Fuan, seorang jenderal perempuan legendaris di dunia modern, tewas dalam ledakan yang dirancang oleh orang kepercayaannya. Bukannya masuk akhirat, jiwanya terlempar ke dunia lain—dunia para kultivator. Ia bangkit dalam tubuh Fa Niangli, permaisuri yang dibenci, dijauhi, dan dihina karena tubuhnya gemuk dan tak berguna. Setelah diracun dan dibuang ke danau, tubuh Fa Niangli mati... dan saat itulah Fuan mengambil alih. Tapi yang tak diketahui semua orang—tubuh itu menyimpan kekuatan langit dan darah klan kuno! Dan Fuan tidak pernah tahu caranya kalah...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 – Raksasa yang Takut Kucing
Pagi itu, Lembah Langit Tertinggi dipenuhi aroma harum dari bubur spiritual jamur putih yang sedang dimasak Yuyu di dapur. Tong Lian duduk di bawah pohon persik sambil mengeluh.
"Kenapa pagi harus datang secepat ini? Aku belum selesai tidur semalam..."keluh Tong Lian,
Mo Qingluan lewat sambil memeluk ayamnya, Xiao Kuai, yang tampaknya sedang kesal karena dibangunkan terlalu pagi.
"Xiao Kuai bilang kamu harus mandi," katanya datar.
“Dia bukan manusia, kenapa dia peduli aku mandi atau nggak?” protes Tong Lian.
"Dia makhluk spiritual, jadi lebih peka terhadap bau," jawab Mo Qingluan santai.
Tong Lian mendongak ke langit dengan ekspresi hidup yang sudah lelah.
Sementara itu, Fa Niangli sedang berdiri di tepi lembah, memandangi kabut yang perlahan menghilang. Matanya menyipit, merasakan gelombang spiritual yang semakin sering bergetar.
Satu lagi akan datang, pikirnya.
Dan seperti yang sudah terjadi sebelumnya, si 'tamu' baru muncul dengan cara yang… luar biasa dramatis.
Sekitar dua jam kemudian, sebuah gemuruh terdengar dari jalan setapak menuju lembah. Getaran tanah seperti langkah seekor beruang besar yang sedang berlari. Para murid dan pelayan menoleh dengan bingung.
Lalu muncul sosok itu seorang pemuda bertubuh besar, setinggi dua meter lebih, dengan otot menonjol dan wajah… lugu. Ia membawa karung raksasa di punggungnya yang tampaknya berisi panci, selimut, dan... boneka kelinci?
Pemuda itu berhenti di depan gerbang lembah, menarik napas dalam-dalam, lalu menjatuhkan karungnya ke tanah dengan suara “GEDUBRAK!”
"Aku... aku datang!" katanya sambil tersenyum lebar. "Aku dengar suara dari langit dalam mimpiku. Dia bilang... ‘Datanglah ke lembah tersembunyi, dan temukan keluarga barumu’... Jadi aku pergi dari desa!"
Tong Lian yang baru bangun dari rebahannya melongo. “Apa dia raksasa? Atau setengah ogre?”
Mo Qingluan mengelus ayamnya. “Xiao Kuai bilang dia lucu, tapi tampaknya alergi kucing.”
Raksasa itu menoleh. “Siapa yang bawa kucing? Tolong jangan dekatkan! Aku bisa pingsan!”
Fa Niangli melangkah maju dengan senyum samar. “Namamu siapa?”
“Namaku Zhu Feng. Tapi semua orang di desa memanggilku ‘Si Kuat Bodoh’.”
"Kenapa begitu?" tanya Tong Lian,
Zhu Feng menggaruk kepala. "Karena aku kuat... dan, yah, katanya aku bodoh."
Tong Lian menyela, “Yah, minimal dia jujur.”
Namun Fa Niangli bisa melihat sesuatu yang lebih dari pemuda ini. Auranya… aneh. Tak terlalu kuat secara spiritual, tapi sangat stabil. Seperti batu besar yang tidak mudah digeser. Qi-nya kokoh, alami, dan… melindungi.
