"Hai ganteng, malam ini, mau bermalam bersamaku?"
~ Keira ~
"Kau tidak akan menyesalinya kan, little girl?"
~ Reynald ~
**********
Demi bisa menghadiri pesta ulang tahun pacarnya di sebuah klub malam, Keira nekat mencari cara untuk kabur dari pengawasan Raka, sang kakak yang overprotektif, dengan bantuan sahabatnya, Selina. Namun, sesampainya di sana, betapa terkejutnya ia saat mendengar bahwa Dion, kekasih yang selama ini ia sembunyikan dari sang kakak, justru malah menghina Keira di depan teman-temannya.
Hatinya hancur. Di tengah rasa sakit dan kekecewaan, Keira bersumpah akan mencari laki-laki lain yang jauh lebih tampan dan mempesona dari Dion. Saat itulah ia bertemu dengan sosok pria asing yang sangat tampan di klub. Mengira pria itu seorang host club, Keira tanpa ragu mengajaknya berciuman dan menghabiskan malam bersama.
Namun, keesokan harinya, Keira baru menyadari kalau pria yang bersamanya semalam ternyata adalah Reynald, teman dekat kakaknya sendiri!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Panik
"Kei!"
Selina melambaikan tangannya saat ia melihat Keira berlari keluar dari gedung. Dengan langkah tergopoh-gopoh dan napas ngos-ngosan, Keira menghampiri Sahabatnya itu dengan wajah panik.
"Kei, Lo nggak apa-apa? Apa yang terjadi? Kenapa Lo bisa berakhir nginep di hotel sama cowok yang nggak dikenal?" Selina mencecar Keira dengan pertanyaan.
"Udah Sel, Gue nggak ada waktu buat menjawab itu semua! Karena yang lebih penting, sekarang kita harus sampai duluan ke rumah Lo sebelum keduluan Kakak Gue!" Ujar Keira panik.
Selina menelan ludah kasar. Benar juga, bisa-bisa mereka bakalan mati di tangan Raka hari ini juga jika sampai cowok itu tau. Maka tanpa membuang waktu, segera saja ia membuka pintu mobil dan masuk ke bangku kemudi, lalu menancap gas kuat-kuat.
Mobil Selina berjalan meliuk-liuk menyalip semua kendaraan. Beberapa mobil lain membunyikan klakson sambil bersumpah serapah karena Selina berkendara secara ugal-ugalan.
"Sorry! Buru-buru!" Selina hanya mampu berteriak dalam mobil, yang entah didengar oleh mereka atau tidak. Di sampingnya, Keira hanya bisa memejamkan mata, berdoa sambil memegang sabuk pengaman erat-erat. Berharap bisa sampai dengan selamat dan lebih dulu dari sang kakak.
Saking ngebutnya Selina menyetir, sampai-sampai mereka tiba di rumah dua kali lebih cepat dari seharusnya. Sesampainya di sana, kedua gadis itu terdiam dulu di dalam mobil dengan wajah tegang, khawatir jika sosok yang mereka berdua takutkan itu sudah ada di sana duluan.
Setelah mengamati situasi dengan seksama, barulah Keira dan Selina menghela napas lega. Karena tidak ada kendaraan lain di halaman rumah itu, yang menandakan sepertinya Raka memang belum sampai ke sana.
Tapi, Keira dan Selina tidak bisa bersantai lama-lama. Karena tetap saja bahaya masih mengancam mereka. Apa jadinya jika Raka datang nanti dan melihat penampilan Keira yang acak-acakan seperti itu, sudah pasti dia curiga.
"Ayo, cepat! Gue harus akting kalau masih tidur!" Keira buru-buru berlari keluar dari mobil. Sementara itu Selina memasukkan mobilnya ke garasi agar tidak ketahuan kalau barusan pergi.
Setelah berhasil masuk ke rumah Selina, Keira langsung menuju kamar sahabatnya itu. Ia terlebih dulu mengganti pakaiannya dengan piyama, lalu menggosok gigi dan memakai parfum mulut agar sisa bau alkohol yang semalam ia minum bisa tersamarkan. Setelah itu, ia bergegas naik ke kasur dan menyelimuti diri, supaya seolah-olah dia masih tidur dengan nyenyak.
Selina sendiri juga cepat-cepat masuk rumah, menutup pintu dan menguncinya. Itu semua dilakukan supaya Raka, si pengacara yang jeli itu tidak curiga. Karena Raka ini benar-benar bisa melihat celah-celah kebohongan yang ditinggalkan seseorang. Tak terkecuali adiknya sendiri.
Keira dan Selina menunggu dengan jantung berdebar tak karuan. Menunggu kedatangan Raka tidak ada bedanya dengan menunggu kedatangan malaikat maut. Tinggal menunggu waktu sampai nyawa mereka berada di ujung tanduk.
Benar saja, beberapa menit kemudian, terdengar suara ketukan pintu dari luar. Keira dan Selina sama-sama saling pandang.
"Itu pasti kakak Gue," ucap Keira yakin.
"Ya udah, temuin sana," ujar Selina.
"Ya janganlah, Lo aja. Lo bilang ke dia kalau Gue masih tidur,"
"Gila ya, Lo mau numbalin Gue? Gue mana sanggup menghadapi dia sendirian?"
"Ya terus gimana,"
"Ya udah Lo yang keluar,"
"Lo aja,"
"Lo,"
"Lo!"
