NovelToon NovelToon
Kesempatan Kedua Sang Duchess

Kesempatan Kedua Sang Duchess

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: KazSil

Elena Ivor Carwyn hidup sebagai Duchess yang dibenci, dihina, dan dijadikan pion dalam permainan politik kaum bangsawan. Namun ketika hidupnya direnggut secara tragis, takdir memberinya kesempatan kedua kembali satu tahun sebelum kematiannya. Kali ini, Elena bukan lagi wanita naif yang mudah dipermainkan. Ia bertekad membalikkan keadaan, mengungkap pengkhianat di sekitarnya, dan melindungi masa depan yang pernah dirampas darinya.

Namun di balik senyuman manis para bangsawan, intrik yang lebih mematikan menanti. Elena harus berhadapan dengan konspirasi kerajaan, perang kekuasaan, dan rahasia besar yang mengancam rumah tangganya dengan Duke Marvyn Dieter Carwyn pria dingin yang menyimpan luka dan cinta yang tak pernah terucap. Di antara cinta, dendam, dan darah, Elena akan membuktikan bahwa Duchess Carwyn bukan lagi pion melainkan ratu di papan permainannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KazSil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pria Dengan Tongkat Kayu

Lampion-lampion masih berayun tertiup angin, menebarkan cahaya hangat di sepanjang jalan festival. Elena dan Myra berjalan beriringan sambil menenteng beberapa kertas pembungkus berisi makanan. Mulut mereka sibuk mengunyah, tangan sibuk menyeimbangkan kudapan lain agar tidak jatuh.

“Hm—enak sekali!” ujar Elena dengan mulut setengah penuh, tawanya kecil tapi riang.

Myra mengangguk cepat, bahkan kedua pipinya menggembung seperti tupai. “Aku tak tahu harus makan yang mana dulu… semuanya menggoda!”

Mereka berdua tampak begitu berbeda dari kehidupan sehari-hari di mansion.

Namun langkah riang itu mendadak terhenti ketika segerombolan pria dengan langkah sempoyongan mendekat. Bau alkohol menusuk dari napas mereka, suara tawa mereka keras dan tidak mengenakkan.

“Hei, nona manis…” salah satu dari mereka menyeringai, matanya liar. “Kenapa wajah secantik itu berkeliaran sendirian di malam begini, mau ditemani?”

Elena menegang, Myra langsung merapat padanya. Mereka mencoba melangkah ke sisi lain, namun jalan sudah dipagari tubuh para pria itu.

"Lihat tangan mereka, masih pegang makanan," pria lain menyeringai, meraih tangan Elena seolah ingin mengambil paksa roti dari genggamannya tapi lebih dari sekedar makanan, jemarinya mencoba menyentuh kulit Elena dengan cara yang membuat darahnya berdesir ngeri.

Dengan berani, Myra menepis kasar tangan pria itu dari Elena. Sayangnya, pria mabuk itu justru berhasil meraih tangan Myra dan menariknya dengan kuat.

“Apa kau mau bermain denganku?” bisiknya di telinga Myra dengan senyum menakutkan. Napas beralkoholnya menusuk hidung, membuat Myra meringis. Tubuhnya mulai gemetaran ketika sentuhan tangan kasar itu merayap perlahan di lengannya, seolah-olah ia hanyalah mainan.

Yang lain hanya tertawa keras, menonton dengan mata liar, seakan itu hiburan murah di tengah festival.

Myra terus berusaha melawan sekuat tenaga, menendang dan meronta, namun percuma tenaga wanita dan pria jelas tak seimbang. Perlawanan itu hanya membuat pria itu semakin terhibur.

Elena yang melihatnya tidak tahan lagi. Ia mencabut sepatu hak tingginya, lalu berlari menerjang. Namun, sebelum sempat mendekat, sebuah tangan lain menghentikannya dengan kasar. Pergelangan tangannya dicengkeram erat.

“Akh!” Elena menjerit kesakitan. Lengan yang dicengkeram itu adalah lengan yang masih terluka dari insiden kemarin. Rasa perih menjalar, membuat tubuhnya bergetar. Bukannya iba, pria itu malah terbahak puas.

“Nona…!” Myra berteriak, meski dirinya sendiri tengah berada dalam kondisi yang jauh lebih buruk.

“Nona?” pria yang menggenggam Elena mengulanginya dengan nada penuh minat. Senyum bengisnya melebar. “Jadi kau seorang bangsawan, ya?”

Tatapannya berkilat senang. “Hei, periksa barang bawaannya! Ambil semua yang berharga!” serunya pada rekan-rekannya.

Yang lain menyahut dengan tawa, mulai merangsek mendekati kantong-kantong kecil yang tergantung di pinggang Elena dan Myra.

Pria yang masih menggenggam Elena tak melepaskan cengkeramannya. Ia menarik Elena lebih dekat, lalu tangan satunya terangkat, bergerak perlahan ke arah tubuh Elena-

Tap.

Sebuah tongkat kayu sederhana menghentikan tangan yang hendak menyentuh Elena.

“Oi,” suara santai terdengar. “Kupikir festival ini tempat makan, bukan tempat menyentuh gadis yang jelas tak sudi. Atau otak kalian sudah hancur oleh arak murahan?”

Dari balik kerumunan, seorang pria muda muncul. Rambutnya berantakan, senyumnya miring penuh ejekan. Di tangannya hanya sebatang tongkat kayu, tampak seperti potongan tiang lampion.

“Siapa kau?!” salah satu pria mabuk meludah.

