NovelToon NovelToon
Gu Xiulan, Harapan Dan Pembalasan

Gu Xiulan, Harapan Dan Pembalasan

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: samsuryati

Dulu aku menangis dalam diam—sekarang, mereka yang akan menangis di hadapanku.”

“Mereka menjualku demi bertahan hidup, kini aku kembali untuk membeli harga diri mereka.”

“Gu Xiulan yang lama telah mati. Yang kembali… tidak akan diam lagi.”
Dari lumpur desa hingga langit kekuasaan—aku akan memijak siapa pun yang dulu menginjakku.”

“Satu kehidupan kuhabiskan sebagai alat. Di kehidupan kedua, aku akan jadi pisau.”

“Mereka pikir aku hanya gadis desa. Tapi aku membawa masa depan dalam genggamanku.”

“Mereka membuangku seolah aku sampah. Tapi kini aku datang… dan aku membawa emas.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon samsuryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6

Langkah Ulan meninggalkan kamar nenek tak terdengar siapa pun, tapi di dalam dadanya suara lain menggelora begitu keras.

Degup jantungnya tak beraturan.

Tidak seperti jantung orang yang sekadar berlari atau ketakutan.

Melainkan seperti detak jantung seseorang yang baru saja melintasi batas tipis antara benar dan salah dan tak yakin apakah dia masih berada di sisi yang tepat.

Tangannya terasa dingin, padahal udara pagi di desa mereka sudah cukup panas. Keringat membasahi punggungnya, sebagian karena udara lembap, tapi sebagian besar karena rasa bersalah yang mendesis seperti arang basah.

Namun tak ada waktu untuk berlama-lama. Hari sudah mulai siang, dan pekerjaan sudah menunggunya.

Ulan tak kembali ke kamarnya.

Sebaliknya, ia berjalan cepat ke pojok dapur , dia mengambil keranjang dan sabit kecil.mereka diikat. Dua hal yang hampir tiap pagi ia bawa ke kaki gunung untuk mencari rumput.

keranjang berat dengan punggung kayu yang keras dan tali kasar untuk disangkutkan ke bahu. Di dalamnya kosong, menunggu dipenuhi rumput segar yang akan dijadikan makanan babi hari itu.

Tanpa banyak bicara, Ulan mengangkat tali keranjang dan mengaitkannya ke bahunya. Satu sisi sedikit bergeser karena tubuhnya yang masih lemah dan sedikit menggigil karena belum makan. Ia segera keluar dari rumah, melewati halaman tanah yang sempit dan pintu kayu reyot yang sudah mulai keropos.

"Tak boleh ada yang tahu," pikirnya.

Langkahnya terasa seperti menapak arang. Meskipun tak ada seorang pun yang memperhatikannya saat itu, rasa bersalah dan ketakutan menyelusup seperti bayangan yang terus membuntuti di belakang. Setiap derit kayu lantai, setiap desau angin pagi, terdengar seperti suara nenek yang akan meneriakinya, atau sepupunya yang memergoki gerak-geriknya.

Tapi tak ada yang terjadi.

Ulan tetap berjalan, melintasi jalan setapak yang menanjak. menuju kaki gunung di mana rumput liar masih tumbuh lebat di musim ini.

Setiap langkah terasa berat.

Bukan karena tubuhnya, tapi karena perasaannya sendiri.

Ia menunduk, melihat tanah merah yang becek setelah hujan malam kemarin. Di sana-sini tumbuh rumput tinggi yang akan ia petik nanti. Tapi sementara matanya melihat ke depan, pikirannya tetap tertinggal di belakang,di kamar nenek, pada uang yang sekarang disembunyikan di balik bajunya.

Apa aku pencuri?" tanyanya pada diri sendiri.

"Apa aku jahat?"

 "Tapi... itu bukan uang nenek. Itu uang dari menjualku."

Ia menggertakkan gigi, mencoba mengusir keraguan itu.

Tangannya menggenggam erat tali keranjang, dan napasnya kini mulai stabil, meskipun jantungnya masih berdetak cepat.

