NovelToon NovelToon
Chaotic Destiny

Chaotic Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Mengubah Takdir / Epik Petualangan / Perperangan / Light Novel
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: Kyukasho

Ratusan tahun lalu, umat manusia hampir punah dalam peperangan dahsyat melawan makhluk asing yang disebut Invader—penghancur dunia yang datang dari langit dengan satu tujuan: merebut Bumi.

Dalam kegelapan itu, lahirlah para High Human, manusia terpilih yang diinkarnasi oleh para dewa, diberikan kekuatan luar biasa untuk melawan ancaman tersebut. Namun kekuatan itu bukan tanpa risiko, dan perang abadi itu terus bergulir di balik bayang-bayang sejarah.

Kini, saat dunia kembali terancam, legenda lama itu mulai terbangun. Para High Human muncul kembali, membawa rahasia dan kekuatan yang bisa menyelamatkan atau menghancurkan segalanya.

Apakah manusia siap menghadapi ancaman yang akan datang kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyukasho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 26 Remake: Tangan Kanan Raja

Lima hari telah berlalu sejak pertempuran itu berakhir. Matahari silih berganti datang dan pergi di balik jendela besar kamar VIP Guild, namun di sisi ranjang, tubuh Aria masih terbaring tanpa tanda-tanda akan membuka matanya.

Sho duduk di kursi yang sama sejak hari pertama. Pandangannya kosong, tangan kanannya terus menggenggam jemari Aria yang dingin. Sekali-sekali ia mengusap punggung tangan itu, berharap hangatnya bisa mengalir dan membangunkan gadis yang ia kenal sejak kecil—meski dulu, mereka jarang benar-benar dekat.

“Aku... Tidak tahu harus berbuat apa lagi,” gumamnya lirih, suaranya nyaris tenggelam di keheningan ruangan.

Di dalam pikirannya, Persephone menatapnya dengan sorot mata lembut, meski ada rasa lelah di sana. “Sho, dengarkan aku. Keadaan ini... Bukan sepenuhnya salahmu. Luka di tubuhnya sudah mulai sembuh, hanya saja jiwanya masih beristirahat.”

Sho menghela napas berat. “Istirahat? Atau... dia tidak ingin kembali?” Suaranya serak, mengandung getir.

Persephone mendekat, jemari halusnya menyentuh bahu Sho—meski sentuhan itu hanya bisa ia rasakan dalam ranah kesadaran. “Kau tidak boleh berpikir seperti itu. Gadis itu bukan tipe orang yang menyerah begitu saja. Dia hanya terjebak... Sama seperti dirimu saat itu.”

Hening sejenak. Sho memalingkan wajahnya, menatap keluar jendela, namun pikirannya tetap berada di sisi ranjang itu. Meskipun Persephone berhasil menenangkannya, Sho tahu ketenangan ini hanya sementara. Ada rasa takut yang mengendap di dasar hatinya—takut jika Aria tidak akan kembali sama sekali.

Namun untuk saat ini, ia memilih untuk tetap duduk di sana. Menjaga. Menunggu. Karena itu satu-satunya hal yang masih bisa ia lakukan.

Ketukan lembut terdengar di pintu kamar VIP Guild, memecah keheningan yang telah berlangsung berhari-hari. Sho, yang duduk di sisi ranjang Aria, menoleh dengan tatapan lelah. Ia berdiri perlahan, membuka pintu.

Di ambang pintu berdiri seorang wanita cantik nan anggun. Rambut pirang panjangnya tergerai bagaikan aliran emas, berkilau diterpa cahaya lampu. Matanya berwarna hitam pekat, berkilau tajam seolah menyimpan rahasia yang tak terucap.

“Aku Zenith,” ucapnya lembut namun tegas, suaranya seperti musik yang memiliki wibawa. “Tangan kanan Raja Noah Vixen, penguasa Vixen.”

Refleks, Sho menunduk dalam-dalam, seakan tubuhnya sendiri memaksa untuk menghormatinya. Ada sesuatu pada aura wanita ini yang membuatnya tak bisa menatap lama. Namun Zenith hanya tersenyum tipis.

