PEDANG GENI. seorang pemuda yang bernama Ranu baya ingin membasmi iblis di muka bumi ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27
Benturan dua energi besar pun menciptakan ledakan keras dan membuat beberapa prajurit terlempar akibat tidak kuat menahan tekanan yang keluar.
Beberapa diantara mereka menggelepar dengan tubuh menghitam akibat terkena dampak racun yang dikeluarkan Bhaskara. Sebagian lain bahkan langsung mati seketika dengan tubuh yang tidak utuh lagi.
Bhaskara terlempar jauh ke belakang. Sedangkan Ranu hanya terdorong mundur dua langkah ke belakang.
Tubuh panglima Hyena menghujam tanah dengan keras dan luncurannya berhenti setelah menabrak beberapa mayat prajurit.
Meski tidak terluka parah, tapi Bhaskara dibuat bingung dengan situasi yang dihadapinya. Dia berdiri dan menatap Ranu yang berada cukup jauh darinya.
"Bagaimana mungkin dia baik-baik saja?" tanya Bhaskara dalam hati. Dia melihat Ranu sedang memandang ke arahnya dengan senyum tipis.
Sebenarnya, apa yang dilihat Bhaskara tidak seperti dugaannya. Ranu sedikit merasakan dampak racun tersebut meski sudah memasang perisai di tubuhnya.
Dia tidak bisa membayangkan jika tadi tidak memasang perisai di tubuhnya. Bisa jadi keadaannya akan jauh lebih parah dari pada saat terkena racun di daratan Balidwipa.
Ranu sudah mulai bisa membayangkan bagaimana kekuatan Racun Utara. Jika anak buahnya saja memiliki kekuatan racun sehebat itu, bagaimana dengan Racun Utara, pikirnya dalam hati.
Setelah benturan hebat tadi, Ranu langsung menarik sedikit energi Dewa Api dan mengalirkannya ke tangannya. Sedikit saja dia terlambat mengalirkan energi Dewa Api, bisa dipastikan racun yang ada di tangannya akan langsung menyebar ke tubuhnya.
Ranu bergerak maju perlahan menuju Bhaskara yang sedang memulihkan dirinya. Dia tidak berusaha menyerang langsung karena harus sedikit berhati-hati dengan racun yang dimiliki Bhaskara.
"Jangan bangga dulu, Anak Muda! Jurus andalanku masih banyak yang lainnya," kata Bhaskara setelah Ranu sudah berada di dekatnya.
"Apa aku terlihat bertanya kepadamu?" Ranu terkekeh pelan.
Bhaskara yang awalnya sedikit meremehkan Ranu kini mulai berhati-hati. Meskipun dia masih memiliki beberapa jurus yang lain, dia tidak mau gegabah lagi menghadapi pemuda yang secara kekuatan masih ada di atasnya tersebut.
Setelah benturan tadi, Bhaskara sudah bisa memperkirakan jika lawannya kali ini setidaknya masih dua tingkat di atasnya. Dia mulai sedikit menyesal karena sudah salah memilih lawan.
Namun setelah mengingat jabatannya yang menempati urutan kelima dalam struktur panglima perang kota Wentira, Bhaskara tentu tidak mau menyerah begitu saja. Nama besarnya dia pertaruhkan di pertarungan kali ini.
Bhaskara menarik pedang yang tergantung di punggungnya. Desingan pedang tajam yang keluar dari sarungnya itu terdengar begitu nyaring. Panglima Hyena itu sedikit tersenyum karena melihat Ranu bahkan tidak membawa senjata. Dia merasa ini adalah kesempatan terbaiknya untuk menyelesaikan pertarungan.
Ranu tersenyum mencibir dan mengambil tiga pedang yang tergeletak di sampingnya. Setelah menimbang ketiganya, Ranu memutuskan membuang dua dari tiga pedang tersebut.
"Ayo kita lanjutkan!"
"Hahaha... apa yang bisa kau andalkan dari pedang pungutan itu, Anak Muda?" Bhaskara tertawa lebar sedikit meremehkan.
"Apa salahnya dengan pedang pungutan ini,? Sebaiknya jangan banyak bicara, masih banyak yang harus aku bunuh hari ini setelah membunuhmu!"
"Bangsat ...!" Bhaskara mengumpat keras sebelum melakukan serangan dengan begitu cepat. Desingan suara pedang yang dipakai Bhaskara sedikit terdengar ketika membelah udara.
"Pedangmu lumayan juga," ejek Ranu di sela-sela pertarungannya.
"Lumayan kepalamu! Ini pedang pusaka warisan leluhurku!" bentak Bhaskara seraya melepaskan beberapa kali tebasan yang mengincar beberapa titik vital Ranu.
"Sial ...! Pedang ini mulai retak," umpat Ranu dalam hati.
"Pedang Pemecah Ombak!" teriak Bhaskara setelah melompat tinggi dan menebaskan pedangnya dari atas.