Ia menapaki tanah yang makin menanjak. Gunung kecil di balik desa selalu jadi tempatnya berpikir,dan kali ini, ia memang butuh berpikir. Tentang masa depan. Tentang layar aneh itu. Tentang uang yang kini ia miliki. Dan tentang hidup yang tak akan ia biarkan menjadi seperti dulu lagi.

Sampai di tempat biasa, Ulan berhenti.

Angin pegunungan menyentuh wajahnya dengan lembut, seperti bisikan pengampunan. Rumput bergoyang pelan, embun masih belum sepenuhnya mengering.

Dia menunduk dan mulai memotong rumput pertama.

Ulan sudah memotong cukup banyak rumput. Bahunya mulai pegal, dan bagian dalam telapak tangannya terasa panas dan perih karena sabetan batang liar yang kasar. Keringat menetes dari pelipis ke dagunya. Tapi bukan hanya karena lelah bekerja.

Ada sesuatu yang mendesak dari dalam dadanya.

Ia melihat ke kiri, lalu ke kanan.

Ulan mengangkat keranjang dari punggungnya dan menaruhnya perlahan di tanah. . Setelah itu, ia sendiri duduk perlahan di balik batu besar, tak jauh dari akar pohon tua yang tumbuh melengkung seperti lengan pelindung.

Tempat ini tenang.

Terpencil.

Setelah menarik napas dalam-dalam, ia menatap ke depan. Seolah tanpa aba-aba, layar itu muncul lagi,transparan, tidak bersuara, namun begitu nyata di depan wajahnya.

Layar itu menggantung di udara, melayang ringan seperti lembar kain tipis yang tak disentuh angin. Tulisan-tulisan muncul dalam huruf-huruf yang ia pahami, namun belum sepenuhnya mengerti maksudnya.

* Sabun wangi

* Gula 250 gram

 * Minyak goreng 1 botol

 * Buku tulis

* Jarum & benang

 * Sepatu kain

* Gincu merah

 * Roti manis

Harga-harganya tertera di bawah masing-masing gambar. Uang yang digunakan… masih uang .

Namun sesuatu terasa berbeda.

Tak ada kolom untuk kupon.

Tak ada stempel pemerintah.

Tak ada tulisan "Khusus Pegawai Pabrik" atau "Jatah Kolektif".

Dan tidak ada antrian panjang seperti yang biasa ia lihat jika ingin membeli sabun sebatang di toko desa.

Hanya gambar dan harga.

Itu saja.

Ulan mengerutkan kening. Jarinya yang kotor karena tanah bergerak perlahan, ingin menyentuh layar itu. Tapi tak terjadi apa-apa.

“Bagaimana cara membayarnya?”

Dia mencoba menyentuh tulisan *roti manis*. Layar bergetar sedikit, seperti menerima perintah, lalu terbuka halaman lain yang menunjukkan informasi:

Roti Manis Kukus

 Harga: Rp 2sen

 Ketersediaan: Siap dikirim

 Opsi pengiriman: Otomatis ke tas pribadi

"Konfirmasi Pembelian?

Ulan menarik tangannya cepat-cepat. Jantungnya berdebar.

“Tas pribadi? Apa maksudnya? Aku bahkan tidak tahu dari mana membayar…”

Ia tak punya Rp10 di kantongnya. Meski ia baru mencuri banyak uang dari kamar nenek, semua uang itu masih ia sembunyikan rapat-rapat. Belum satupun disentuh. Dan kini dia melihat kenyataan bahwa sistem ini—layar ini—tak meminta kupon, tak bertanya dari mana dia mendapatkan uang itu. Tak bertanya apakah dia pantas atau tidak.

Hanya butuh uang.

Ulan menatap sekeliling sekali lagi, memastikan tak ada orang yang mengintip.

Lalu kembali menatap layar itu.

Ulan masih duduk membungkuk dengan keringatnya sudah mengering, tapi jantungnya belum juga tenang. Layar itu masih menggantung di depan matanyatransparan dan tak bercahaya mencolok, tapi seolah-olah menunggu, mengawasinya.