“Tak perlu kaku begitu,” katanya. “Santai saja.”

Sho mengangguk canggung, meski jantungnya masih berdebar.

Zenith lalu melangkah masuk, menatap Aria yang masih terbaring dengan nafas teratur namun belum juga membuka mata. Tanpa basa-basi, ia berkata pelan namun penuh keyakinan. “Dalam enam puluh detik... Dia akan sadar.”

Sho menatapnya tak percaya. “Enam puluh detik? Tidak mungkin—”

Namun detik demi detik berlalu, dan tepat ketika hitungan ke-60 terlintas di benak Sho, kelopak mata Aria bergetar. Perlahan, tangan nya bergetar perlahan, seakan-akan mencoba untuk bergerak.

Sho tercekat, nyaris tak mampu berkata apa-apa.

Zenith, tanpa memberi penjelasan, berbalik menuju pintu. Ia membuka pintu sedikit, lalu berhenti sejenak, menoleh pada Sho.

“Temui aku lima hari lagi di Istana Vixen,” ucapnya tenang, lalu melempar sebuah surat yang melayang tepat ke meja di sisi ranjang.

Pintu tertutup pelan, meninggalkan keheningan dan tatapan bingung Sho pada amplop yang kini tergeletak di sana.

Begitu pintu tertutup setelah Zenith meninggalkan kamar, kesunyian kembali mengisi ruangan VIP itu. Hanya terdengar deru napas pelan dari Aria yang masih terbaring.

Sho duduk di tepi ranjang, menatap wajah gadis itu yang pucat namun tetap memancarkan ketenangan. Ia menghela napas panjang, mencoba menepis kegelisahan yang masih bersarang di dadanya.

Dan tiba-tiba—kelopak mata Aria terbuka. Sho membeku, matanya membelalak. Perlahan, mata kuning keemasan itu terbuka, menatap kosong ke langit-langit sebelum akhirnya beralih ke wajah Sho.

“...Sho?” Suara Aria terdengar serak, nyaris seperti bisikan.

Sho tidak sempat menjawab. Refleks, ia memeluk Aria erat-erat, seakan takut jika gadis itu akan menghilang lagi. Air mata yang ditahannya lima hari terakhir akhirnya pecah, jatuh membasahi bahu Aria.

“Aria... Syukurlah... Kau kembali...” suaranya bergetar, memuat seluruh rasa lega, takut, dan rindu yang menumpuk selama ini.

Aria terdiam sejenak, lalu perlahan membalas pelukan itu, meskipun tangannya terasa lemah dan tubuhnya hampir mati rasa. Ia bahkan nyaris tidak merasakan genggamannya sendiri, tapi ia tetap berusaha memeluk balik Sho.

“Aku... Di sini...” Jawab Aria pelan, senyum tipis terukir di wajahnya meski matanya sedikit sayu.

Pelukan itu berlangsung lama, hanya diiringi kehangatan yang mengalir di antara keduanya. Hingga akhirnya, Sho melepaskan pelukan itu dengan hati-hati, memastikan Aria nyaman di tempat tidurnya.

“Beristirahatlah... Aku akan kembali sebentar lagi.”

Tanpa menunggu jawaban, Sho bergegas keluar kamar, menuruni tangga menuju aula utama guild.

Begitu tiba, ia langsung menghampiri petugas bar, suaranya tegas tapi penuh semangat.

“Siapkan makanan sebanyak yang kalian bisa—sup hangat, roti, buah, apa saja. Semua untuk dibawa ke lantai atas.”

Petugas sempat menatapnya dengan alis terangkat. “Untuk satu orang?”

Sho hanya mengangguk tanpa ragu. “Ya... Untuknya.”

---

Lima hari telah berlalu sejak Aria terbangun dari tidur panjangnya.

Kini warna di wajahnya telah kembali, meskipun ada sedikit rona merah malu setiap kali Sho menyuapi makanan ke mulutnya.

