Sean Montgomery Anak tunggal dan pewaris satu-satunya dari pasangan Florence Montgomery dan mendiang James Montgomery yang terpaksa menikahi Ariana atas perintah ayahnya. Tiga tahun membina rumah tangga tidak juga menumbuhkan benih-benih cinta di hati Sean ditambah Florence yang semakin menunjukkan ketidak sukaannya pada Ariana setelah kematian suaminya. Kehadiran sosok Clarissa dalam keluarga Montgomery semakin menguatkan tekat Florence untuk menyingkirkan Ariana yang dianggap tidak setara dan tidak layak menjadi anggota keluarga Montgomery. Bagaimana Ariana akan menemukan dirinya kembali setelah Sean sudah bulat menceraikannya? Di tengah badai itu Ariana menemukan dirinya sedang mengandung, namun bayi dalam kandungannya juga tidak membuat Sean menahannya untuk tidak pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ariana Mamacare
Langkah Jonash bergema di sepanjang lorong gelap markas. Malam itu, ia membawa kabar yang seharusnya melegakan Sean, meski dengan wajah setegas baja ia tak pernah menunjukkan kegembiraan. Pintu ruang kerja terbuka, memperlihatkan Sean Montgomery berdiri di depan jendela besar dengan rokok berasap di tangannya, tatapannya jauh ke kegelapan kota.
“Bagaimana Clarissa?” suara Sean datar.
Jonash duduk di sofa lebih santai. “Semua berjalan sesuai instruksimu. Dia diasingkan ke Antartika, ke fasilitas penelitian yang bahkan tidak tercatat dalam peta publik. Tidak akan ada yang mendengar suaranya lagi, tidak dalam sepuluh tahun ke depan. Bahkan ayahnya tidak berdaya, Sean. Perusahaannya… hancur.”
Sean menoleh sedikit, seulas senyum kepuasan di bibirnya. “Lawrence… jatuh hanya dalam waktu tiga hari. Cukup cepat untuk ukuran bangsawan tua yang sombong.”
“Tak lebih dari pion rapuh, Sean,” jawab Jonash.
Hening sesaat. Sean kembali menatap ke luar jendela, kegelapan malam seakan mencerminkan batinnya sendiri. Ia tidak merasa puas. Bagi Sean, ini hanya langkah kecil dari peperangan panjang.
Satu minggu kemudian, Montgomery Corp gemetar. Berita itu pecah seperti badai. Florence Montgomery secara resmi menarik 39 persen saham miliknya dari perusahaan. Tindakan itu membuat rapat eksekutif heboh, wajah-wajah pucat para direktur mencerminkan kepanikan yang tak terbendung.
“Ini… gila!” salah satu direktur hampir berteriak. “Perusahaan bisa goyah dalam hitungan bulan!”
Jonash yang berdiri di sisi Sean tetap diam, sementara Sean duduk di kursi puncak dengan ekspresi tenang namun matanya menyala dingin.
Florence yang hadir dalam rapat itu tersenyum tipis, menikmati ketegangan.
“Montgomery harus kembali ke jalur yang benar. Aku hanya menarik apa yang memang menjadi hakku. Kau pikir aku akan duduk diam sementara kau mempermalukan nama keluarga ini? Aku ingin kau merasakan akibat dari melawan ibumu sendiri.”
Sean menatapnya lama, pandangannya tajam bagaikan pedang. “Keputusan bodoh, Mama. Saham adalah urat nadi perusahaan. Menariknya berarti mengiris tubuh sendiri.”
Florence mengangkat dagu. “Dan aku ingin melihatmu berlutut, Sean. Aku ingin melihat apakah egomu lebih kuat dari darah yang kau butuhkan untuk tetap hidup. Kau akan kembali padaku, pada apa yang selama ini kau tolak.”
Ruangan hening, para eksekutif menunduk dan tidak ada yang berani menengahi peperangan antara anak dan ibu itu.
Sean perlahan berdiri, langkahnya tenang namun penuh wibawa. “Jika Mama berpikir aku akan memohon… Mama salah besar. Montgomery tidak akan tumbang hanya karena satu tangan yang lepas. Mama liat saja nanti.”
Florence terbelalak, tak menduga Sean menjawab dengan keyakinan semacam itu.
Sean dan Jonash duduk berhadap-hadapan di meja panjang hitam yang hanya diterangi lampu gantung tunggal. Map-map tebal berisi dokumen berserakan, grafik saham, laporan produksi, proyeksi penjualan.
“Tidak ada jalan lain,” kata Sean datar. “Plan B harus dijalankan sekarang. Satukan perusahaan bayangan yang kita bangun bertahun-tahun ini.”
Jonash mengangguk mantap. “Perusahaan itu memang sudah siap. Namun jika kita keluarkan sekarang, risikonya besar Sean.”
“Kita sudah dalam perang, Jonash,” potong Sean dingin. “Montgomery harus tetap hidup bagaimana pun caranya, bahkan tanpa nama Florence.”