Dia menatap lama deretan barang yang ditampilkan. Matanya terhenti pada satu gambar kecil,roti isi kacang merah Bungkusnya tampak bersih, rapi, dilipat seperti kantong persegi kecil dari kertas lilin putih. Roti itu tampak lembut, permukaannya mengkilap, dan isi kacangnya mengintip sedikit dari ujung belahan.

"Pasti manis," gumamnya pelan, meski tak ada siapa-siapa di sekitarnya. "Pasti lembut dan hangat."

Ia belum pernah makan roti seperti itu seumur hidupnya. Paling mewah, ia hanya mencicipi kulit luar roti kukus tawar sisa makanan orang kota, dan itu pun kadang harus dibagi dua dengan Yueqing.

Ia menghela napas panjang, matanya masih tertuju pada roti itu.

"Kalau bisa beli… cuma satu saja…"

Tiba-tiba, di sudut layar, muncul tulisan kecil yang tak ia panggil.

"Apakah Anda ingin membeli Roti Isi Kacang Merah – Harga: 2 sen?"

Ulan terkesiap. Ia tidak menyentuh apapun. Tidak menekan tombol. Tidak juga berteriak.

Hanya berpikir,Dan layar... menjawab.

Ia menatap tulisan itu lama-lama. Bibirnya terbuka sedikit, ingin menjawab, tapi ragu.

“Iya… Aku mau.”

Ia tak mengucapkannya keras-keras. Hanya dalam hati, dengan suara yang sangat pelan—seperti doa diam-diam yang ditujukan pada sesuatu yang lebih besar dari dirinya.

Layar itu berganti lagi.

Gunakan seluruh uang yang tersedia sebagai saldo, atau hanya bayar sesuai harga barang?

Ulan tidak paham sepenuhnya, tapi dia mengerti satu haljika dia menjawab "seluruh uang", semua yang ia curi tadi akan masuk ke sistem ini. Dia tidak tahu apakah itu aman atau justru berbahaya.

“Bayar sesuai harga saja…”*ucapnya sekali lagi dalam hati, masih dengan nada setengah tidak yakin.

Tiba-tiba, layar berpendar sejenak—seperti berkedip.

Lalu hilang. Begitu saja.

Ulan terdiam. Jantungnya berdetak lebih cepat. Matanya menyapu sekitar, takut ada seseorang yang melihat atau mengawasinya dari balik ilalang.

Dia hendak mengangkat tubuhnya berdiri ketika merasakan sesuatu yang tidak biasa,kantong kain kecil di sisi pinggang bajunya terasa lebih berat.

Pelan-pelan, dengan jari gemetar, ia merogoh ke dalam.

Tangannya menyentuh sesuatu yang hangat.Lembut. Bulat pipih.

Ia menariknya keluar.

Roti.

Roti isi kacang merah.

Persis seperti gambar di layar tadi.

Bungkus kertasnya bersih, tak ada debu. Bahkan ada sedikit uap hangat yang menempel di dalam plastik beningnya. Tangannya gemetar ketika menyentuhnya, seolah-olah roti itu bisa lenyap kapan saja jika ia tak hati-hati.

 “Ini… nyata?” bisiknya dengan suara serak.

Air matanya hampir tumpah.

“Akhirnya aku bisa membeli sesuatu… sendiri.”

Untuk pertama kalinya, dalam dua kehidupan, Ulan merasa menjadi seseorang yang punya hak.

Ulan menatap roti itu lama sekali sebelum berani menggigitnya. Ia memegangnya dengan dua tangan seperti benda suci. Ia bahkan tak tahu harus mulai dari mana. Wangi kacang merahnya yang lembut dan manis memukul hidungnya,bau yang asing, namun menenangkan.

Pelan-pelan, ia menggigit bagian pinggir.

Rasa manis menyeruak di mulutnya.

Lidahnya yang terbiasa dengan rasa hambar dan asin bubur jagung mendadak kaku. Ia terdiam. Menutup mata. Mengunyah perlahan. Mulutnya tiba-tiba terasa panas dan hangat. Tangannya menggenggam lebih erat roti itu, seolah takut akan direnggut paksa oleh seseorang.