Sho, dengan sikap penuh perhatian, tak pernah membiarkan piring Aria kosong. Bahkan di malam-malam sunyi, ia masih turun ke dapur guild hanya untuk membawa camilan hangat bagi Aria.

Perlahan tapi pasti, tubuh Aria pulih—dan sedikit... Mengembang.

“Ugh... Rasanya aku jadi lebih berat dari biasanya...” Keluhnya sambil memegang perut, setengah bercanda, setengah protes.

Suara tawa renyah Apollo terdengar di sudut ruangan, meskipun hanya Aria yang bisa mendengarnya.

“Hahaha! Seperti nya sebentar lagi kau akan meledak jika diberi makan lagi!”

Aria mengerutkan kening dan mendengus kesal, sementara Sho hanya tersenyum kecil, seolah tidak tahu apa yang dibicarakan sang dewa.

Hari itu, seperti yang dijanjikan, Sho dan Aria meninggalkan guild menuju Istana Vixen. Udara pagi terasa segar, namun suasana kota dipenuhi tatapan penasaran para penduduk yang melihat mereka. Jalan utama menuju istana dipenuhi patung-patung megah dan bendera hitam-emas dengan lambang singa bersayap.

Setibanya di gerbang istana, dua ksatria bersenjata lengkap segera menghadang.

“Hentikan! Apa urusan kalian di istana?” Salah satu dari mereka bertanya dengan suara tegas.

Sho merogoh sakunya, mengeluarkan surat bersegel emas yang diberikan Zenith lima hari lalu, dan menyerahkannya.

Begitu melihat lambang resmi di segel itu, kedua ksatria saling pandang, lalu menunduk hormat.

“Silakan masuk,” ujar salah satu dari mereka sambil mempersilakan jalan.

Pintu gerbang raksasa terbuka, memperlihatkan lorong panjang berlantai marmer putih yang mengilap. Di kanan-kiri, pilar-pilar menjulang dengan ukiran naga dan singa yang terlihat hampir hidup. Aria dan Sho melangkah masuk, langkah kaki mereka menggema di antara keheningan megah istana.

Di balik pintu besar di ujung lorong itu, sebuah pertemuan yang akan mengubah takdir mereka menunggu dalam diam.

1
That One Reader
baiklahh udah mulai terbayang wujud dan sifat karakternya
That One Reader
hmmm... "matanya masih merah, bukan karena kekuatannya", "Kekuatan" yang dimaksud gimana yh? tapi awal ketemuan sama Aria lumayan berkesan sii
That One Reader
welp.. prolognya okee
Sandra
simingit kikik:v
Cyno
Semangat author
Cyno
Ceritanya seru
Cyno
kalau sho bisa mengubah bident sesuka hati apa nanti aria bisa mengubah bow dia juga? menarik
J. Elymorz
Huhuu shoo/Cry/
Sandra
anjay pahlawan datang tapi bapaknya Aria... :(
Sandra
aku ga tau mau komen apa tapi mau lanjut!!
Sandra
kereennn!! semangat kak!!!
J. Elymorz
sho.. hikss /Cry//Cry/
J. Elymorz
omaigatt di remake, apakah alur ceritanya lebih ke arah romance? hmmzmz/Applaud//Applaud/
J. Elymorz
lucuuuu
J. Elymorz
lucuuuu, sifat mereka berbanding terbalik
J. Elymorz
yahh hiatus/Cry/

semogaa hp nya author bisa sehat kembali, dan semoga di lancarkan kuliahnya, sehat sehat yaa author kesayangan kuu/Kiss//Kiss/
J. Elymorz
gila... hollow bener' gila
Soul Requiem
Ini Saya, Kyukasho, untuk sementara Chaotic Destiny Akan Hiatus dikaenakan HP saya rusak/Frown/
J. Elymorz: /Cry//Cry//Cry/
total 1 replies
J. Elymorz
ouh oke.. kelakuan bodoh dari krepes ternyata berguna, bagus krepes
J. Elymorz
si krepes dateng tiba-tiba banget plss, krepes jangan jadi beban yh/Grievance//Grievance/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!