Dion terpaksa menikahi wanita yang tidak cintainya karena perjodohan yang diatur orang tuanya. Namun kehidupan pernikahannya hancur berantakan dan membuatnya menjadi duda.
Selepas bercerai Dion menemukan wanita yang dicintai dan hendak diajaknya menikah. Namun lagi-lagi dia harus melepaskan wanita yang dicintainya dan menuruti keinginan orang tua menikahi wanita pilihan mereka. Demi menyelamatkan perusahaannya dari kebangkrutan, akhirnya Dion bersedia.
Pernikahan keduanya pun tidak bisa berlangsung lama. Sang istri pergi untuk selamanya setelah memberikan putri cantik untuknya.
Enam tahun menduda, Dion bertemu kembali dengan Raras, wanita yang gagal dinikahinya dulu. Ketika hendak merajut kembali jalinan kasih yang terputus, muncul Kirana di antara mereka. Kirana adalah gadis yang diinginkan Mama Dion menjadi istri ketiga anaknya.
Kepada siapa Dion melabuhkan hatinya? Apakah dia akan mengikuti kata hati menikahi Raras atau kembali mengikuti keinginan orang tua dan menikahi Kirana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Marina
Seharian ini Dion belum datang ke kantor. Sejak mendapat kabar tentang Cipto dan usulan Fendi memberikan investasi dengan pernikahannya dengan Letisha sebagai bayaran, pria itu sibuk mencari jalan keluar untuk membawa Blue Living keluar dari krisis. Dion tidak mau menyakiti Raras, seperti dulu dia menyakiti Nilan. Dia akan berusaha sekuat tenaga untuk melanjutkan proyek Blue Living tanpa bantuan Fendi.
Sudah cukup banyak orang yang ditemui olehnya, namun sejauh ini belum membuahkan hasil. Bahkan pria itu mendatangi beberapa bank agar bisa mengajukan pinjaman. Tapi mereka tidak bisa memberikan pinjaman karena PT. Blue Harmony masih memiliki kewajiban melunasi pinjaman. Beberapa temannya masih ada yang menerima undangannya untuk bertemu. Sambil menunggu pertemuan dengan temannya yang lain, Dion memilih kembali ke kantor.
Pukul tiga sore pria itu baru sampai ke kantor. Dengan langkah gontai Dion berjalan di koridor, melewati ruangan Raras lalu masuk ke ruangannya. Raras yang melihat kedatangan Dion bermaksud menemuinya. Selain untuk memberikan beberapa berkas yang harus ditanda tangani, dia juga ingin menanyakan perihal pesan yang dikirimkannya semalam. Sampai sekarang Dion tidak membalas pesannya.
Ketika Raras masuk ke dalam ruangan, dia melihat Dion tengah duduk termenung di belakang meja kerjanya. Wanita itu merasa iba juga melihat keadaan Dion sekarang. Raras sengaja menaruh berkas sedikit kencang untuk mengalihkan lamunan Dion. Dan apa yang dilakukannya berhasil. Perhatian pria itu langsung tertuju padanya.
“Ini berkas yang harus kamu tanda tangani. Kamu kemana saja? Banyak yang mencari mu sejak pagi.”
“Ada yang harus kulakukan,” jawab Dion seraya menanda tangani berkas tanpa membacanya lagi.
“Apa kamu masih mencari investor baru?”
“Ya, aku harus mendapatkan investasi atau pinjaman dari bank untuk melanjutkan proyek Blue Living. Aku tidak mungkin melepaskan proyek itu.”
“Bagaimana kalau tidak berhasil?”
“Harus berhasil. Bagaimana pun caranya aku harus berhasil.”
Blue Living bukan hanya proyek impiannya, tapi juga pembuktian dirinya di hadapan dewan komisaris. Dia harus membuktikan diri kalau dirinya cukup layak menduduki jabatannya sekarang. Pria itu tidak mau memberi kesempatan pada orang-orang yang tidak menyukainya untuk menyerangnya.
“Kenapa kamu tidak membalas pesan ku?”
“Maaf, aku tidak sempat.”
“Tidak sempat atau tidak mau?”
