Kinara Kinanti seorang perantau yang bekerja sebagai tim redaksi di sebuah kantor Berita di Kota Jayra. Ia lahir dari keluarga menengah yang hidup sederhana. Di jayra, ia tinggal disebuah rumah sewa dengan sahabatnya sejak kuliah yang juga bekerja sebagai seorang model pendatang baru, Sheila Andini. Kinara sosok yang tangguh karena menjadi tulang punggung keluarga semenjak ayahnya sakit. Ia harus membiayai pendidikan adik bungsunya Jery yang masih duduk dibangku SMA. Saat bekerja di kantor ia sering mewawancarai tokoh pengusaha muda karena ia harus mengisi segmen Bincang Bisnis di kolom berita onlinenya. saat itulah ia bertemu dengan Aldo Nugraha, seorang Pengusaha yang juga ketua komunitas pengusaha muda di kota Jayra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahaya Tulip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengobati Kekesalan
Aldo keluar dari kamar dengan tampilan menawan, Kinara hampir tak berkedip melihatnya dari dapur. "Mau pergi?" Kinara menghampirinya sambil melihat Aldo dari atas sampai ke bawah. Aldo yang masih fokus membenahi kancing lengan kemejanya hanya mengangguk. "Malam ini aku pulang agak larut, ada pertemuan komunitas. Aku sudah bawa kunciku, jangan lupa kamu lepas kuncinya dari pintu." Kinara mengangguk mengerti. Sambil mengenakan jaket kulitnya, Aldo keluar dan menutup pintu. Entah mengapa Kinara merasa bersyukur bisa serumah dengan Aldo. Ia bisa cuci mata setiap hari dengan ke'bening'an rupa Aldo. "kalau ayu tahu dia pasti iri," gumamnya sambil terkekeh.
Handphone Kinara berdering, "Kenapa beb?" sapanya. "Say, kita jalan yuk habis tu mampir ke apartemenku, aku jemput gimana?" ujar Sheila. " Oke aku siap-siap dulu " sahut Kinara lalu mematikan telponnya. "Mumpung Sheila yang ngajak ketemu aku punya kesempatan mengomel sepuasnya," gumamnya. Kinara ke kamar berganti pakaian. Tak lama Sheila memanggilnya dengan suara klakson mobil. Saat Kinara membuka pintu, Sheila duduk dikursi kemudi sebuah mobil mewah. "Wah, menang banyak ni anak" celetuknya sambil mengunci pintu.
"Jadi pacarmu itu teman Aldo di komunitas?" Sheila mengangguk, "Makanya aku cepat dapat pengganti, karena kebetulan Aldo juga butuh cepat rumah sewa." jelas Sheila. "Tapi dia ga curiga kalau penghuninya itu perempuan?" Sheila menggeleng sambil tersenyum," dia langsung setuju setelah tahu biaya sewanya. Hanya karena itu." Kinara menggeleng heran. "Tapi akhirnya kamu bersyukurkan bisa serumah dengannya. Kapan lagi bisa tinggal bareng dengan cowok seganteng Aldo," ejek Sheila. "Aku belum sempat cerita denganmu, sorenya aku masih mewawancarai dia. Malamnya malah ketemu dirumah." Sheila tertawa terpingkal mendengar cerita Kinara. "Akhir-akhir ini aku sebenarnya juga dikuntit Kin, makanya aku ga babibu lagi, langsung oke kan tawaran apartemen itu." Kinara terkesiap, "Kenapa kamu ga cerita?" Sheila nyengir merasa bersalah, "Iya aku khawatir kamu jadi takut. Tapi karena sudah ada Aldo pasti dia ga akan berani lagi ke rumah." Kinara mengangguk setuju. 'ini bisa jadi alasanku untuk lapor ke tetua setempat,' benak Kinara.
Sheila memarkirkan mobilnya, mereka masuk mencari beberapa barang seperti tas, gaun dan pakaian dalam bermerk. "Gila seberapa banyak isi kartu ini?" Kinara terperangah melihat kartu VIP yang dipegang Sheila. "Dia ga bilang, cuma suruh aku ajak kamu belanja terus bayar pakai kartu itu. Ayo kamu mau beli apa lagi?" Kinara melotot. "Ga Sheila, aku udah cukup sepatu dan stelan blazer ini. Aku ga merasa kerugian banget kok soal salah paham itu." Kinara merasa sungkan harus ikut menikmati uang yang seharusnya bukan untuknya. "Oke kalau gitu kita makan aja yuk, aku laper." Sheila menarik Kinara ke restoran mewah yang ada di mall itu. Sheila memanggil pelayan, setelah mencatat pesanan, pelayan meninggalkan mereka.
