NovelToon NovelToon
Always Gonna Be You

Always Gonna Be You

Status: tamat
Genre:Romantis / Cinta Seiring Waktu / Tamat
Popularitas:4.2M
Nilai: 5
Nama Author: Sephinasera

Season 2


Bersama Rendra -The young and dangerous-, Anggi menjalani kehidupan baru seperti menaiki wahana rollercoaster.

Kebahagiaan dan kesedihan datang silih berganti.
Sempat jatuh, namun harus bangkit lagi.

Hingga akhirnya Anggi bisa berucap yakin pada Rendra, "It's always gonna be you."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sephinasera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6. Love Is In The Air

Anggi

Setelah beberapa hari kemarin disibukkan dengan urusan mengembalikan toga, mengambil ijazah dan transkrip nilai, lalu mengirimkan sejumlah surat lamaran kerja, hari minggu ini Rendra mengajaknya pergi, "Kamu pasti suka."

Hampir satu jam lebih mereka berkendara, jauh keluar dari pusat kota. Melewati medan jalan berliku yang hanya bisa dilewati oleh satu kendaraan, hingga harus bergiliran jika saling berpapasan dengan kendaraan lain. Ternyata Rendra mengarahkan kemudi ke daerah pantai yang letaknya cukup tersembunyi dibalik perbukitan.

Rendra juga harus memarkir kendaraan hampir sejauh 1 km sebelum mencapai tujuan, lalu melewati jalan setapak berbatu yang sepi, hanya sesekali berpapasan dengan nelayan yang baru pulang melaut atau petani yang hendak pergi ke ladang, tanpa satu pun penginapan atau warung seperti objek wisata pada umumnya. Sampailah mereka di pantai yang sangat indah. Posisi pantai yang diapit oleh dua tebing membuatnya terlihat seperti surga yang tersembunyi.

Ia pun langsung jatuh cinta begitu melihat suguhan keindahan alam tak terkira berhiaskan air laut yang bening kebiruan membentang hingga batas cakrawala.

Tanpa berkata apapun ia langsung melepas sneakers, dan menyimpannya di bawah pohon. Kemudian berlari kecil menyusuri garis pantai sambil sesekali berputar merentangkan dua tangan, merasakan semilir angin yang menerpa wajah sekaligus mempermainkan anak-anak rambutnya hingga beterbangan kian kemari.

Merasakan hangatnya kelembutan pasir putih di bawah telapak kaki yang menimbulkan sensasi membahagiakan sekaligus menentramkan. Setelah puas berlarian ia mencoba untuk memejamkan mata, menikmati suara debur ombak yang menghantam tebing, menimbulkan suasana khas pantai yang pastinya akan sulit untuk dilupakan.

Ditengah suasana yang begitu menenangkan jiwa, sebuah rengkuhan menyambutnya dari belakang, "Kamu suka?"

Ia mengangguk, sambil berusaha kembali menikmati suara deburan ombak, yang ternyata tak mudah karena hembusan nafas Rendra meniup-niup hangat puncak kepalanya.

"Masih ada beberapa pantai yang nggak kalah cantik di sekitar sini. Kapan-kapan kita kemping disana."

Ia tersenyum, namun dahinya mendadak berkerut, "Aman nggak?" karena ingatannya melayang pada film horror yang pernah ditontonnya bareng Mala, tentang sepasang kekasih yang sedang berkemah di sebuah pulau terasing, namun justru dibunuh oleh psikopat.

"Aman lah," Rendra mencium sekilas puncak kepalanya. "Kan ada aku...."

Ia mencibir namun sambil tersenyum. Mereka lalu saling berdiam diri, sama-sama menikmati suasana pantai yang sunyi. Hanya terdengar suara deburan ombak dan semilir angin laut yang begitu kuat meruarkan aroma khas pantai.

"Acara di rumah beres?" Rendra kembali bertanya.

Ia mengangguk. "Aku jadinya minta bantuan Shelia sama Shakira buat handle semuanya. Termasuk urusan sama WO."

Rendra semakin mengeratkan rengkuhan, "Bagus dong. Kamu jadi bisa fokus jaga kesehatan sama urusan disini."

"Disini juga belum pasti."

"Aku belum bilang ya, kalau Papah udah setuju resepsi di tiga tempat."

"Serius?" ia spontan menengadah hingga tanpa sengaja kepalanya bersandar di dada Rendra. "Kapan Papah ngomong begitu?"