Ranu sedikit mengalirkan tenaga energinya ke dalam bilah pedang di tangannya sebelum menangkis serangan tersebut.
TIING!
Ranu terdorong mundur karena harus sambil mengimbangi pedangnya yang sudah retak agar tidak putus ketika beradu dengan pusaka lawan.
Yang sudah diduga Ranu akhirnya terjadi, setelah benturan itu, pedang yang dipegangnya putus karena tidak kuat menahan tenaga dalamnya dan juga benturan dengan pedang pusaka Bhaskara
Ranu tersenyum kecut sambil memandangi pedangnya yang bilahnya hanya tinggal satu jengkal saja.
Sementara Bhaskara tertawa terbahak-bahak melihat hal itu. Dengan sombong dia mengangkat pedang dan mengacungkannya ke arah Ranu, "Anak Muda, nasibmu akan berakhir sampai di sini saja! minta maaflah dan bergabunglah denganku, maka aku akan memaafkanmu!"
"Aku minta maaf padamu? Apa kau sudah kehilangan akal,?" cibir Ranu.
"Apa kau mau memakai pedang-pedang itu untuk melawanku?" Ejek Bhaskara sambil menunjuk beberapa pedang yang tergeletak di tanah.
Ranu menghela napas panjang, tangan kananya kemudian merogoh ke dalam balik lengan bajunya. Seketika Pedang Segoro Geni sudah tergenggam di tangannya.
Bhaskara mendelik tidak percaya. Dia menduga pemuda di depannya itu menggunakan ilusi sihir untuk mengecoh matanya.
"Sihir apa yang kau gunakan, Anak Muda? Apa kau kira aku bisa terkecoh oleh ilusimu?!"
"Terserah kau saja! Majulah, aku tidak bisa berlama-lama lagi bermain denganmu!"
"Sombong ... jangan kau kira aku bisa tertipu ilusimu! Mati kau...!"Bhaskara tidak bisa menahan lagi emosinya. Ucapan Ranu yang datar namun dengan nada menghina membuatnya lepas kendali.
Benturan dua pedang pusaka itu menimbulkan daya kejut yang kuat. Tangan Bhaskara bahkan sampai tergetar karena karena tidak mengira jika pedang yang dipegang pemuda itu benar-benar nyata.
Suara ledakan juga terdengar begitu keras dan menimbulkan bunga api yang menyebar ke segala penjuru.Beberapa prajurit yang terkena bunga api itu bahkan langsung mati dengan tubuh terbakar.
Senyum kemenangan yang tadi tersungging di bibir Bhaskara seketika lenyap. Dalam pandangannya, dia bahkan bisa melihat dengan matanya sendiri kalau pemuda yang menjadi lawannya itu menangkis setiap serangannya dengan senyuman tipis di bibirnya. Dia mulai menduga jika Ranu adalah pendekar yang mempunyai ilmu atau ajian untuk awet muda.
Bhaskara kembali melakukan serangan dengan cepat.Keahlian berpedangnya memang tidak perlu diragukan lagi. Kombinasi kecepatan, kelincahan dan pengerahan tenaga dalam yang ditunjukkannya akan bisa membuat semua orang terkagum-kagum. Namun kemampuan Bhaskara itu tidak berarti di hadapan Ranu, Dengan mudah dan tidak kalah cepat, pemuda itu menangkis setiap serangan lawan. Bahkan disaat dia memberikan serangan balik, pedang pusaka Bhaskara sampai bergetar. Hal itu menunjukkan kalau pedang pusaka panglima urutan kelima itu masih kalah kelas dibandingkan Pedang Segoro Geni.
"Tidak mungkin! pekik Bhaskara dalam hati. Umpatannya tak henti mengalir seiring dirinya yang harus terus menangkis serangan Ranu yang semakin cepat dan bervariasi.
Peluh di dahinya mulai mengalir deras. Disaat mata dan tangannya fokus menahan serangan Ranu, otaknya berpacu untuk mencari cara agar bisa terlepas dari tekanan.
"Apa kau bisa merasakan adanya malaikat maut di antara kita? Dan malaikat maut itu sedang mengincar nyawamu!" ucap Ranu sambil terus mengayunkan pedangnya.
"Aku tidak akan kalah!" teriak Bhaskara dengan begitu keras.
Seketika, suara ledakan keras keluar dari pedangnya. Bhaskara meloncat mundur sedikit jauh di saat Ranu menghindari ledakan tersebut.
Pedang pusaka Bhaskara mengeluarkan aura hitam yang pekat dan mengandung racun yang kuat. Ranu yang sedikit berpengalaman dalam menghadapi pedang beracun, segera memasukkan pedangnya ke dalam Ruang Pemusnah.
Di saat bersamaan dia juga menarik keluar Tombak Bayu Sutra dan memegangnya dengan kedua tangannya.