Pangeran Dari kerajaan Vazkal tiba-tiba mendapatkan sistem auto pilot saat kerajaannya diserang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
"Kau milikku sekarang"
Pangeran Sekya tidak membuang waktu sedikit pun setelah pertemuan pentingnya dengan Raja Saul. Begitu percakapan mereka usai, ia segera melangkah kembali menuju ruang strateginya yang dipenuhi berbagai peta kuno dan gulungan-gulungan perkamen yang berisi catatan-catatan penting. Di sana, di tengah keheningan yang tegang, hanya suara napasnya yang terdengar, ia mulai menyusun sebuah rencana yang sangat berani, sebuah strategi yang diyakininya akan sepenuhnya mengubah jalannya perang yang akan datang.
"Sistem," bisiknya pelan, suaranya mantap dan penuh keyakinan, "kita akan membuat jebakan berskala sangat besar. Aku ingin setiap inci wilayah perbatasan kita menjadi neraka yang sesungguhnya bagi pasukan Kerajaan Alveria. Mereka harus merasakan seolah-olah setiap langkah yang mereka ambil adalah langkah terakhir mereka di muka bumi ini."
Suara sistem itu merespons dengan cepat, nadanya datar namun penuh perhitungan yang cermat. {Menganalisis topografi perbatasan. Mengintegrasikan data kekuatan musuh dan sumber daya yang tersedia. Merekomendasikan penempatan jebakan anti-kavaleri, ranjau darat, dan posisi pemanah tersembunyi. Tingkat efisiensi: Sembilan puluh dua persen}.
Pangeran Sekya mengangguk perlahan, sebuah tanda persetujuan atas analisis sistem. "Bagus sekali. Dan untuk semakin mengacaukan konsentrasi mereka, kita akan mengirimkan lima puluh prajurit terbaik kita, ditambah satu jenderal yang paling cerdik, untuk menyelinap masuk jauh ke dalam wilayah Kerajaan Alveria. Mereka akan menciptakan kekacauan besar di belakang garis musuh, membakar gudang perbekalan vital, merusak jalur komunikasi penting, dan menyebarkan desas-desus yang menyesatkan, yang akan membuat mereka panik."
Sistem itu menambahkan detail yang diperlukan, nadanya tetap tenang. {Analisis risiko untuk misi penyusupan: Tinggi. Namun, potensi gangguan terhadap fokus musuh: Sangat tinggi. Merekomendasikan Jenderal Gavriel untuk memimpin misi ini, dengan unit khusus yang terlatih dalam operasi senyap}.
"Tepat sekali, Jenderal Gavriel," Pangeran Sekya menyetujui, senyum tipis terukir di bibirnya, menunjukkan kepuasannya. "Dia adalah orang yang paling tepat untuk tugas ini. Lima puluh orang itu harus bergerak seperti bayangan tak terlihat, tidak terlihat oleh mata musuh, tidak terdengar sedikit pun oleh telinga mereka, hanya meninggalkan jejak kehancuran yang akan membuat seluruh Kerajaan Alveria dilanda kepanikan."
Keesokan harinya, perintah Pangeran Sekya segera dilaksanakan tanpa penundaan. Ribuan prajurit Vazkal bekerja tanpa henti, dengan semangat membara, mengubah perbatasan yang tadinya tenang menjadi sebuah ladang maut yang mengerikan. Lubang jebakan yang dalam disamarkan dengan dedaunan dan ranting-ranting, ranjau darat dipasang dengan sangat hati-hati di jalur-jalur utama yang biasa dilewati musuh, dan posisi pemanah tersembunyi dibangun di balik pepohonan lebat yang rimbun. Setiap jebakan dirancang khusus untuk menimbulkan kepanikan massal dan memecah belah formasi musuh yang datang.
Sementara itu, di bawah kegelapan malam yang pekat, Jenderal Gavriel memimpin lima puluh prajurit elitnya menyelinap melintasi perbatasan. Mereka bergerak cepat dan senyap, seperti hantu di antara bayangan, menuju jantung Kerajaan Alveria. Misi mereka jelas dan terarah: mengacaukan, membuyarkan fokus, dan membuat musuh membagi kekuatan mereka.