Rendra hanya tersenyum penuh arti.

"Oh, waktu kalian pergi berdua sampai malam banget itu?" ia kembali memandang di kejauhan, terlihat beberapa nelayan sedang menangkap ikan menggunakan sampan kecil.

"Salah satunya."

"Salah dua salah tiganya?" Ia mencibir. "Kalian pasti ngomongin aku kan?!"

Rendra hanya tertawa kecil, lalu mengalihkan topik," Pasport kamu masih aktif?"

Ia menggeleng. Terakhir dipakai waktu semester tiga, saat ia menjadi delegasi perwakilan kampus di sebuah lomba debat yang berlangsung di Malaysia.

"Kalau gitu besok Senin tolong siapin berkasnya. Kita buat e-passport."

"Buat?" ia mengernyit, ingatannya kembali melayang ke baris tulisan dan deret angka di buku agenda milik Rendra.

"Siap-siap aja biar bisa cepet urus visa."

Sebelum ia sempat berkata Rendra lebih dulu bersuara, "Dari tahun kedua kuliah, aku punya impian....abis wisuda bakal traveling keliling Eropa."

"Doaku terkabul....dapat bonus pula," sambil mencium puncak kepalanya. "Karena aku bakal traveling berdua sama kamu."

Ia harus menelan ludah beberapa kali, "Kamu....udah pikir dan....hitung baik-baik?" tanyanya hati-hati tanpa bermaksud menyinggung kemampuan finansial Rendra.

"Iyap."

"Aku belum bisa kontribusi....aku belum kerja...aku...."

"Kamu kayaknya selalu nggak nyaman kalau aku handle semua?"

"Bukan gitu maksudku...aku...."

Rendra meletakkan kepala tepat di bahunya, lalu berbisik pelan, "You deserves it all. More than anything."

Setelah itu mereka masih sempat menyusuri pantai untuk mengumpulkan kerang, membuat istana pasir dengan tangan kosong, hingga berlarian dikejar ombak yang pecah di pantai sampai membuat bajunya basah kuyup, karena sempat terjatuh saat berusaha mengejar Rendra.

Hal kekanakkan yang mereka lakukan bersama berhasil menguapkan rasa tegang dan khawatir jelang hari H yang selama ini membelenggu, menyisakan kebahagiaan yang membuncah.

Kini mata Rendra membulat begitu melihatnya keluar dari mobil, telah mengenakan kaos dan celana pendek milik Rendra, yang jadi terlihat sangat kebesaran saat melekat di badannya. Ya, ia terpaksa, mau tak mau, meminjam baju Rendra -yang selalu ready di mobil- karena celana jeans dan blousenya basah kuyup sekaligus lengket terkena air laut.

Rendra tersenyum mendekat lalu meraih lengan kaos yang jatuh menutupi sikunya. Perlahan mulai menggulung ujung lengan sebelah kanan hingga beberapa lipatan. Disusul dengan lengan sebelah kiri. Hingga tak kebesaran lagi.

Ia hampir mengucapkan terima kasih ketika Rendra tiba-tiba merobek jahitan pinggir kaos sebelah kanan sepanjang beberapa senti, lalu mengikatnya sedemikian rupa, hingga kaos yang awalnya terlihat seperti daster sekarang berubah menjadi lebih stylish.

Tapi rupanya Rendra belum begitu puas dengan penampilan terbarunya, dan masih berusaha mengamati secara keseluruhan.

"Jangan macem-macem," gerutunya saat melihat kening Rendra mengernyit menatap celana yang seharusnya pendek berubah menjadi kulot saat dipakai olehnya, saking terlalu kebesaran.

Gerutuannya membuat Rendra terkekeh.

Dan di tengah perjalanan pulang, Rendra mengajaknya mampir makan siang ke warung lesehan yang merupakan kuliner terkenal Gunungkidul yang telah melegenda. Warung yang sama seperti saat pertama mereka jalan berdua hampir setahun lalu saat ia mengikuti kegiatan Rendra seharian untuk menyelesaikan script film pendek tugas UTS.

"Wah, Mase udah jarang kesini to yo," ujar pemilik warung begitu melihat Rendra.

"Nggih niki (Iya)," Rendra tersenyum. Sejak proyek Rumah Sakit selesai beberapa bulan lalu, dia hampir tak pernah mampir ke warung ini lagi. Biasanya hampir seminggu sekali dia menyempatkan diri makan disini.

