NovelToon NovelToon
Menjadi Istri Ketiga Juragan

Menjadi Istri Ketiga Juragan

Status: tamat
Genre:Romantis / Komedi / Tamat
Popularitas:6.7M
Nilai: 4.9
Nama Author: Henny

ini memang cerita poligami namun bukan cerita istri yang tertindas karena menjadi yang ketiga. Melainkan kisah gadis tomboy yang cerdas, pintar dan membuat dia survive dalam kehidupannya.

Naura Kiana tak pernah menduga kalau kehidupan akan membawanya pada sesuatu yang tak ia sukai. Setelah kakeknya bangkrut dan sakit-sakitan, Naura diminta untuk menikah dengan seorang pria yang sama sekali tak dikenalnya. Bukan hanya itu saja, Naura bahkan menjadi istri ketiga dari pria itu. Naura sudah membayangkan bahwa pria itu adalah seorang tua bangka mesum yang tidak pernah puas dengan dua istrinya.
Naura ingin melarikan diri, apalagi saat tahu kalau ia akan tinggal di desa setelah menikah. Bagaimana Naura menjalani pernikahannya? Apalagi dengan kedua istri suaminya yang ingin selalu menyingkirkannya? Bagaimana perasaan Naura ketika pria yang sejak dulu disukainya akhirnya menyatakan cinta padanya justru disaat ia sudah menikah?
Ini kisah poligami yang lucu dan jauh dari kesan istri tertindas yang lemah. Yuk nyimak!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pembagian Waktu

Sebenarnya Naura masih ingin tidur. ia juga tahu kalau ini hari Sabtu. Biasanya sang kakek akan membiarkan Naura bangun sesuai kemauannya. Namun pagi ini, sebuah goncangan di pundaknya membuat Naura harus membuka matanya dengan kesal.

Bukan wajah kakeknya yang ia temui seperti biasa melainkan wajah tampan dengan tatapan dingin. Pria yang sudah menjadi suaminya. Naura ingat kalau ini adalah kamar Wisnu.

"Ada apa, juragan? Kau membuatku terbangun padahal aku masih ingin tidur." Naura memejamkan matanya kembali.

"Bangun, sayang. Apakah kau lupa jika kau sudah menjadi seorang istri?"

"Aku baru ingat." Jawab Naura tanpa membuka matanya.

"Kalau begitu kau harus belajar bagaimana menjadi istri yang baik. Menyiapkan sarapan untuk suamimu."

"Aku?" mata Naura terbuka. Ia menatap Wisnu yang masih duduk dipinggir tempat tidur. "Aku tak bisa memasak. Jadi mintalah kepada kedua istri mu untuk menyiapkannya. Aku masih mengantuk." Naura membalikan badannya dan membelakangi Wisnu. Sebenarnya Naura tahu memasak. Justru memasak adalah salah satu hobinya. Namun ia malas untuk melakukannya di tempat ini.

Tangan Wisnu memegang bahu Naura dan memaksa istrinya itu untuk menatapnya.

"Minggu ini, adalah giliran mu untuk menyiapkan semua kebutuhanku. Giliran mereka nanti di minggu-minggu selanjutnya. Jadi bangunlah dan bersikaplah sebagai istri yang baik."

Wajah Naura menjadi cemberut. "Aku kan sedang hamil, pagi begini biasanya mual. Apakah tak boleh bibi yang menyiapkannya?"

Wisnu mengerang kesal. Ia lupa kalau Naura sedang hamil. Pagi tadi, kakek Zumi meneleponnya untuk menanyakan keadaan cucunya. Ia sendiri yang meminta Wisnu untuk membangunkan Naura.

"Istirahatlah!" kata Wisnu akhirnya. "Namun, turunlah untuk sarapan satu jam lagi." Lalu lelaki itu meninggalkan kamarnya.

"Ah, senangnya." Naura tertawa lepas. Ia pun memejamkan matanya lagi namun ia menjadi kesal sendiri karena rasa kantuknya itu sudah hilang.

*********

Naura turun ke ruang makan saat suami dan kedua istrinya sementara menikmati sarapan mereka.

Dandanan Naura pagi ini masih sama. Celana jeans selutut dengan beberapa bagian yang sobek serta kaos kebesarannya. Yang berbeda pagi ini hanyalah rambut panjang bergelombang yang diikat satu. Wajah polos tanpa make up yang justru membuat Wisnu berdecak kagum dalam hatinya untuk mengakui kalau Naura terlihat cantik tanpa polesan apapun di wajahnya.