"Ingat," Pangeran Sekya berpesan kepada Jenderal Gavriel sebelum keberangkatannya, suaranya tegas dan penuh penekanan, "mereka akan mundur. Setelah itu, pasukan kita akan melakukan serangan balasan yang dahsyat. Lima puluh orangmu harus menguasai benteng pertahanan mereka sebelum para pasukan Alveria kembali. Saat itulah kita akan menghabisi mereka dan menaklukkan Kerajaan Alveria sepenuhnya."
Jenderal Gavriel mengangguk, matanya memancarkan tekad yang membara, sebuah janji tanpa kata. "Kami tidak akan mengecewakanmu, Yang Mulia. Benteng itu akan menjadi milik kita, apa pun risikonya."
Hari-hari berlalu, dan ketegangan di kedua kerajaan semakin meningkat tajam. Pasukan Alveria, yang dipimpin oleh Jenderal Garret yang gagah perkasa, akhirnya melancarkan serangan penuh dengan kekuatan yang sangat besar. Mereka bergerak dengan formasi militer yang rapi dan besar, yakin sepenuhnya akan menghancurkan Kerajaan Vazkal dalam sekejap mata. Ratu Eliana sendiri memilih untuk tetap berada di istana megahnya, memantau situasi dari jauh, yakin bahwa pasukannya akan membawa kemenangan telak.
Namun, begitu mereka memasuki wilayah perbatasan Vazkal, neraka pun dimulai dengan tiba-tiba. Kavaleri mereka terjebak dalam lubang jebakan yang dalam dan tersembunyi, ranjau darat meledak secara beruntun di bawah kaki prajurit, dan hujan panah tiba-tiba melesat dari arah yang tidak terduga, menumbangkan barisan depan mereka satu per satu. Kepanikan mulai menyebar dengan cepat di antara pasukan Alveria yang tadinya percaya diri.
Di saat yang sama, kabar tentang kekacauan di ibu kota Alveria mulai sampai ke telinga para komandan di garis depan. Gudang perbekalan terbakar habis, jembatan-jembatan penting hancur total, dan desas-desus tentang pemberontakan internal menyebar dengan sangat cepat, membuat mereka semakin bingung dan kehilangan arah.
"Jenderal Garret, kita harus mundur!" teriak seorang komandan Alveria, suaranya penuh kepanikan yang tak terkendali. "Pasukan kita terjebak dalam jebakan yang mematikan, dan ada kekacauan besar di belakang garis pertahanan kita!"
Jenderal Garret, meskipun marah dan frustrasi, akhirnya terpaksa memerintahkan pasukannya untuk mundur dengan tergesa-gesa, membagi fokus mereka untuk mengatasi ancaman di dalam dan di luar wilayah mereka. Ini adalah momen krusial yang ditunggu-tunggu Pangeran Sekya.
"Sekarang!" Pangeran Sekya berseru, suaranya menggelegar dan penuh semangat di medan perang. "Serang balik! Kejar mereka tanpa ampun!"
Pasukan Vazkal, yang kini dipenuhi semangat membara dan tekad baja, melancarkan serangan balasan yang dahsyat. Mereka mengejar pasukan Alveria yang mundur dengan panik, menghabisi mereka tanpa ampun sedikit pun. Sementara itu, di jantung Kerajaan Alveria, Jenderal Gavriel dan lima puluh prajuritnya bergerak cepat dan efisien, menguasai benteng pertahanan yang kini kosong melompong.
Pertempuran berubah menjadi pembantaian yang mengerikan. Pasukan Alveria yang terpecah belah dan kehilangan arah tidak mampu menahan serangan gabungan dari depan dan belakang. Kerajaan Alveria jatuh dalam hitungan jam, dengan Ratu Eliana yang masih berada di istananya, kini menghadapi kenyataan pahit kekalahan yang tak terhindarkan.
