Berkali-kali dikhianati membuat Marwah mengalami trauma, dia tidak mau menjalin hubungan dengan pria mana pun juga. Hingga akhirnya dia bertemu dengan seorang pengusaha berkedok ustaz yang sedang mencari orang untuk mengurus ibunya.
Nahyan ternyata tidak jauh berbeda dengan Marwah. Keduanya tidak beruntung dalam hal percintaan.
Akankah Allah menjodohkan mereka berdua dan saling mengobati luka satu sama lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6 Pusing Tujuh Keliling
Jakarta....
"Keluar kamu, saya tidak butuh kamu!" teriak seorang wanita paruh baya.
Wanita yang bekerja mengurus si Ibu pun ketakutan dan memilih pergi dari kamar itu. Sedangkan, seorang pria dewasa nan tampan sedang duduk di ruangan kerjanya. Tiba-tiba sebuah ketukan pintu menyadarkan pria tampan yang bernama Nahyan itu. "Masuk!"
Pintu pun terbuka dan seorang wanita berusia 35 tahunan masuk dengan kepala menunduk karena takut. "Permisi Mas, saya mau izin pulang. Saya tidak sanggup menjaga Ibu karena Ibu tidak menyukai saya dan mengusir saya," ucap wanita itu ragu-ragu.
Nahyan menghembuskan napasnya secara kasar. "Mbak, Mbak baru saja tiga hari kerja di sini, bisakah Mbak bertahan dulu untuk beberapa hari ke depan? soalnya saya sudah bingung harus cari ke mana lagi orang yang kuat menjaga Ibu saya," pinta Nahyan dengan sedikit memohon.
"Maaf Mas, sepertinya saya tidak bisa. Sulit sekali menjaga Ibu dan saya tidak kuat jika setiap hari harus menerima bentakan dari Ibu," sahut Wanita itu.
Nahyan terdiam, dia tidak bisa mencegah wanita itu untuk pergi. Akhirnya dengan terpaksa, Nahyan pun mengizinkan dia pergi dan memberi upah sesuai waktu yang sudah wanita itu kerjakan. Nahyan memijat kepalanya yang tiba-tiba terasa berdenyut itu.
"Ya, Allah aku harus bagaimana lagi? kalau begini terus mana ada orang yang mau bekerja di sini," gumam Nahyan.
Nahyan Al-khatiri, pria tampan berusia 30 tahun dan ia merupakan seorang Pengusaha. Di balik pekerjaannya sebagai pengusaha, ternyata Nahyan juga pintar dalam hal agama maka dari itu dia juga sering mengisi tausiah di berbagai pengajian. Nahyan mempunyai seorang Ibu yang saat ini mengalami lumpuh akibat stroke yang dideritanya selama bertahun-tahun.
Rumah besar dan megah itu hanya ditinggali oleh Nahyan, Ibunya, dan dua orang asisten rumah tangga. Sudah sepuluh orang yang Nahyan pekerjakan untuk menjaga Ibunya tapi tidak ada satu pun yang kuat karena Ibu Nahyan sangat galak dan suka marah-marah. Nahyan sudah bingung harus mencari wanita yang seperti apa, yang bisa menjaga Ibunya pada saat dirinya sedang bekerja.
Nahyan membuka pintu kamar Ibunya, terlihat ia sedang duduk di kursi roda depan jendela. "Ma, kenapa Mama marahin Mbak Yuli? sekarang dia sudah pulang dan tidak akan bekerja lagi," seru Nahyan lembut.
Ibu Nahyan diam, ia tidak menjawab ucapan putranya itu. Nahyan pun berjongkok di samping kursi roda dan menggenggam tangan Ibunya tapi Ibunya menolak dan menghempaskan tangan Nahyan. Lagi-lagi Nahyan hanya bisa menghela napasnya.
"Ma, Nahyan tahu Mama masih marah sama Nahyan, tapi please jangan melampiaskan kemarahan Mama kepada orang-orang yang berusaha merawat Mama. Mama tahu, menyimpan dendam terlalu lama itu sangat tidak baik dan Allah paling tidak suka kepada orang-orang yang mempunyai hati pendendam," ucap Nahyan lembut.
"Mama tidak butuh dirawat, kamu urus saja urusan kamu jangan pikirkan Mama," ketus Mama Halimah.
"Astagfirullah, kenapa Mama bicara seperti itu? Ma, Nahyan itu anak Mama dan kewajiban Nahyan itu merawat dan menjaga Mama jadi Mama jangan bicara seperti itu lagi," sahut Nahyan sedih.