"Ingat sama ini nggak Pak?" Rendra tiba-tiba meraih bahunya agar mendekat.

Bapak pemilik warung mencoba mengingat-ingat. "Ketoke tau roh (sepertinya pernah lihat). Ning lali (tapi lupa)."

Membuat Rendra terkekeh, "Lha iya, mba ayu (cantik) ini kan yang pernah saya ajak makan disini mbiyen (dulu). Dulu masih pdkt, sekarang udah jadi calon istri," Rendra semakin merengkuh bahunya lembut.

"Woo," Bapak pemilik warung sampai terpesona. "Uapik no (bagus dong). Iki critone warungku dadi tempat bersejarah buat perjalanan cinta kalian. Ngono to?"

Lagi-lagi Rendra terkekeh, "Bapak pinter," sambil mengacungkan jempol. "Bapak saya undang langsung ya Pak, besok ada temen saya nganterin undangannya kesini."

"Serius iki? Aku oleh undangan?" Bapak warung kembali terpesona.

Rendra mengangguk, "Jangan lupa tanggal 1 Mei ya pak," lalu menyebut nama hotel tempat kelak diadakannya resepsi.

Sambil menikmati hidangan lezat, Rendra kembali mengajaknya membicarakan beberapa hal tentang after marriage.

"Abis nikah kamu mau tinggal di rumah atau apartemen?"

"Terserah," ia benar-benar belum punya gambaran life after marriage itu seperti apa. Dan tawaran Rendra, toh dua-duanya, baik rumah ataupun apartemen, sama-sama terletak di pusat kota. Tak terkendala jarak dan waktu tempuh untuk aktivitas mereka kelak.

"Kalau gitu kita tinggal di apartemen dulu."

Ia mengangguk setuju, lalu teringat sesuatu, "Kamu dulu sempat bilang aku boleh ngelakuin apa aja sela...."

"Oiya, ada posisi kosong buat anak Ilkom tuh di tempat Darrel. Ingat Darrel kan? Kalau kamu mau nanti aku bilang ke dia."

Ia langsung menggeleng, "Aku udah kirim lamaran ke beberapa tempat. Mungkin minggu depan mulai proses. Lagian, aku nggak mau kerja karena rekomendasi dari kamu. Aku mau kerja karena hasil usaha sendiri."

Rendra terkekeh, "Absolutely you."

Dan dimulailah gelombang kesempatan berkarier di tempat paling diinginkan anak Ilkom mulai datang menghampiri.

Pertama, kelanjutan dari program beasiswa yang diperolehnya sejak semester 5, sebuah perusahaan multinasional melalui Head of Public Relations menghubungi langsung melalui sambungan telepon dan email, menawarkan posisi Junior Public Relations.

Hal yang amat sangat menggiurkan, terlebih Head of PR menekankan bahwa, "Ini kesempatan terbaik yang kami tawarkan. Sebagai apresiasi terhadap prestasi anda selama menjadi penerima beasiswa."

Rendra hanya tersenyum saat ia bercerita tentang telepon tersebut. Tak berkomentar apapun, sampai ia sendiri yang mengatakan, "Kantornya di Jakarta. Nggak mungkin kita LDR kan?"

Akhirnya -dengan dibantu Rendra- ia menulis email balasan berisi ucapan terima kasih sekaligus permohonan maaf karena belum bisa memenuhi penawaran tersebut.

Mati satu tumbuh seribu. Setelah menolak kesempatan yang diberikan oleh sebuah perusahaan multinasional, muncul penawaran lain yang tak kalah menarik dari puluhan surat lamaran yang dikirim.

Salah satu yang paling menggodanya adalah tawaran menjadi Junior Corporate Secretary dari sebuah Bank yang berkantor pusat di Singapura. Lagi-lagi untuk penempatan di Jakarta. Dan ia belum memberitahu Rendra soal ini.

"Kenapa jadi banyak tawaran menggiurkan ya Mal? Gue kan jadi bimbang."

"Kenapa justru elo yang ditawarin, Nggi? Bukannya gue yang masih free?"

Tapi ia tetap harus menolak semenggiurkan apapun tawaran yang datang, jika membuat mereka harus tinggal terpisah.

