NovelToon NovelToon
Star Shine The Moon

Star Shine The Moon

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cinta Murni
Popularitas:515
Nilai: 5
Nama Author: Ulfa Nadia

Setelah kecelakaan misterius, Jung Ha Young terbangun dalam tubuh orang lain Lee Ji Soo, seorang wanita yang dikenal dingin dan penuh rahasia. Identitasnya yang tertukar bukan hanya teka-teki medis, tapi juga awal dari pengungkapan masa lalu kelam yang melibatkan keluarga, pengkhianatan, dan jejak kriminal yang tak terduga.

Di sisi lain, Detektif Han Jae Wan menyelidiki kasus pembakaran kios ikan milik Ibu Shin. Tersangka utama, Nam Gi Taek, menyebut Ji Soo sebagai dalang pembakaran, bahkan mengisyaratkan keterlibatannya dalam kecelakaan Ha Young. Ketika Ji Soo dikabarkan sadar dari koma, penyelidikan memasuki babak baru antara kebenaran dan manipulasi, antara korban dan pelaku.

Ha Young, yang hidup sebagai Ji Soo, harus menghadapi dunia yang tak mengenal dirinya, ibu yang terasa asing, dan teman-teman yang tak bisa ia dekati. Di tengah tubuh yang bukan miliknya, ia mencari makna, kebenaran, dan jalan pulang menuju dirinya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ulfa Nadia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

제5장

Ha Young telah sampai di rumahnya rumah megah bak istana, yang menyimpan lebih banyak kesedihan daripada kebahagiaan. Tempat itu pernah menjadi saksi bisu tangisnya, luka-lukanya, dan kesepiannya. Dan kini, ia kembali.

Saat melangkah masuk, seorang ajjuma menyambutnya dengan senyum hangat. Wanita paruh baya itu telah lama bekerja di rumah keluarga Jung. Sejak ibunya pergi, ajjuma itulah yang merawat Ha Young, menjadi satu-satunya sosok yang membuat rumah itu terasa sedikit lebih manusiawi.

“Aku sangat senang Nona Besar kembali. Kalau aku tahu lebih awal, aku pasti sudah memasak makanan kesukaanmu,” ujar ajjuma dengan nada penuh kasih.

“Aku hanya tinggal sebentar, jadi ajjuma tidak perlu repot-repot. Besok aku akan kembali ke apartemenku,” jawab Ha Young, tersenyum lembut.

“Apakah Nona sudah lebih baik sekarang?” tanya ajjuma lagi, matanya penuh perhatian.

“Mmm,” sahut Ha Young singkat, lalu menoleh ke arah kamar ayahnya. “Ayahku sudah pulang?”

“CEO Jung belum kembali. Tapi sebentar lagi ia akan tiba.”

“Baiklah, ajjuma. Aku ke kamarku dulu,” ucap Ha Young, pamit dengan suara pelan.

“Baik, Nona Besar. Aku akan menyiapkan makan malam.”

Ha Young melangkah pelan menuju kamarnya. Setiap sudut rumah itu tampak tak berubah lantai marmer yang dingin, lukisan-lukisan mahal di dinding, dan aroma bunga segar yang ajjuma selalu ganti setiap pagi. Tapi di balik kemewahan itu, ada sesuatu yang tak pernah benar-benar hilang: kesepian.

Ia melewati ruang tamu yang dulu sering dipenuhi tamu-tamu penting, tapi tak pernah benar-benar hangat. Ia ingat malam-malam saat ia duduk sendirian di tangga, menunggu ayahnya pulang, berharap ada pelukan, atau sekadar sapaan. Tapi yang datang hanya suara pintu tertutup dan langkah kaki yang menjauh.

Kamarnya masih seperti dulu rapi, indah, tapi terlalu sunyi. Ia duduk di tepi ranjang, memandangi langit-langit yang pernah ia tatap saat menangis diam-diam. Rumah ini adalah tempat ia tumbuh, tapi bukan tempat ia merasa hidup.

Di sini, ia belajar menyembunyikan tangis. Di sini pula, ia belajar bahwa cinta tidak selalu hadir di tempat yang seharusnya.

Dan malam ini, meski tubuhnya telah pulih, hatinya masih mencari ruang untuk sembuh.

Dan di tengah keheningan itu, kenangan masa kecilnya datang perlahan.

Ia teringat saat ibunya masih ada. Seorang wanita lembut yang selalu menyisir rambutnya sebelum tidur, menyanyikan lagu pelan yang tak pernah ia dengar lagi sejak hari itu. Hari ketika ibunya pergi, tanpa penjelasan, tanpa pelukan terakhir.