Pria muda itu hanya memutar tongkatnya, gerakannya luwes. “Aku? Penonton yang jijik melihat tingkah anjing mabuk.” Tongkatnya mengetuk pundak lawannya ringan, mengejek.

“Bajingan!” pria lain menyerang.

Takk!

Tongkat itu menghantam tangannya, membuat pisau terlepas dan jeritan pecah. Lalu berputar cepat, menyapu kaki dua orang sekaligus hingga terjungkal.

Elena dan Myra terbelalak. Gerakannya cepat, tepat, tapi wajahnya seolah main-main.

Saat ada yang mencoba menyeret Myra lagi, tongkat itu menghantam tanah keras di depan kakinya. “Sentuh dia lagi, dan kau akan habiskan hidupmu minum bubur pakai sedotan.”

Para pria mabuk marah, beramai-ramai menyerang. Tapi tongkat itu berdesing di udara, bergerak seperti pedang dalam tarian cepat. Satu per satu mereka terjungkal, mengerang, lalu kabur terbirit-birit.

Pria muda itu menancapkan tongkatnya ke tanah, lalu tersenyum jahil pada Elena dan Myra. “Hah, lumayan seru.”

Elena dan Myra berdiri berdekatan, napas mereka masih tersengal setelah insiden tadi.

“Ayo, aku akan mengantar kalian sampai ke jalan yang lebih aman,” ujar pria muda itu sambil menyampirkan tongkat kayu di bahunya.

Elena melangkah maju dengan tatapan penuh ketegasan. “Gerakanmu barusan… kau menggunakan tongkat kayu seolah itu sebilah pedang. Apakah kau seorang kesatria?”

Pria itu terdiam sejenak, senyum tipis terlukis di wajahnya. “Tidak. Aku hanya rakyat biasa… tapi aku memang menyukai pedang.”

“Begitu ya,” Elena mengangguk pelan. “Sepertinya kau cukup ahli. Bagaimana kalau kau tertarik menjadi kesatria pribadiku?”

Pria itu terkekeh kecil. “Bagaimana mungkin Anda begitu saja merekrut orang asing? Bagaimana jika orang itu—”

“Aku tidak sembarangan merekrut orang,” potong Elena tenang. Kata-kata itu membuat sorot mata pria itu sedikit berubah ada rasa penasaran yang tak bisa ia sembunyikan.

Elena lalu melanjutkan, “Aku tidak akan memaksamu. Jika kau tertarik, datanglah ke toko makanan manis dekat air mancur, menjelang sore.” Setelah itu ia berjalan pergi, Myra setia mengikuti langkahnya.

Namun sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu, Elena sempat berhenti dan berbalik. “Terima kasih telah menolongku dan Myra. Jika ada sesuatu yang kau inginkan, bicarakan saja nanti di toko itu. Untuk saat ini… maaf, aku tak bisa memberimu apa-apa.”

Myra pun ikut mengucapkan terima kasih dengan tulus.

Pria itu menatap mereka berdua, lalu terkekeh sambil menggaruk tengkuknya. “Tidak memaksa? Bukankah itu terdengar seperti paksaan yang halus,” gumamnya sambil tertawa kecil. Ia lalu bergegas menyusul. “Setidaknya biarkan aku mengantar kalian sampai ke pusat festival.”

Lampion-lampion yang menggantung di sepanjang jalan memberi cahaya hangat saat mereka mendekati keramaian pusat festival. Suara musik dan tawa riang terdengar semakin jelas.

“Kalau begitu, aku pamit dulu,” ujar pria itu sambil berhenti di tepi jalan. “Tapi, sebelum pergi… bolehkah aku tahu siapa sebenarnya kalian, nona-nona?”

Myra menoleh ke Elena, menunggu isyarat. Elena hanya mengangguk.

“Aku Myra, pelayan pribadi Duchess Carwyn,” jawab Myra sopan.

Pria itu sontak terdiam, matanya melebar. Perlahan, ia menoleh pada Elena.

“Elena Ivor Carwyn,” ucap Elena dengan tenang.

Sekilas keterkejutan tampak jelas di wajah pria itu. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menunduk singkat sebelum berbalik pergi tanpa banyak kata, seolah ada sesuatu yang mendesak dalam dirinya.

“Hhh… Nyonya,” Myra akhirnya menarik napas lega, seakan beban berat yang menyesakkan dadanya tadi menguap. Mereka berdua saling berpelukan singkat, menyalurkan ketenangan yang sama-sama mereka butuhkan.

Namun ketika Myra melepas pelukannya, ia menatap lengan Elena dengan wajah pucat. “Tangan Anda…”

Elena menunduk, menatap perbannya yang telah rusak. Luka yang hampir sembuh kini tampak semakin parah, bahkan bekas cengkeraman pria mabuk tadi masih jelas membekas di kulitnya.

“Ini… sakit,” ucap Elena lirih, menggenggam lengannya sendiri dengan wajah menahan perih.

“Nyonya, sebaiknya kita kembali saja,” desak Myra penuh khawatir.

Mereka pun mulai melangkah pulang. Namun baru beberapa langkah, tiba-tiba sebuah tangan kuat menarik lengan Elena dengan kasar. Elena terkejut, tubuhnya berbalik tanpa bisa menolak.

Dan betapa kagetnya ia saat mendapati orang itu—Mervyn, berdiri di hadapannya dengan sorot mata menyala marah, rahangnya mengeras seolah menahan amarah yang siap meledak.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!