"Good morning semuanya." Sapa Naura sok akrab. Kali ini ia memilih duduk di samping Indira karena kemarin saat duduk di sebelah Regina, dokter satu itu langsung menasehati sekaligus memprotes dandanannya.

"Maaf ya terlambat. Maklumlah kami baru melewati malam yang panas. Iya kan sayang?"

tanya Naura sambil melirik ke arah Wisnu.

Tanpa di duga, Wisnu tiba-tiba saja tersedak dan membuat Regina secara spontan langsung berdiri. Ia harus menepuk punggung suaminya itu sambil menyerahkan gelas yang berisi air putih.

"Naura, bicara jangan fulgar seperti itu. Mas kan jadi tersedak." protes Indira. Ia menatap suaminya. "Kamu nggak apa-apa kan mas?"

"Kenapa fulgar? Itu kan hal yang wajar bagi pasangan suami istri. Kalian seperti tak pernah melaluinya saja ketika pertama kali menikah dengan mas Wisnu." Naura bicara cuek lalu mulai memasukan nasi goreng ke dalam piringnya. Lalu ia makan dengan tenangnya. Tak peduli dengan tatapan 3 pasang mata yang sedang terarah kepadanya.

"Mas, selesai kita makan, boleh tidak kita membicarakan tentang waktu mas bersama kami. Yang lalu kan hanya berdua, sekarang sudah bertambah satu. Jadi mas harus mengaturnya supaya adil." Ujar Indira.

"Iya, mas. Supaya Naura tahu bagaimana kehidupan kita sebagai satu keluarga." Sambung Regina.

Wisnu sebenarnya tidak suka membicarakan ini. Apalagi dengan kondisi Naura yang sedang hamil. Namun ia juga tak ingin mengecewakan Regina dan Indira. Makanya sekalipun ia tak suka, Wisnu hanya mengangguk.

"Tunggulah sampai Naura selesai makan, setelah itu kita ke ruang keluarga." Ujar Wisnu. Ia menyelesaikan sarapannya dan segera meninggalkan ruang makan.

Naura masih terus menikmati sarapannya tanpa memperdulikan Regina dan Indira.

Naura sengaja pelan-pelan menyelesaikan sarapannya. Ia menatap pada Regina dan Indira yang nampak sudah tak sabar menunggunya.

"Jadi, kita kemana?" tanya Naura.

"Ke ruang keluarga, Naura." ujar Regina. Perannya sebagi istri pertama harus ia pertegas di sini. Karena ia dapat melihat kalau perhatian Wisnu pada Naura agak sedikit berbeda. Apakah karena wajah Naura mirip Dina? Tentu saja. Regina ingat sekarang. Foto Dina yang masih ada di ruang kerja Wisnu membuat Regina merasa pernah melihat Naura sebelumnya.

Regina berjalan di depan, diikuti oleh Indira dan paling belakang adalah Naura. Kedua istri Wisnu itu kembali berdandan berlebihan menurut Naura untuk acara makan pagi.

Regina mengenakan gaun putih bermotif bunga. Rambutnya yang dicat agak pirang dibiarkan tergerai dengan bando warna putih yang dihiasi mutiara putih juga. Ia memakai make up yang natural. Sedangkan Indira mengenakan gaun juga tanpa lengan berwarna coklat mudah. Rambutnya yang panjang digulung ke atas. Make up nya lebih tebal dari Regina. Sebenarnya di mata Naura, kedua istri Wisnu itu seperti bidadari saja.

Saat mereka sudah ada di ruang keluarga, Wisnu baru saja selesai menelepon.

Regina langsung mengambil tempat duduk di sisi kanan Wisnu, Indira di sisi kiri dan Naura bagaikan seorang terdakwa yang duduk di depan 3 orang hakim.

"Mas, kita bertiga sudah ada di sini. Sekarang mas harus membicarakan tentang pembagian waktu bersama kami bertiga seadil-adilnya." Kata Regina dengan suara manjanya.

Wisnu menatap ke arah Naura. Apakah gadis ini mengenakan kaos yang agak kebesaran ditubuhnya untuk menutupi kehamilannya? Tapi dia mengenakan celana jeans. Bukankah itu tak cocok untuk wanita yang sedang hamil? Haruskah ia membicarakan kehamilan Naura pada kedua istrinya?

"Mas, kami menunggumu!" Indira menyentuh tangan Wisnu dan mengagetkan pria itu.

"Aku rasa pembagiannya masih sama. Aku satu minggu bersama Regina. Satu Minggu bersama Indira dan satu Minggu bersama Naura."

