah jendela kamarnya saat mendengar namanya dipanggil.

"Rifa? Itu kamu yang nangis?"

Ia menelan salivanya susah payah untuk membasahi kerongkongannya yang terasa kering. Ia membuka suaranya untuk meminta pertolongan, berharap seseorang yang berada di luar mengerti jika ia membutuhkan bantuan.

"To... Long...."

"Rifa?! Sebentar ya, saya ke ketuk pintu rumah kamu. Biar Mama sama Papa kamu bangun."

Rifa memejamkan matanya dengan air mata yang terus mengalir karena merasa lega. Ia akan terselamatkan dari sosok Kakek-kakek yang terus menatapnya dengan tajam.

Tak lama ia mendengar suara ketukan pintu utama yang diketuk, disusul suara tetangganya yang memanggil nama Ayah dan ibunya. Tak membutuhkan waktu lama, kedua orang tua Rifa keluar dari dalam kamar. Mereka melangkah menuju pintu utama untuk melihat seseorang yang terus mengetuk rumah mereka.

"Iya?"

"Maaf mengganggu malam-malam, Rifa sepertinya sedang sakit. Soalnya tadi saya melewati jendela kamar Rifa seperti mendengar suara orang lagi menangis."

Rifa menggelengkan kepalanya pelan, ia tidak sakit. Dirinya sangat sehat, tetapi sosok yang terus menatapnya membuat tubuhnya menggigil hebat. Ia bisa bernapas lega saat mendengar suara langka kaki mendekat ke arah kamarnya.

Tak lama Kalila melangkah masuk ke dalam kamarnya dengan wajah khawatir, "Rifa?" Ia mengelap keringat yang terus menetes dari keningnya anaknya itu.

Tatapan mata Rifa terus menatap ke arah sosok Kakek-kakek yang masih berada di dalam kamarnya. Ia bisa melihat jika semakin lama sosok tersebut terbang menjauh dan berdiri di depan pintu kamar.

"Bentar Mama ambilin baju ganti." Kalila melangkah menuju lemari pakaian untuk mengambil satu stel baju tidur untuk anaknya.

"Pusing?" tanya Leon yang baru saja masuk ke dalam kamar.

Rifa menggelengkan kepalanya dengan pelan sebagai jawaban atas pertanyaan ayahnya. Tatapan matanya terus menatap ke arah sosok Kakek-kakek tersebut yang semakin lama semakin memudar.

"Kamu kenapa sih? Padahal tadi sehat-sehat aja, tapi kok sekarang malah sakit," tanya Kalila dengan bingung.

Ingin rasanya Rifa bercerita bahwa ia tidak sakit, dirinya sangat sehat. Tetapi ia tidak tau kenapa sosok tersebut sangat berpengaruh sekali pada tubuhnya. Rasanya seperti ditahan oleh sesuatu berukuran besar agar ia tidak bisa bergerak maupun bersuara.

•••

1
Desmar Sagitarius Chiputry Thanjung
Tiap bab beda orang dn ceritaa..
Desmar Sagitarius Chiputry Thanjung
Aneh ini cerita tip bab beda2 orang..
ashputri: halo kak, setiap bab beda cerita karena ini cerpen ya kak. Bukan novel, cerpen akan habis di satu bab aja. Jadi di sini setiap babnya beda-beda ceritanya 😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!