“Aku minta maaf karena tidak membalas pesan mu. Kamu tahu sendiri apa yang ku hadapi sekarang.”
“Aku tahu. Aku tahu kalau Blue Living begitu penting untuk mu. Tapi apa rencana pernikahan kita juga penting untuk mu?”
“Ras, aku tidak punya waktu untuk membicarakan itu sekarang. Fokus ku sekarang adalah Blue Living.”
“Aku tidak memaksa mu menikahi ku sekarang. Aku hanya butuh kepastian kalau kamu benar serius menjalin hubungan dengan ku. Kamu serius untuk menikahi ku. Setidaknya tunjukkan keseriusan mu dengan menemui kedua orang tua ku.”
“Aku serius menikahi mu, tapi aku tidak bisa bertemu dengan orang tua mu sekarang! Apa kamu tidak tahu perihal skala prioritas? Aku harus memprioritaskan yang lebih penting untuk ku dahulukan.”
“Jadi menurut mu pernikahan kita tidak penting?”
“Ada apa dengan mu, Raras?! Tugas mu sebagai asisten ku adalah membantu ku, bukan menambah masalah untuk ku! Lagi pula kita sedang berada di kantor dan ini masih jam kerja. Bukan waktunya kita membicarakan masalah pribadi, keluarlah! Aku ingin sendiri!”
Raras memandangi Dion dengan tatapan nanar. Ini pertama kalinya Dion meninggikan nada suaranya. Sikap Dion juga tidak seperti biasanya. Hal ini bukan hanya membuat Raras sakit hati, tapi juga takut. Wanita itu takut Dion mengubah keputusannya untuk menikah dengannya. Dia tahu sejarah pernikahan Dion dengan Amelia. Raras hanya takut dia akan bernasib sama seperti Nilan.
“Apa kamu masih belum pergi? Atau harus aku yang keluar?” tanya Dion dingin.
Tanpa mengatakan apapun, Raras segera keluar dari ruangan. Dion menghempaskan punggungnya ke kursi kerja sepeninggal Raras. Dia menyesali sikap dan kata-kata kasarnya pada Raras, barusan. Namun Dion juga tidak bisa melakukan permintaan wanita itu. Rencana perjodohannya dengan Letisha memang mengganggu pikirannya. Dia bermaksud menyelesaikan dulu masalah perjodohan itu sebelum menemui kedua orang tua Raras.
Baru sekitar lima belas menit Dion memejamkan matanya untuk mengistirahatkan diri, ponselnya berdering. Melihat nama sang pemanggil adalah teman yang ditunggu kabarnya seharian ini, pria itu langsung menjawab panggilannya. Setelah lima menit berbicara, Dion berdiri. Dia menyambar kunci mobil dan mengambil jas dari kapstok lalu bergegas keluar ruangan.
Dari balik kaca jendela ruang kerjanya, Raras bisa melihat kepergian Dion yang nampak terburu-buru. Wanita itu hanya bisa menghela nafas panjang. Raras memilih melanjutkan pekerjaannya, daripada pikirannya terus tertuju pada Dion.
Jari Raras mengetuk tombol enter untuk menyimpan hasil pekerjaannya. Akhirnya dia bisa menyelesaikan juga pekerjaan hari ini. Wanita itu melirik jam di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul empat lebih lima puluh menit. Sepuluh menit lagi jam kerjanya berakhir. Matanya melirik pada ponsel yang ada di atas meja kerjanya. Layar ponsel menyala dan menunjukkan ada nomor tak dikenal menghubunginya. Raras segera mengambil ponsel tersebut lalu menjawab panggilan.
“Halo.”
“Apa ini dengan Raras?”
“Iya benar. Maaf ini dengan siapa?”
“Saya Mamanya Dion. Apa kita bisa bertemu?”
DEG!
Jantung Raras berdetak kencang. Tiba-tiba saja perasaannya tidak enak saat tahu orang yang menghubunginya adalah Ibu dari pria yang dicintainya. Pasalnya selama dia mengenal Dion, baru kali ini Marina menghubunginya. Mereka belum pernah bertemu sebelumnya.
“Apa kita bisa bertemu?” tanya Marina lagi membuyarkan lamunan Raras.