"Jaraknya bagaimana, mas? Apakah setelah satu Minggu bersama mba Regina, mas butuh waktu satu minggu lagi untuk bersamaku? Karena sekarang sudah ada tiga, aku usulkan untuk jarak berpindahnya dua hari saja, mas. Supaya pas sebulan kami bertiga dapat jatah untuk bersama, mas." Kata Indira. Istri Wisnu yang kedua ini memang sedikit manja dan sering merasa tak puas jika gilirannya sudah berakhir.

"Ya. Aku setuju mas." sambung Regina.

Wisnu menatap Naura. Entah mengapa dia ingin mendengar pendapat istri ketiganya itu.

Merasa kalau tatapan suaminya tertuju padanya, muncul ide gila dalam kepala Naura untuk mengerjai kedua istri Wisnu.

"Satu minggu? Kita kan masih pengantin baru, sayang. Apakah jatahku hanya dapat seminggu saja di bulan ini?" tanya Naura dengan wajah yang dibuat sesedih mungkin.

Wisnu menahan dongkol di hati melihat wajah sedih Naura. Ia tahu kalau istrinya itu berbohong.

"Aku juga waktu baru menikah dengan mas Wisnu dapat jatahnya begitu." kata Indira dengan wajah tak suka atas apa yang diucapkan oleh Naura.

Wisnu mengangkat tangannya saat Regina akan bicara juga. "Di bulan ini, Naura akan mendapatkan jatah 2 minggu bersamaku. Setelah itu, kita kembali ke jadwal yang semula. Setiap orang mendapat waktu satu minggu dan aku memiliki 2 hari untuk diriku sendiri." Wisnu berdiri. "Ikut aku ke kamar, Naura." Ujar Wisnu lalu berjalan lebih dulu meninggalkan ruang keluarga.

Naura mendengus kesal. Untungnya kedua istri Wisnu tak memperhatikan itu karena mereka sibuk dengan rasa jengkel mereka atas pembagian waktu bagi mereka yang rasanya kurang adil.

"Aku permisi dulu ya, mba Regina dan mba Indira." Naura melangkah meninggalkan mereka.

"Dasar ular licik! Aku yakin kalau dia sudah memberi pelet sama mas Wisnu sehingga mas Wisnu memberikan dia jatah selama 2 minggu untuk bersama. Aku membenci gadis itu, mba." ujar Indira sambil mengepalkan tangannya.

"Sabar, Indira. Kita akan cari cara bagaimana bisa menyingkirkan Naura. Wajah Naura yang agak mirip dengan Dina, istri pertama mas Wisnu merupakan ancaman bagi kita." Kata Regina.

"Benarkah?"

"Benar. Lihat saja foto Dina yang ada di ruang kerja mas Wisnu."

"Apakah karena kesamaan wajah mereka sampai mas Wisnu menikahi Naura?"

"Aku juga tak tahu. Hanya saja aku merasa kalau gadis itu sepertinya akan menyingkirkan kita berdua."

"Masa sih? Apakah mungkin mas hanya bersikap baik saja karena dia istri muda? Usianya juga masih sangat muda."

Regina menggeleng. Egonya sebagai istri tertua membuat ia merasa harus memberikan tekanan sedikit pada Naura. Berbeda dengan Indira yang langsung takluk padanya, Naura kelihatan berbeda, dan Regina tak suka itu.

******

Saat Naura memasuki kamar, dilihatnya Wisnu sedang membaca beberapa dokumen yang tadi ada di meja.

"Juragan, ada apa memanggilku?"

Wisnu menatap tajam ke arah Naura. Ia tahu kalau Naura sengaja memanggilnya seperti itu.

"Duduklah!" Kata Wisnu sambil menunjukan tempat kosong di sampingnya. Namun Naura tak menurut. Ia justru duduk di singel sofa yang ada di depan Wisnu dan sekali lagi Wisnu menelan amarahnya.

"Silahkan bicara!" Kata Naura sambil melipat kedua tangannya di depan dada dan bersandar dengan santai di sandaran sofa.

"Aku akan menerima kehamilan mu asalkan kau katakan pada orang-orang kalau itu adalah anakku."

"Bagaimana bisa itu adalah anakmu jika kita baru saja saling mengenal di hari pernikahan kita?"

"Aku bisa mengatur semuanya. Kau cukup menurut saja jika mereka bertanya."

"Aku nggak mau."

"Kalau begitu kita bercerai saja. Silahkan kamu sampaikan pada kakek mu."