"Ini kali yang namanya ujian jelang pernikahan?" siang ini Mala sengaja datang ke Raudhah hanya untuk memberinya surat panggilan tes masuk dari Bank sentral milik pemerintah, yang terkirim ke alamat kampus.

"Orang lain ada yang diuji sama pihak ketiga, sama rencana pernikahan, sama materi, sama hal-hal lain. Nah elo...diuji sama ini nih," Mala menunjuk amplop yang bercap logo mentereng, dambaan hampir semua fresh grad seperti mereka.

Tapi kata Rendra saat ia berusaha membuka diskusi, "Ikut aja. Cuma tes kan?"

"Sekalian biar tahu sejauh mana capaian yang bisa kamu raih."

"Kalau keterima beneran?"

"Prosesnya panjang, sweetie," Rendra tersenyum. "Tes ada banyak tahap, sistem gugur, kalau kata aku sih ikut aja. Bisa jadi pengalaman berharga."

Ia pun setuju, bolak balik ke Jakarta untuk tes tulis dan segala macam. Tanpa pernah berani menduga akhirnya ia justru berhasil sampai di tahap interview, yang tinggal menyisakan 10 orang terbaik dari seluruh Indonesia.

"Lanjut," ujar Rendra saat ia meneleponnya. Bingung apakah harus mengundurkan diri atau terus maju.

"Tapi nanti kalau diterima terus nggak diambil, aku bisa kena pinalti," ujarnya masygul.

"Ya udah," Rendra jelas berusaha menenangkan. "Kamu maunya lanjut atau udahan. Pilih apapun yang sesuai kata hati kamu."

Ia memutuskan untuk terus mengikuti proses recruitment. Semua hampir menjadi indah pada waktunya, namun di sesi terakhir keluar persyaratan yang tak bisa diganggu gugat, yaitu tidak boleh menikah selama tahun pertama. Membuatnya mundur teratur, tak sanggup untuk mengkhianati Rendra demi sebuah capaian aktualisasi diri. Pun tak mampu untuk berdusta kepada penginterview agar posisi aman, seperti yang dilakukan oleh salah satu dari 10 peserta terakhir.

"Aku malah udah kawin dua bulan lalu," ujar orang tersebut enteng, seolah sedang membicarakan acara televisi favorit. "Untung status di dokumen belum diubah, masih single."

"Kalau suatu saat ketahuan gimana?" justru ia yang khawatir dengan konsekuensi yang akan diterima karena telah menyembunyikan status pernikahan.

"Nggak bakalan," dia sepertinya jenis orang dengan rasa percaya diri tinggi. "Suamiku mau kerjasama kok, keluarga kami juga. Lagian sayang banget udah sejauh ini mesti mundur hanya gara-gara status."

"Kamu belum kawin kan?" lanjut orang tersebut.

"Dua bulan lagi."

"Yaelah, sayang banget. Ambil aja, calon kamu pasti ngerti. Nggak semua orang dapat kesempatan kayak kita."

Namun ia tetap memilih pulang ke Jogja dengan tangan kosong namun hati berbunga. Dan langsung mendapati wajah sumringah Rendra yang telah menunggunya di Stasiun Tugu.

"Kamu nggak marah waktu aku ribut nelpon nanya lanjut enggak, terima jangan?"

Rendra tersenyum penuh arti, "Enggak lah," lalu meraih bahunya lembut, "Karena aku tahu kamu bakal pilih apa."

"Emang kamu sejenis indigo bisa tahu isi hati orang lain?" cibirnya.

Rendra terkekeh, "I know you so well."

Namun beberapa hari kemudian Rendra justru kembali memancingnya, "Masih ada spare waktu lumayan sampai akhir April, mau nyoba lagi?"

Ia mengernyit.

"Ada bukaan di..," sambil menyebut nama sebuah Bank rising star. "Regional recruit, penempatan pasti di Jogja dan sekitarnya. Mau coba?"

"Siapa takut."

Keesokan hari, ia mengirim lamaran langsung ke kantor regional Jogja, sorenya sudah mendapat telepon dari HRD kalau besok ia diminta untuk menjalani tes tulis.

Tes yang dijadwalkan berlangsung selama seminggu, diawali dengan tes tulis tentang pengetahuan dasar perbankan, dengan peserta sebanyak 20 orang. Selanjutnya -lagi-lagi harus ke Jakarta- untuk psikotest, dari Jogja hanya tersisa 5 orang. Lalu tes kesehatan, interview dengan HRD pusat, tes EPT (English Proficiency Test). Kemudian interview dengan Operational Director pusat, interview lagi dengan GM regional Jogja, terakhir interview dengan HRD reg sekaligus tanda tangan kontrak.