Air mata jatuh perlahan.

Ia menangis dalam diam.

Tapi hatinya penuh.

Sambil menyeka air mata dengan lengan bajunya yang usang, ia bertanya dalam hati gugup tapi penasaran, "Kalau aku bisa membeli… apakah aku bisa menyimpan uang di kantongku sendiri?"

Layar transparan muncul kembali, sunyi dan tanpa suara. Tapi kata-katanya jelas.

"Ya. Uang dapat disimpan dalam saldo rekening.Dapat diambil kapan saja, dan dapat digunakan untuk pembelian kapan saja, di mana saja.

Produk yang dibeli juga dapat disimpan dalam Kantong Khusus. Semua produk yang disimpan akan tetap dalam kondisi terbaik .

Ulan menahan napas. Bibirnya gemetar. Matanya kembali panas.

Ia tidak bermimpi.

Ini nyata.

Ada dunia baru yang datang bersamanya saat ia dilahirkan kembali.dunia yang memberikan sesuatu yang tak pernah ia punya pilihan. Harapan dan juga kebebasan.

Ia memeluk sisa roti itu seperti anak kecil memeluk mainan pertama mereka. Di bawah langit pagi yang cerah, dengan tubuh masih duduk di balik batu dan rumput-rumput liar, Ulan menunduk, dan dalam hati ia berkata:

“Terima kasih… Terima kasih karena telah melahirkanku kembali bersama sistem ini…”

Ia tidak tahu siapa yang menciptakan sistem itu.

Tapi bagi Ulan,ini adalah anugerah. Rahmat yang muncul di antara lumpur, keringat, dan air mata.

Dan untuk pertama kalinya…

…Ulan mulai percaya bahwa mungkin, hanya mungkin, hidup yang kedua ini bisa ia perjuangkan.

1
Etty Rohaeti
lanjut
Fauziah Daud
yup betul ulan.. trusemangattt
Fauziah Daud
trusemangattt... lanjut
Fauziah Daud
trusemangattt
Cha Sumuk
sdh bab 3 tp mc cewek nya msh bodoh ms ga phm2 bahwa dirinya lg ngulang waktu, cerita ga jls berbelit Belit kesan nya,
samsuryati: say mc nya, sejak awal hanyalah seorang gadis tanpa pengalaman bahkan tanpa ilmu pengetahuan. tidak seperti kita yang tahu membaca dia hanya tahu desa bahkan belum pernah menikmati kota. meninggal pada tahun 70 sekian, hidupnya memang seperti katak di bawah tempurung.

jadi kelahiran kembali memberikan dia pilihan namun pilihan itu belum serta merta membuat dirinya berubah dari gadis muda yang bodoh menjadi gadis muda yang pintar.
ingatlah di dalam dua kehidupan dia bahkan belum pernah belajar.
Ini bukan tentang transmigrasi gadis pintar era 21 ke zaman 60-an di mana era kelaparan terjadi.
bukan say, cerita ini di buat membuat ulan mampu merubah hidupnya selangkah demi selangkah tidak langsung instan.

salah satunya adalah dia yang tidak pernah belajar sebenarnya bisa membaca tulisan-tulisan yang dipaparkan oleh layar virtual.
ya say, anggap saja itu adalah modal pertama dia untuk berubah.
jadi aku masih perlu kamu untuk mendukung agar perubahannya bisa membuatmu puas
total 1 replies
Fauziah Daud
bagus.. trusemangattt
Fauziah Daud
trusemangattt
Andira Rahmawati
ulan nya terlalu lambat telminya kelamaan..😔
Fauziah Daud
bijak ulang.. trusemangattt
Fauziah Daud
trusemangattt.. lanjut
Dewiendahsetiowati
hadir thor
Fauziah Daud
trusemangattt
Fauziah Daud
lanjuttt
Fauziah Daud
luarbiasa
Fauziah Daud
trusemangattt
Fauziah Daud
hadir thor
Cilel Cilel
luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!