Di tengah kekacauan yang melanda ibu kota Alveria, Jenderal Gavriel, dengan keahliannya yang luar biasa dalam operasi senyap, berhasil menyusup lebih dalam ke istana kerajaan. Ia bergerak tanpa suara, melewati penjaga-penjaga yang panik dan koridor-koridor yang kini sepi dan mencekam. Tujuannya adalah satu dan jelas: menemukan Ratu Eliana.
Ia menemukan sang ratu di ruang takhtanya yang megah, masih duduk tegak, menatap kosong ke arah peta yang terhampar di hadapannya, seolah belum sepenuhnya menyadari kehancuran total yang telah menimpa kerajaannya. Dengan gerakan cepat dan presisi yang mematikan, Jenderal Gavriel melumpuhkan Ratu Eliana, membuatnya pingsan tanpa perlawanan berarti, memastikan misi penculikan berjalan sesuai rencana Pangeran Sekya.
Kerajaan Alveria kini sepenuhnya berada di bawah kendali penuh Kerajaan Vazkal. Bendera Alveria diturunkan dengan paksa, digantikan dengan lambang Vazkal yang gagah dan berkibar tinggi. Para prajurit Vazkal merayakan kemenangan besar ini dengan sorak-sorai yang membahana, mengisi setiap sudut kota yang tadinya diliputi kepanikan dan ketakutan.
Sementara itu, di tengah perayaan itu, Ratu Eliana yang masih pingsan, dibawa dengan sangat hati-hati oleh beberapa prajurit pilihan menuju Kerajaan Vazkal. Perjalanan panjang dan sunyi itu berakhir di istana Pangeran Sekya, di mana Ratu Eliana kemudian dibaringkan di sebuah ranjang mewah di kamar pribadi Pangeran Sekya. Beberapa saat kemudian, kelopak matanya perlahan terbuka, ia mengerjap, mencoba membiasakan diri dengan cahaya temaram yang masuk dari jendela. Ia menoleh, dan pandangannya langsung bertemu dengan Pangeran Sekya yang kini berdiri di samping ranjang, menatapnya dengan senyum tipis yang penuh makna tersembunyi.
"Kau bukan lagi seorang ratu," kata Pangeran Sekya, suaranya rendah dan penuh kemenangan, memecah keheningan yang tegang di antara mereka. "Ayahku telah mendapatkan seluruh kerajaanmu, dan sekarang, kau adalah milikku sepenuhnya."
Ratu Eliana tidak menunjukkan reaksi apa pun. Wajahnya tetap datar, bibirnya terkatup rapat, dan matanya yang tajam menatap Pangeran Sekya dengan sorot dingin yang tak terbaca. Ia tidak berteriak, tidak meronta, bahkan tidak ada sedikit pun air mata yang menetes dari pelupuk matanya.
Seolah-olah kekalahan besar ini sama sekali tidak menggoyahkan harga dirinya sebagai seorang ratu yang licik dan kejam. Ia hanya membalas tatapan Pangeran Sekya, sebuah keangkuhan yang tak terpatahkan terpancar dari setiap inci dirinya, seolah berkata bahwa meskipun ia kini berada di tangan musuh, jiwanya tetap tak tertaklukkan.
Pangeran Sekya tersenyum tipis, senyumnya melebar, menyadari keteguhan hati sang ratu yang luar biasa.
"Aku tahu kau tidak mudah menyerah, Ratu Eliana," ucapnya, nadanya kini lebih santai, namun tetap penuh otoritas yang tak terbantahkan. "Aku akan memberimu sebuah kesempatan. Jika kau bisa mengalahkanku dalam permainan apa pun, hanya sekali saja, dalam waktu seminggu dari sekarang, aku akan melepaskanmu dan mengembalikan seluruh kerajaanku."
Ratu Eliana tertawa, suara tawanya terdengar dingin dan tajam, namun ada kilatan misterius di matanya yang memancarkan tekad.
"Aku pegang ucapanmu, Pangeran," katanya, suaranya mantap, penuh keyakinan yang tak tergoyahkan. "Jangan sampai kau menyesali tantangan ini, karena aku tidak akan pernah menyerah."