Jonash membuka map besar, memperlihatkan struktur perusahaan yang ia dirikan diam-diam bersama Sean. Pabrik-pabrik kecil di pinggiran kota, jaringan distribusi, dan tim riset independen. Selama ini semuanya tertutup rapat dari mata Florence.
Sean menatapnya lama, kemudian berujar, “Keluarkan produk baru yang mampu menggemparkan pasar. Sesuatu yang menyentuh hati masyarakat, sesuatu yang mereka butuhkan. Kita butuh atensi dari mereka pada masa-masa ini.”
Jonash mengernyit. “Menyentuh hati masyarakat?”
Sean berjalan ke arah rak, menyentuh sebuah bingkai kecil berlapis emas. Foto USG yang dulu ia temukan di rumah Ariana. “Produk untuk khusus untuk ibu hamil dan menyusui. Alat, suplemen, layanan… apa saja. Mungkin kita bisa menamainya produk, Ariana Mamacare?”
Jonash memandang bosnya lama, memahami sesuatu yang selama ini Sean pendam rapat-rapat. Nama itu bukan sekadar merek dagang, itu perasaan yang Sean tak pernah akui.
“Baiklah,” akhirnya Jonash menjawab, suaranya tegas. “Kita akan luncurkan Project Ariana Mamacare di seluruh kota.”
Pabrik beroperasi siang dan malam, para peneliti bekerja tanpa henti. Iklan-iklan besar menyebar di layar televisi, baliho raksasa dan media sosial. Nama Ariana MamaCare bergema di mana-mana, menjanjikan perlindungan bagi setiap ibu hamil dan menyusui.
Sean sendiri turun tangan, mengawasi setiap detail. Ia dingin, tegas dan tidak mengenal kompromi. Namun di balik itu, ada kilatan perasaan yang jarang muncul di wajahnya. Setiap kali ia menatap logo bertuliskan Ariana Mamacare, matanya seolah melihat bayangan wanita yang sudah lama hilang dari hidupnya.
Sementara Florence menonton dari kejauhan, kemarahan makin membuncah. Ia mengira Sean akan jatuh, namun yang terjadi sebaliknya, produk itu meledak di pasaran.
Tiga bulan kemudian, Jonash meletakkan map laporan penjualan di meja Sean. “Terjual habis, Sean. Ini pencapaian luar biasa. Dalam satu minggu terakhir, semua unit lenyap dari pasar. Distributor meminta tambahan dua kali lipat.”
Sean membuka laporan itu perlahan. Grafik melesat tajam ke atas. Nama Ariana Mamacare kini menjadi perbicangan hangat di seluruh kota.
Untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir, Sean bisa menghela napas lega. Ia menutup map itu, lalu bersandar di kursinya. Matanya menatap kosong ke langit-langit, namun di hatinya ada gejolak yang sulit disembunyikan.
“Ariana…” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar. “Kau akan tetap hidup di setiap helaan napas perusahaan ini.”
Jonash berdiri tegak, menatap bosnya yang kembali membungkus rapuhnya dengan dingin. Ia tahu, perjuangan Sean belum sepenuhnya selesai selama belum ada titik terang dari Ariana.
“Produk terbaru Montgomery Corp, **project Ariana Mamacare habis terjual hanya dalam hitungan hari. Para distributor meminta pasokan tambahan. Sebuah rekor baru dalam sejarah industri!”**
Florence duduk di ruang pribadinya, ditemani layar datar berukuran raksasa. Suara pembawa berita seakan menampar wajahnya berkali-kali. Jemarinya mencengkeram gelas kristal berisi anggur tua, namun genggaman itu terlalu keras hingga kaca retak, menumpahkan cairan merah ke gaunnya yang mahal.
“Sean… anak durhaka!” desisnya, napasnya memburu.
Ia bangkit dengan brutal, menyapu meja riasnya hingga botol parfum, kalung mutiara, dan lipstik berhamburan di lantai. Tangannya meraih bingkai foto James Montgomery, suaminya yang telah tiada dan melemparkannya ke dinding hingga pecah berderai.
“Kau tega mempermalukan ibumu sendiri demi… demi perempuan rendahan itu?!” jerit Florence, wajahnya merah, matanya berkilat bagaikan singa yang terluka. Ia mengacak rambutnya sendiri, lalu merobek tirai beludru ungu yang tergantung gagah di jendela.
Malam itu, Mansion Montgomery kehilangan keanggunan yang selama ini ia banggakan. Teriakan Florence menggema dari balik dinding marmer, tanda amarah seorang wanita yang kehilangan kendali.
ayo gegas,cak cek sat set..Kejar apa yg pengen km dapatkan.
Jadilah pinter biar Ariana Luluh.
Ada Ethan yg akan menjadi penghubung,rendahkan egomu.
nikmati penyesalanmu 😁
biarkan sean merasakan sakit seperti apa yg kau rasakan dulu.😏