"Tidak! Kakekku bisa mati." Naura buru-buru menggeleng.

"Baguslah. Aku suka jika kau menurut."

Naura ingin sekali membantah namun mengingat wajah kakeknya ia jadi sedih. Dia memang tak menginginkan pernikahan ini namun menurutnya, ia harus bertahan beberapa saat sampai akhirnya ia akan pergi meninggalkan si juragan genit yang tak pernah puas dengan kedua istrinya itu. Naura tersenyum membayangkan julukan yang ia berikan pada suaminya ini.

"Kenapa kau tersenyum?" tanya Wisnu.

"Nggak." Naura buru-buru menggeleng.

"Kalau begitu bersiaplah. Besok pagi-pagi sekali, kita akan pergi ke desa."

"Apa? kenapa bisa secepat itu. Aku mau ketemu kakek dulu."

"Kakek mu tadi sudah berangkat ke Singapura bersama tim dokter pilihanku. Ia akan menjalani pengobatan di sana."

Naura terkejut. Ia menatap Wisnu tak percaya. "Be....benarkah?"

Wisnu mengangguk.

"Terima kasih." kata Naura senang karena kakeknya menjalani pengobatan.

Wisnu menatap istri ketiganya itu. Ia kemudian meletakan dokumen yang dipegangnya di atas meja. "Istirahatlah. Ibu hamil selalu membutuhkan istirahat yang banyak."

"Juragan mau ke mana?" tanya Naura melihat Wisnu yang akan keluar kamar.

"Aku ada urusan di pabrik." Lalu ia menghilang di balik pintu.

Naura tersenyum senang. Ia akan menggunakan kesempatan ini untuk tidur. Kakek, semoga cepat sembuh ya.

*******

Wah, bagaimana jika sang Juragan tahu kalau Naura tidak hamil ya???

Terus, bagaimana kehidupan mereka di desa?

Mampukah Naura bertahan*?

1
Sastri Dalila
👍👍👍
bunda DF 💞
bagus banget ceritanya,, alurnya ngalir kereen Thor
pipi gemoy
👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👏🏼👏🏼👏🏼👏🏼👏🏼👏🏼👏🏼🙏🏼
N Wage
no komen...pokoke bagus /Good//Heart/
pipi gemoy
ternyata diriku duluan baca lapak anak para juragan😂👻
baru lapak emak n bapaknya
pipi gemoy
👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👏🏼👏🏼👏🏼👏🏼👏🏼👏🏼☕🙏🏼
pipi gemoy
congrats Satria 👏🏼🌹
pipi gemoy
satria n Yuda 🥀
pipi gemoy
yey gading akhirnya laku 👻✌🏼
pipi gemoy
😂😂😂😂😂😂😂😂
Hari Saktiawan
lope lope lope sekebon bunga /Rose//Rose//Rose//Rose//Rose//Wilt//Wilt//Wilt//Wilt//Wilt//Wilt//Wilt//Wilt/
pipi gemoy
hobinya sama dengan Naura 🤔🤔
pipi gemoy
hadir Thor ☝🏼🙏🏼
Nur Liana
wisnu apa gak cape ya🤭🤭
Nur Liana
naur kebanyakan drama.....ingat dong pesan kakek dosa loh nanti...
Julia Juliawati
mampir
Ray Aza
kalo aq blg bkn di dunia nyata sih thor... sinetron n novel konflik sll spti ini. kl di real life cewe dgn karakter spti naura sdh dikerjain sampe 4x dan tau pelakunya ga mgkn diem aja kek dia tnp usaha apa2 buat nglindungi diri. secuek2nya dia n semandiri2nya dia ga bakal mau msk perangkap sampe 5x. ceroboh iya sok kuat juga tp dia ga akan sebodoh itu msk perangkap berulang2. tp karena ini cerita kamu, jadi bebas2 aja sih mau dibawa kemana alurnya. krn temanya mmg poligami (aq termsk yg anti) dr awal baca tdk terlalu berekspektasi tinggi jd dibawa slow aja bacanya. hehehehee... lmyn menghibur kok
Enny Olivia: terima kasih ya sudah membacanya walaupun tak suka dengan tema ceritanya
total 1 replies
Mirabel
satria kurang gercep sih jadi orang .nyesel kan jadinya
Mirabel
pusing juga sih punya istri sampe tiga .bagaimana kondisi zakarnya ya kalau tiap MLM di pake 🤣🤣🤣🤣
Yora Fitriani86
aku suka ceritanya Thor/Kiss/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!