"Kamu sudah tanya Aldo apa dia punya pacar?" Kinara mengangguk, "Dia bilang pernah kecewa jadi dia untuk sementara memilih untuk tidak memikirkan soal itu." Sheila mengangguk paham. "Pantas saja dia anti perempuan, kata Bastian dalam sebulan 4 perempuan di komunitas sudah mengajaknya berkencan tapi dia tolak mentah-mentah, padahal perempuan-perempuan itu bukannya tidak cantik." Kinara menggeleng terpukau mendengar cerita Sheila.
"Dia tanya soal kamu ga?" Kinara mengangguk lagi, "Aku bilang hampir punya tapi akhirnya ku tolak, terus dia tanya pendapatku soal hubungan tanpa status, bahkan bertanya apa aku ada minat menikah atau tidak hanya karena ku bilang aku sedang menikmati kesendirian." Sheila menyeringai, "Wah kenapa sampai ingin tahu sebanyak itu? Jangan-jangan." Kinara melirik pada sheila, "Jangan-jangan apa?" Sheila tersenyum menggoda, " Dia tertarik dengan mu." Kinara spontan tertawa, sampai orang -orang diresto terkejut dan menoleh ke meja mereka. Sheila menutup mulut Kinara, " Hey berhenti. Orang-orang melihatmu." Kinara menghentikan tawanya. Lalu menutup mulutnya dengan tangannya sendiri.
"Kamu pikir itu ga mungkin?" Sheila heran dengan reaksi Kinara. "Ya iyalah, aku cukup tahu diri, mana mungkin Aldo tertarik denganku." Sheila menggeleng, "Kamu terlalu merendah Kin, kamu itu cantik luar dalam menurutku. Cuma kamu ga tahu aja, karena kita yang menilai kamu." Kinara tertegun, "Dia juga bilang begitu padaku." Sheila tersenyum puas, karena dugaannya benar.
Hari mulai senja. Sheila akhirnya mengantar Kinara pulang setelah mampir sebentar di apartemennya. " Jaga diri baik-baik ya, kalau dia benar ada tanda-tanda tertarik padamu jangan lupa cerita ke aku." Kinara tertawa, "Masih juga kamu yakin soal itu, sudah lah pulang sana. Lain kali aku menginap di apartemen mu ya." Sheila mengangguk lalu melambaikan tangannya. Mobilnya melaju cepat meninggalkan Kinara.
"Tiktak..tiktak." Kinara mencoba menyalakan lampu kamarnya. "Kenapa tidak menyala, apa lampunya rusak?" Ia meletakkan tas di atas meja lalu membuka sweaternya karena kegerahan. Ia mengambil meja dan sebuah kursi plastik untuk mengecek lampu. "Ceklek" pintu luar terbuka. Seseorang masuk ke dalam, melihat kamar utama yang terbuka pintunya tapi nampak gelap. Kinara berdiri di atas kursi yang bertumpuk diatas meja, memutar lampu untuk melepas. Tiba-tiba ia kehilangan keseimbangan. "Aaaah..bruk." Kinara terjatuh tapi tidak ke lantai, ia merasa ada seseorang di bawahnya.
Aldo yang melihat Kinara hendak jatuh spontan berlari menangkap tubuh kinara, tapi berakhir ditimpa oleh Kinara. Mata mereka bertemu, tubuh mereka bertumpuk. "Aldo?" Kinara panik. Lalu bergegas berdiri. "Maaf aku tidak tahu kalau kamu datang, ku pikir kamu akan pulang larut." Aldo bangkit dan hanya diam sambil memalingkan wajahnya. Meski gelap, karena mereka berada dijarak yang sangat dekat Aldo tahu Kinara hanya memakai pakaian dalam bertali. "Dimana swetermu?" Kinara terperanjat lalu berusaha menutup dadanya. Dan mengambil sweater di atas kasur. "Maaf aku kepanasan tadi ku pikir hanya aku dirumah," sambil bergegas memakai sweaternya.