“Bi.. bisa, Bu.”
“Saya tunggu di café yang ada di seberang kantor.”
“Sebentar lagi jam kerja saya selesai. Saya akan ke sana.”
“Baik, saya tunggu.”
Tanpa menunggu jawaban Raras, Marina segera mengakhiri panggilan. Raras termenung sejenak setelah mendapat panggilan dari Marina. Wanita itu segera bersiap, sebentar lagi jam kerjanya usai.
***
Raras memasuki café yang berada di seberang kantor. Matanya memandang sekeliling, lalu pandangannya tertuju pada seorang wanita paruh baya yang duduk sendirian. Dari penampilannya, dia yakin kalau wanita itu adalah Marina, Ibu dari Dion. Raras melangkahkan kakinya menuju meja tersebut. Marina yang sedang mengutak-atik ponselnya, mengangkat kepalanya ketika menyadari ada orang di dekatnya.
“Dengan Ibu Marina?” tanya Raras.
“Kamu Raras?”
“Iya, Bu.”
“Duduk.”
Raras segera menarik kursi di depan Marina. Untuk sejenak suasana di antara mereka masih hening. Raras merasa jengah ketika Marina memandanginya dari atas sampai bawah. Harus dia akui kalau Raras berwajah cantik. Pantas saja kalau anaknya sampai jatuh hati padanya. Dibanding Letisha, Raras memang lebih cantik. Apalagi usianya juga lebih muda dari Dion. Dari segi fisik, Raras jelas lebih unggul. Tapi dari segi materi dan status sosial, jelas Letisha pemenangnya.
“Kamu adalah sekretaris sekaligus asisten Dion?” akhirnya terdengar juga suara Marina memecah kebisuan di antara mereka.
“Iya, Bu.”
“Selain itu? Apa ada lagi?”
“Maksud Ibu?”
“Kamu sedang menjalin hubungan dengan Dion kan?”
Untuk sesaat Raras hanya terdiam sambil menatap Marina. Sejurus kemudian kepalanya mengangguk, menjawab pertanyaan wanita di depannya.
“Sudah berapa lama?”
“Enam bulan.”
“Apa yang Dion janjikan pada mu? Apa dia berjanji akan menikahi mu?”
“Kami saling mencintai dan kami memang berencana untuk menikah setelah grand opening Blue Living.”
Marina hanya tersenyum samar mendengar jawaban Raras. Sesuai dugaannya, hubungan Dion dan Raras memang sudah sejauh itu.
“Kamu pasti sudah mendengar apa yang terjadi pada Blue Living. Belum tentu proyek itu berlanjut apalagi sampai grand opening.”
“Saya tahu kalau Blue Living sedang mengalami kendala. Tapi saya yakin Dion bisa menemukan jalan keluarnya. Blue Living adalah impian Dion. Banyak yang dia kerahkan untuk mewujudkan proyek itu. Blue Living juga ajang pembuktiannya atas posisi yang ditempatinya sekarang.”
“Kamu sepertinya tahu banyak soal Dion.”
“Tentu saja. Saya bekerja sebagai sekretaris sekaligus asistennya. Saya tidak akan menduduki jabatan itu kalau tidak mengenalnya dengan baik.”
“Apa Dion sudah mengatakan pada mu kalau dia berhasil mendapatkan investor?”
Kali ini ucapan Marina sukses mengejutkan Raras. Pasalnya Dion belum mengatakan apapun padanya.
“Tapi untuk mendapatkan investasi itu, sang pemodal memiliki syarat. Dion harus menikahi putrinya.”
***
Buat visualnya next episode ya. Tapi berhubung aku lebih suka visual luar, aku bakal pakai visual luar karena buat ku feel nya lebih dapet. Yang ngga suka, silakan cari visual sesuai selera masing² ya.
Marahlah Raras kepada Susi yang merasa dia yang memperkerjakan Susi.
Ketika Raras bilang mau memecat Susi, Letisha sudah berdiri di belakang Susi dan berkata - kamu tidak berhak memecat pegawai di rumah ini.
Malu dong harusnya Raras dengan Letisha berkata begitu.