Finally, hari ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai costumer service. Dan jam 6 pagi Rendra sudah menunggunya di teras Raudhah, "Aduh, yang hari pertama kerja," sambil mengernyit memperhatikan penampilannya. Yeah, make up lengkap, seragam yang full pressed body, lengkap dengan heels yang membuat jalannya terpincang-pincang.

"This is no good," sambil menggelengkan kepala mengomentari seragam full pressed bodynya. "Besok kita jahit lagi, buat yang lebih sopan."

Dan di hari pertama dilepas menjadi CS, ia sudah kena semprot nasabah sampai tiga kali. Yang ketiga-tiganya disebabkan karena keteledoran si nasabah sendiri. Namun ia harus tetap memasang senyum manis, inhale...exhale, lalu memberi penjelasan dengan nada bicara semanis mungkin. Yeah.

Namun selanjutnya ia mulai menikmati, meski tiap hari selalu ada kejadian baru yang -sayangnya- lebih sering menyebalkan, membuat kehidupan barunya sebagai CS menjadi lebih berwarna.

Rendra apalagi, tak kalah sibuknya, masih harus sering keluar kota untuk mengecek running project. Membuat kesempatan mereka untuk bertemu semakin kecil. Bahkan sudah seminggu ini mereka tak bertemu.

"Eh, Nggi, mo bareng nggak? Kita kan searah," Alvin, supervisornya, beberapa kali sengaja mengajaknya pulang bareng. Namun ia selalu menolak.

"Aih, kok Anggi aja yang ditawarin sih Mas?" ledek Cynthia teman sesama CS. "Aku juga dong, kita kan searah..."

"Jakandor ya Mas," seloroh Erra teller, jangan kasih kendor.

Untung ia sempat melihat sekelebatan bayangan mobil yang sangat dikenalnya sedang parkir di halaman kantor. Membuatnya langsung beranjak, "Maaf Mas, saya duluan," pamitnya ke Alvin. "Duluan semua yaa," lanjutnya lagi melambai kesemua orang yang juga tengah bersiap untuk pulang.

"Ati-ati Nggi..."

Sayup-sayup kembali terdengar selorohan, "Wah, parah sih Mas Alvin, saingannya bukan kaleng-kaleng."

"Sangar man bawaannya."

"Masih mau maju Mas?"

Rendra, as usual as always, membukakan pintu dan menutup untuknya, lalu berniat memakaikan seat belt yang sudah keburu dipakainya sendiri. Namun sempat tertegun lama saat melihat ke bawah dimana kakinya berada.

"Pulang kapan?" tanyanya setelah mereka meluncur di jalan raya -dua hari kemarin Rendra memang ada kerjaan di Solo-. "Nggak ngasih tahu dulu kalau mau jemput."

"Tadi sore," Rendra memperhatikan lampu yang berubah merah saat mereka melewati sebuah perempatan hingga harus menghentikan mobil secara mendadak.

"Tapi kamu tahu aku datang...buktinya langsung keluar," lalu terkekeh. "Kangen ya..."

Ia hanya mencibir.

"Oya, malam ini kita makan di Raudhah aja gimana," sambil menunjuk ke kursi belakang. "Tadi sekalian lewat aku beli makanan favorit kamu."

Ia tersenyum mengangguk, "Wah, makasih udah dibeliin makanan."

"Abis kupikir kamu pasti cape pulang kerja. Mana jam segini jalanan macet," sambil memperhatikan lalu lintas yang padat. "Mending kita santai-santai di Raudhah, mumpung udah nggak ada Salsa," lalu terkekeh. "Mumpung masih ada kekosongan kekuasaan. Nggak ada yang ngomelin nyuruh pulang," kali ini sambil tergelak.

"Kamu ngomong gitu aku jadi kangen sama Mba Salsa," ujarnya menerawang. Membuat Rendra balik mencibir.

Begitu sampai Raudhah, ia langsung masuk ke dalam untuk mengambil peralatan makan. Saat ia sedang duduk sambil memindahkan makanan ke dalam piring, Rendra mendadak berlutut di sebelahnya.

"Mau ngapain?" tanyanya kaget.