"Apa lampunya putus?" tanya Aldo sambil mengambil bohlam yang terlempar ke kasur. "Kamu punya stock lampu?" Kinara menggeleng. Ia lalu ke ruang tengah, seingatnya, dia punya stock lampu di lemari perkakas. Ia kembali ke kamar Kinara Ialu menurunkan kursi dan hanya menggunakan meja pengganti tangga. Tubuhnya lebih tinggi dari kinara, jadi soal mengganti lampu bukan hal sulit baginya. Kinara mencoba menyalakan saklar. Lampu itu akhirnya menyala. "Terima kasih nanti aku ganti stock lampumu." Aldo hanya mengangguk lalu berjalan ke kamarnya. Setelah Aldo menutup pintu. Kinara juga menutup pintunya. "Ah malunya," gumam Kinara menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Kenapa dia tiba-tiba pulang?" gumamnya lagi.
Adegan ia terjatuh tadi saja sudah cukup membuat jantungnya terasa berhenti, apalagi setelah Aldo menegurnya untuk mengenakan sweater. "Malunya berlipat-lipat" keluh Kinara. Aldo sendiri tak kalah deg-degan. Ia buru-buru ke kamarnya untuk menenangkan jantungnya. Ia terus berulang kali menarik nafas dalam dan menghembuskannya. Rasa sakit karena tertimpa tak seberapa dibandingkan rasa malunya, sampai telinganya memerah.
Setelah beberapa menit menahan diri untuk tidak keluar dari kamar karena malu, Kinara akhirnya tak tahan karena sudah terlalu haus. Saat ia keluar, Aldo nampak duduk di sofa sambil melihat TV dengan santai. Mata mereka bertemu lagi, tapi Aldo nampak dingin lalu kembali menatap layar TV. Kinara membawa segelas air dan berdiri di dekat sofa, "Acara komunitas dibatalkan?" tanya Kinara sekedar untuk mencairkan suasana. Aldo menggeleng, "Lalu kenapa kamu pulang lebih cepat?" Aldo menghela nafas, "Orang yang sangat tidak ingin ku temui juga hadir, jadi aku memilih pergi." Kinara mengangguk paham. " Tapi bukannya kamu ketuanya, apa tidak masalah kamu tidak hadir?" Kinara terlalu kepo. "Aku sudah minta Bastian mengurusnya," jawab Aldo tanpa menoleh.
Kinara tampak tidak nyaman terus bertanya. "Apa kamu sudah makan?" Aldo menggeleng. "Mau aku buatkan spaghetti?" Aldo menatap Kinara. 'Apa dia mau menghiburku?' benak Aldo. "Boleh," sahutnya. Kinara lalu mengambil spaghetti di lemari dapur dan mulai memasaknya. Aldo menghampiri Kinara. "Ada yang perlu ku bantu?" tawarnya. "Tidak perlu kamu duduk saja, anggap saja pengganti nasi goreng pagi tadi," sahut Kinara . Aldo mengangguk lalu mengambil 2 buah gelas kosong dan sebotol air dari kulkas .
5 menit kemudian Kinara membawa 2 piring spaghetti carbonara ke ruang tengah. Aldo menyambut piring yang disodorkan kinara "Terima kasih ya" Kinara mengangguk tersenyum. Aldo nampak menikmati makan malamnya. "Sangat enak, aku suka. Sepertinya kamu tambahkan bumbu lain ya?" Kinara tersenyum puas, "Ia ku tambahkan tumisan irisan bombay dan daging ayam cincang." Aldo mengangguk mengerti, "Pantas saja jadi seenak ini," pujiAldo. "Sudah memujinya aku jadi merasa terbang," ujar Kinara tersipu. Aldo terkekeh.
"Oh ya apa badanmu terasa ada yang sakit? Aku ada obat yang bisa menghilangkan rasa sakitnya." Kinara merasa tidak nyaman karena tubuhnya cukup berisi kalau menimpa seseorang khawatirnya orang itu bisa terluka. "Tidak apa-apa sudah aku obati kok." Kinara mengangguk, ia makin tidak nyaman, ia bangkit mengambil piring Aldo, tapi Aldo menahannya. "Biar aku saja," ujar Aldo. "Tak perlu biar aku yang bereskan." kinara menarik paksa piring dari tangan Aldo. Aldo hanya menurut dan patuh. Perutnya terasa kenyang, hatinya juga merasa tersentuh dengan perhatian Kinara. Seolah mengerti kekesalannya bertemu mantan kekasihnya, Kamelia.