“Zhu Feng, mulai hari ini, kau murid ketiga Sekte Langit Tertinggi.” ujar Fa Niangli dengan lembut tapi penuh ketegasan yang sulit untuk di tolak
Zhu Feng langsung menjatuhkan diri dan bersujud dengan dua tangan mengepal. “TERIMA KASIH GURU BESAR!!”
Kepalanya membentur tanah sampai debu naik.
Tong Lian: “Kalau setiap murid baru masuk dengan gegap gempita begini, kita butuh aula pendaftaran sendiri.”
Hari pertama Zhu Feng di lembah cukup... memusingkan.
Ia mematahkan dua bangku hanya karena duduk.
Ia mengira tanaman spiritual adalah gulma dan mencabutnya.
Ia menakuti seekor kucing hutan kecil yang tersesat dan lalu pingsan karena syok.
Namun yang paling mengejutkan adalah ketika seekor ular spiritual menyerang Yuyu di kebun, Zhu Feng melompat dari atap dan menangkis serangan ular itu dengan tubuhnya sendiri, melindungi Yuyu tanpa ragu.
Setelah itu, ia menangis karena dikira membunuh ular padahal ia tidak bermaksud jahat.
"Maaf... aku cuma mau lindungi... aku nggak tahu dia ular spiritual baik..." ujar Zhu Feng
Yuyu menangis juga. Bukan karena takut, tapi karena terharu.
Tong Lian sampai mengangkat jempolnya. “Oke. Aku resmi tidak ingin berkelahi sama dia. Bisa patah aku.”
Hari-hari berlalu dengan lebih meriah sejak Zhu Feng datang.
Fa Jinhai kini benar-benar frustrasi karena harus melatih tiga murid dengan tipe berbeda:
Tong Lian terlalu malas
Mo Qingluan terlalu tenang dan suka ngobrol sama ayam
Zhu Feng terlalu kuat tapi gampang nangis kalau melihat hewan lucu
“Sekte ini bukan sekolah badut!!” serunya suatu pagi sambil melempar tongkat latihan.
“Yah, kalau badut bisa terbang dan meditasinya nyatu dengan batu, berarti kita badut sakti,” balas Tong Lian santai.
Namun terlepas dari semua kekonyolan itu, kemajuan mereka terlihat.
Tong Lian mulai bisa mengontrol aliran qi-nya dan menciptakan perisai ringan.
Mo Qingluan bisa berbicara dengan kelinci liar dan bahkan menarik roh rubah api kecil ke lembah.
Zhu Feng ternyata memiliki tubuh spiritual tipe Guardian langka dan hampir punah, tubuhnya bisa menyerap serangan spiritual tingkat tinggi.
Suatu malam, Fa Niangli mengumpulkan ketiga muridnya di aula utama.
“Mulai besok, kita akan menyusun sistem pelatihan. Masing-masing dari kalian punya kekuatan unik, dan aku tidak akan menyamaratakan cara melatih kalian,” ucapnya.
Ketiga murid duduk bersila, mendengarkan dengan serius.
“Tapi yang terpenting... aku ingin kalian kuat bukan hanya untuk bertarung. Tapi untuk melindungi. Untuk berdiri di tempat yang tidak ada siapa-siapa, dan berkata: ‘Aku di sini’.” lanjut Fa Niangli
Zhu Feng mengangguk penuh semangat. Mo Qingluan mengelus ayamnya dengan senyum kecil. Tong Lian—meski pura-pura ngantuk—menyembunyikan rasa bangganya di balik ekspresi malas.
Mereka tidak sadar, dari kejauhan, cahaya spiritual mulai berkumpul di langit lembah. Di dunia luar, nama "Sekte Langit Tertinggi" mulai terdengar kembali.
Keesokan paginya, Lembah Langit Tertinggi berubah menjadi lokasi pelatihan penuh semangat. Fa Niangli membagi tiga zona latihan berdasarkan karakter masing-masing murid.