Tapi Rendra tak menjawab, "Sori bentar," lalu meraih kaki sebelah kanannya, membersihkan luka lecet bekas pemakaian heels dengan alkohol, mengolesinya dengan Betadine, meniup-niup sebentar, sebelum akhirnya ditutup dengan plester waterproof.

Begitu juga dengan kaki sebelah kirinya. Rendra melakukan hal yang sama persis.

"Kalau dibiarin bisa infeksi," ujar Rendra sambil meniup bekas olesan betadine di kaki sebelah kiri. "Besok pulang pergi pakai sandal jepit dulu, biar lukanya nggak nambah."

Selama Rendra melakukan itu semua dengan gerakan yang di matanya terlihat slow motion, ia hanya bisa menggigit bibir menahan haru campur bahagia yang membuat dadanya membuncah.

'Love is in the air everywhere I look around

Love is in the air every sight and every sound 

And I don't know if I'm being foolish

Don't know if I'm being wise

But it's something that I must believe in

And it's there when I look in your eyes'

(John Paul Young, Love Is In The Air)

1
Esti Nengsich
ya ampun...
Mereka ngapain siii...
Afidatul Rifa
Owalahhh jadi pas Cakra masuk ganapati saat Regis ketemu Maba yg namanya Adit itu adeknya MBK Anggi Tah?? 😁 aduhhh baru ngeh pdahal baca novel ini sama si Cakra itu dah berkali" aduhh si othor memang the best bikin alur cerita dari ke 4 karya ini nyambung semua
Ardiansyah Gg
yg gk enak pas bagi raport bang... di panggil menurut absen... auto pulang terakhir kita 😆
"ariani's eomoni"
baca lagi,...gegara nonton jendela seribu sungai

gara² ada yg ngomong ikam, auto ingat Rendra
Erna P
kalo aq dah pingsang Nggi g sanggup.sejam perjalanan aja udah tepar.mabokan orangnya makanya g pernah kemana2 hu hu😭padahal pengen kek orang2.kalopun bisa jauh itu aq harus pake roda 2 baru kuat 3 4 jam jg ku jabanin
Erna P
sekarang justru momen2 sama si abang yg di inget ya bukan Dio 😁
Erna P
aq malah jd keinget momen mabanya Anggi sama si abang🤭kalo ada lagu kebyar2 gini
Erna P
abang Renen aq reread entah yg keberapa kali ini y ampun gamon bgt aq.aq salah satu mantanmu jg kah habisnya susah mupon😝😝
Naimatul Jannati
2025 aku balik lg baca,.nunggu kak thir bikin cerita bang riyadh sm inne ini😍😍
Anna Maria Hendraswari
Luar biasa
Hijri Rifai
sering bgt ku lihat nama KK author ini kl pas buka aplikasi ini... tp blm ada cerita baru... cuma judul ini yg blm di bukukan semua sudah di bukukan.... tp mmg semua ceritanya bagus bgt. apa mungkin KK author sedang melakukan riset dll utk judul baru...😂😂😂 sejujurnya ngarep bgt...
Hijri Rifai: kak nama penulisnya sama jg kl di kbm ... aku udah cari tapi blm ketemu.. aku sampai download kbm lho demi mau baca..
total 5 replies
mainrahasia
kota ini aman damai... ya Alloh... andai benar Jogja aman damai tak ada isu sara yg menjadi pemicu beberapa pertikaian... 😩😩😩
sedangkan utk saat ini sungguh..saudara2 "malika" masih banyak berulah di jogja... shg warga sendiri yg banyak menjadi korban ketidakadilan 😭
Haryo Tawang
Luar biasa
Haryo Tawang
Kecewa
St4891
udah baca gak tau udah yg k berapa kalinya, gak pernah bosen bacanya walaupun karya yg skrang udah banyak revisinya
karya nya smua bagus" bnget ak udah baca smua bnyak pembelajaran d dlam nya
syang gak ad karya yg baru lgi ya, sukses slalu
Esther Lestari
circle pertemanan yg gk kaleng2 nih....
Lala Trisulawati
Keren bngt.....♥️♥️♥️♥️♥️👍
Reni Novitasary
ga prnah bosan..baca lagi..lagi...dan lagi
Reni Novitasary
ngambil master sm dio d jepang/Smile/
Fitri Fitri
kepingin kayak cerita ini ☺☺☺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!