"Sudah terlambat, sekarang Papa kamu sudah meninggal jadi buat apa kamu ingin merawat Mama? karena yang Mama butuhkan itu dulu, saat Papa kamu tidak ada bukan sekarang-sekarang," ucap Mama Halimah penuh emosi.
Nahyan mengusap wajahnya dengan kasar. "Ma, waktu itu Nahyan sedang ujian di Australia dan Nahyan tidak bisa izin karena kalau izin, berarti ujian Nahyan gugur dan Nahyan tidak mau sampai mengulangnya lagi," sahut Nahyan berusaha menjelaskan.
"Sudah sana keluar dari kamar Mama, karena Mama mau tidur," ketus Mama Halimah.
Halimah pun menjalankan kursi rodanya sendiri dan menjauh dari Nahyan. Halimah susah payah mengangkat tubuhnya, tapi sayang Halimah justru terjatuh dan itu membuat Nahyan kaget dan reflek berlari menolong Mamanya. "Ya, Allah Ma, kenapa gak minta bantuan Nahyan?" seru Nahyan khawatir.
Nahyan pun merebahkan tubuh Mamanya di atas tempat tidur. Halimah pun membuang wajahnya dan memejamkan mata sebagai pertanda jika Nahyan harus keluar dari kamarnya. "Ya, sudah Mama istirahat saja, Nahyan mau lanjut kerja lagi. Jika ada apa-apa, Mama panggil saja Nahyan," ucap Nahyan.
Tidak ada jawaban sama sekali dan Nahyan pun memutuskan keluar dari kamar Mamanya. Semenjak kematian suaminya, kondisi Halimah memang ngedrop. Rasa cintanya kepada sang suami membuat Halimah tidak pernah bisa move on ditambah saat kematian suaminya, Nahyan tidak bisa pulang karena sedang ada ujian.
Itulah kenapa sampai saat ini Halimah terlihat membenci Nahyan karena ia pikir jika Nahyan tidak peduli kepada Papanya. Babkan sifat Halimah pun berubah drastis, menjadi gampang marah dan tidak suka orang baru. Makanya tidak ada orang yang betah bekerja sebagai pengasuh Halimah, karena Halimah selalu marah-marah dan berkata kasar kepada mereka.
Nahyan merebahkan tubuhnya di atas sofa. "Apa yang harus aku lakukan? kalau gak ada yang jagain Mama, bagaimana aku bisa kerja?" batin Nahyan pusing.
Malam pun tiba....
Marwah sudah tidak mau keluar dari kamarnya, dia hanya mengunci dirinya di dalam kamar. Semenjak tadi siang, Marwah sama sekali tidak mau makan, membuat kedua orang tuanya khawatir terlebih Dadang. Marwah duduk di atas sajadah dengan deraian air matanya.
"Ya, Allah ujian dari-Mu begitu sangat berat. Aku sudah merasakan pahitnya dikhianati oleh orang yang paling aku percaya, aku pernah merasakan luka yang dalam karena kehilangan orang yang begitu sangat aku cintai, aku dipaksa untuk tetap sabar meski hati ini terus terluka. Ya, Allah menjalani hari-hari begitu terasa sangat berat, aku yakin Engkau tidak akan mengujiku melebihi batas kemampuanku. Meskipun saat ini aku sangat hancur, aku tetap berdo'a karena aku yakin akan ada pelangi setelah badai dan ada hikmah dibalik setiap luka."
Marwah meneteskan air mata di sela do'a-do'anya. Marwah beruntung karena selama ini dia rajin mengikuti pengajian, sehingga sedikitnya iman dia tetap kuat walaupun hatinya dihancurkan bertubi-tubi. Dia percaya kalau Allah tidak akan pernah meninggalkannya sendirian.
***
Keesokan harinya....
Nazwa dan Iwan keluar dari kamar mereka dengan membawa tas yang berisi baju mereka. Tidak lupa, Nazwa juga menggendong anaknya. "Kalian mau ke mana?" tanya Ibu Ani.
"Bu, Yah, sepertinya kita mau ngontrak saja. Kita tidak enak kalau harus terus-terusan tinggal di sini, kasihan sama Teteh juga," sahut Nazwa.
"Kalian mau ngontrak di mana?" tanya Ibu Ani.
"Di kontrakan juragan Darma, tidak jauh kok Bu. Ibu pun bisa menjenguk Namira setiap hari," sahut Nazwa dengan senyumannya.
"Ya, sudah kalau itu mau kalian, Ibu tidak akan memaksa," sahut Ibu Ani.
Berbeda dengan Dadang yang tampak dingin dan tidak bicara sedikit pun. Keduanya pamit, lalu segera pergi ke kontrakan itu.