Zhu Feng mendapat area gunung batu di sebelah barat untuk melatih kekuatan tubuh dan pertahanan spiritualnya. Mo Qingluan tinggal di dekat kebun dan sungai kecil yang dikelilingi makhluk roh, sedangkan Tong Lian—secara tidak sengaja—ditunjuk menjaga dapur, karena alasan yang bahkan Yuyu sendiri tidak bisa pahami.
“Kamu yakin, Guru, aku yang jaga dapur?” tanya Tong Lian.
“Ya. Karena kau selalu nyolong makanan,” jawab Fa Niangli sambil lalu.
Tong Lian mendesah. “Jadi... ini hukuman?”
“Tidak. Ini bentuk kepercayaan.” jawab Fa Niangli cepat
Tong Lian tersipu. Lalu... menjatuhkan panci.
Zhu Feng, dengan segenap kekuatannya, mengangkat batu sebesar pondasi rumah tanpa mengeluh. Peluh bercucuran dari tubuh besarnya, namun wajahnya tetap tersenyum.
“Kalau aku bisa jadi tameng untuk semua orang di sini,” ucapnya lirih, “aku nggak peduli tangan lecet atau punggung pegal.” ujar Zhu Feng tulus
Fa Niangli memperhatikannya dari kejauhan. “Kekuatan raksasa dan hati seekor kelinci,” gumamnya.
Sementara itu, Mo Qingluan sudah dikerubungi lima kelinci roh, tiga tupai petir, dan satu tupai api.
“Xiao Kuai bilang kamu semua harus antre kalau mau makan jamur spiritual,” katanya tegas sambil membagi makanan ke binatang roh di sekitarnya.
Binatang-binatang itu mengangguk... seperti paham.
Tong Lian mengintip dari balik dapur dan bergumam, “Aku mulai merasa ayam itu lebih berpengaruh dari aku sebagai murid pertama...”
Malam harinya, Fa Niangli memperlihatkan jubah sekte yang baru selesai dibuat.
Warna dasar biru langit, dengan sulaman awan perak dan lambang naga putih yang menari mengelilingi bulan. Di bagian belakang jubah, tertulis dalam huruf kuno:
"Langit Bukan Batasnya."
“Mulai sekarang, ini identitas kita,” ucap Fa Niangli.
“Guru…” Zhu Feng menatap jubahnya seperti anak kecil melihat hadiah tahun baru.
“Kalau ada yang berani ejek sekte kita... aku tabrak pakai batu!” seru Tong Lian.
Mo Qingluan memandangi jubahnya lalu bertanya, “Apa Xiao Kuai juga dapat?”
Fa Niangli: “...Akan kubuat versi ayamnya.”
Beberapa hari kemudian, datanglah seorang tetua desa dari kaki gunung. Lelaki tua itu membawa sekeranjang buah spiritual dan surat.
“Putraku tersesat ke hutan roh. Dia murid dari Sekolah Aliran Kecil... kami mohon bantuannya, karena katanya Sekte Langit Tertinggi sudah bangkit kembali.”
Fa Niangli menatap murid-muridnya. “Ini latihan lapangan pertama kalian.”
Tong Lian berseru, “AKHIRNYA AKU PUNYA KEGUNAAN!”
Zhu Feng menenteng tongkat besi yang biasa dia gunakan untuk latihan.
Mo Qingluan memeluk ayamnya dan berkata, “Jangan khawatir, Xiao Kuai sudah siap mental.”
Dan begitu mereka bertiga berangkat, Fa Jinhai berdiri di belakang Fa Niangli sambil memandang ke arah kabut.
“Sekte ini tumbuh cepat, dan dengan cara yang tak pernah kuduga,” katanya pelan.
Fa Niangli tersenyum, namun matanya tajam. “Karena ini bukan tentang kekuatan. Ini tentang membentuk keluarga... dari orang-orang yang tak pernah diberi tempat.”
Dan malam itu, di Lembah Langit Tertinggi... seekor rubah spiritual putih duduk di tepi tebing, menatap bintang-bintang, seolah menanti sesuatu.
Atau... seseorang.
Bersambung