Di tengah perdebatan itu, tiba-tiba ponsel Selina berdering nyaring, membuat mereka berdua langsung tersentak kaget.
Selina mengambil ponselnya dan mengarahkan layarnya pada Keira.
"Kakak Lo," Desisnya dengan suara panik.
"Ya udah, angkat," Keira meyakinkan.
Selina menelan ludah, dalam hati dia memaki Keira karena harus terlibat dalam masalah ini.
"Pokoknya, Lo harus traktir gue makan siang sebulan," ancamnya pada Keira sebelum akhirnya menekan tombol hijau. Keira hanya bisa menganggukkan kepala sambil mengacungkan kedua jempol.
Dengan jantung yang sudah berdebar hebat, Keira menempelkan ponsel pada telinganya. "Halo, Kak?"
"Halo Sel, sorry, Keira belum bangun? Ini Kakak udah di depan rumah," Terdengar suara berat Raka dari seberang sana.
"Eng..." Selina melirik ke arah Keira yang memberi kode supaya Selina tidak menjawab jujur. Selina menghela napas panjang sebelum akhirnya menjawab. "...Iya kak, belum nih,"
"Ya ampun, anak itu. Ya udah Sel, kakak boleh minta tolong bangunin dia, nggak? Bilang Kakak udah nunggu,"
"Iya Kak," Selina menganggukkan kepala, meskipun sebenarnya Raka juga tidak bisa melihatnya. Tapi memang aura Raka ini sangat mendominasi sekalipun hanya mendengar suaranya, membuat nyali Selina ciut.
Selina lalu menatap Keira sambil pura-pura membangunkan. "Kei, Kei, bangun Kei, Kakak Lo udah nunggu di depan rumah,"
Keira diam. Berpura-pura masih tidur. Rasanya akan kurang meyakinkan jika Keira langsung bangun setelah dibangunkan sekali, karena pada kenyataannya Keira ini adalah orang yang susah dibangunkan. Bayangkan, mereka sampai harus memperhatikan detail seperti itu supaya Raka tidak curiga.
"Kei, Kei," Selina pura-pura membangunkan untuk kedua kalinya.
"Ehm..." Kali ini, Keira pura-pura merespon kecil.
"Kei, bangun, Kakak Lo udah nunggu di depan buat jemput Lo,"
"Keira..." dari seberang telepon, Raka angkat bicara. "Bangun dek, cepetan,"
"Eh, Kakak, udah sampe? Ya udah Kak, aku cuci muka dulu ya," nada bicara Keira dibuat sedikit serak supaya meyakinkan kalau baru bangun tidur.
"Iya cepetan, jangan ngerepotin Selina. Nggak pake lama! Kakak tunggu lima menit,"
"Iya, iya, cerewet..."
Lalu sambungan telepon terputus. Baik Keira maupun Selina sama-sama saling pandang sambil menghela napas lega.
"Aman kan? Aman kan? Kita nggak bakal dimarahin kan?" Tanya Selina memastikan.
"Kalau sesuai pengalaman gue sih, sejauh ini aman," jawab Keira yakin.
"Oke, kalau gitu Lo bersih-bersih dulu, biar gue bukain pintu buat kakak Lo,"
"Oke, makasih banyak ya bestie!"
"Traktir makan siang sebulan, inget!"
"Siappp!"
Selina mendengus dan melangkah menuju ruang tamu. Dibukanya pintu besar itu dan langsung terlihat sosok Raka yang berdiri membelakanginya.
Mendengar suara pintu terbuka, Raka otomatis berbalik, dan pandangan mereka bertemu. Raka awalnya mau mengomel karena mengira itu Keira, tapi setelah tau kalau itu Selina, ia jadi salah tingkah.
"Eh, Hai Sel," Raka tersenyum canggung. "Sorry ganggu waktunya pagi-pagi.
"Iya Kak nggak apa-apa," Selina menganggukkan kepala sambil memalingkan muka. Entah kenapa berhadapan langsung dengan cinta pertamanya itu masih membuatnya terasa canggung.
"Eng, mau masuk dulu nggak, kak?" Selina berbasa-basi. Karena rasanya tentu tidak sopan jika membiarkan tamu masih berdiri di luar seperti itu.
"Ah, nggak usah. Orang tua kamu nggak ada di rumah kan? Kakak nggak enak kalau masuk rumah cewek pagi-pagi,"
"Oh..." Keira kembali menganggukkan kepala. "Kalau gitu mau aku buatin minum apa?"
"Nggak usah Sel, Kakak cuma mau nungguin Keira aja, habis itu langsung pulang,"
"Oh iya Kak, oke,"
Hening. Selina dan Raka hanya berdiri berhadapan dengan salah tingkah. Karena merasa tidak tahan, akhirnya Selina berkata. "Kalau gitu, aku tinggal ke dalam dulu ya Kak,"
Raka awalnya mengangguk untuk mempersilahkan, tapi kemudian ia teringat sesuatu.
"Tunggu Sel,"
Langkah Selina terhenti. Ia berbalik untuk menatap kakak sahabatnya itu.
"Ah, nggak, kakak cuma mau nanya. Kenapa gerbang rumah kamu terbuka waktu kakak masuk tadi?"
Selina otomatis menelan ludah. Mampus!
...----------------...
...Insting pengacara emang nggak pernah salah deh! Good luck Keira, Selina😊...