Ha Young masih bisa mengingat aroma teh chamomile yang ibunya suka, dan suara lembutnya saat berkata, “Kau harus jadi kuat, sayang. Dunia tidak selalu ramah, tapi kau bisa jadi cahaya.”

Itu adalah malam terakhir mereka bersama. Ibunya duduk di tepi ranjang, memeluknya erat, lalu pergi keesokan harinya. Sejak saat itu, rumah ini berubah. Menjadi dingin. Menjadi asing.

Ajjuma memang merawatnya dengan penuh kasih, tapi tidak ada yang bisa menggantikan pelukan seorang ibu.

Dan malam ini, di kamar yang sama, Ha Young merasa kecil kembali. Bukan sebagai artis terkenal, bukan sebagai putri CEO Jung. Tapi sebagai anak perempuan yang masih menunggu ibunya pulang.

Bahkan hari ini, Ha Young harus menelan kepahitan yang datang dari orang yang seharusnya melindunginya ayahnya sendiri.

Ia duduk di tepi ranjang, matanya kosong menatap lantai. Pikirannya dipenuhi bayangan wajah Yeo Jin yang lebam, dan kata-kata CEO Song yang masih bergema di telinganya. Ia menyadari banyak hal yang telah dilalui Yeo Jin karena dirinya. Dan rasa bersalah itu mulai tumbuh, pelan tapi menyakitkan.

Seharusnya ia bisa memberikan kehidupan yang nyaman untuk manajer yang selalu menjaganya. Tapi justru Yeo Jin harus menghadapi tekanan, hinaan, bahkan kekerasan semua karena ia adalah manajer Ha Young.

Ia mengingat percakapan CEO Song barusan. Dan satu hal yang paling mengejutkan  ‘Seonghwa Entertainment’ adalah milik ayahnya.

Selama ini, ia bekerja di bawah bayang-bayang kekuasaan ayahnya, tanpa benar-benar tahu. Ia merasa seperti pion dalam permainan yang tak pernah ia pahami. Dan kini, satu per satu kenyataan yang tak pernah ia duga mulai terungkap.

Pagi yang cerah menyambut Ha Young dengan lembut. Salju turun lebih awal dari perayaan Natal yang akan diadakan besok persis seperti yang ia ramalkan. Tapi keindahan itu tak mampu menghangatkan hatinya. Salju kali ini terasa dingin, bukan hanya di kulit, tapi juga di dalam dada.

Ada banyak hal yang harus ia hadapi. Terutama tentang Yeo Jin.

Kini ia duduk di meja makan bersama sang ayah, CEO Jung. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari pria itu saat mengetahui Ha Young kembali ke rumah. Suasana hanya hening, seperti biasa. Dan Ha Young tidak kecewa karena setiap hari memang seperti ini. Sunyi. Datar. Beku.

Ia menatap piringnya, lalu memberanikan diri membuka suara.

“Apa aku boleh bertanya sesuatu?” ucapnya pelan, mencoba mencari celah dalam keheningan.

“Tanyakan saja. Itu hakmu,” jawab ayahnya tanpa menoleh, suaranya dingin dan datar.

Ha Young menarik napas. “Kenapa Ayah memukuli manajerku? Memangnya apa kesalahannya?”

CEO Jung tetap tenang. “Apa dia tidak bilang alasannya padamu?”

“Aku tidak akan bertanya padanya,” sahut Ha Young, nadanya mulai tegas. “Ayah yang memukulnya. Jadi aku bertanya pada Ayah.”

Ia menatap ayahnya dengan sorot mata yang tak lagi takut. Tapi yang ia lihat hanyalah ketenangan yang menusuk. Seolah luka yang ditimbulkan itu bukan hal besar. Seolah rasa sakit orang lain tak layak dipertimbangkan.

Ayahnya meletakkan garpu perlahan, lalu mengambil tisu untuk menyeka mulutnya. Gerakannya tenang, tapi sorot matanya kehilangan nafsu makan.

“Apa kau tahu,” ucapnya datar, “bahwa setiap yang kulakukan itu untuk kebaikanmu. Tapi kau tidak pernah menyadarinya. Tidak bukan tidak pernah, tapi tidak mau menyadarinya.”

“Cukup!” seru Ha Young, menutup telinganya dengan kedua tangan. “Ayah juga mengatakannya enam tahun lalu. Tapi aku tidak pernah melihat bahwa itu baik untukku.”

Suara Ha Young mulai bergetar. Ia berusaha menguatkan hatinya, tapi luka lama yang selama ini ia pendam mulai menyeruak.

Ayahnya tetap tenang, seolah tak terguncang oleh emosi putrinya. “Karena kau tidak pernah menyadarinya, maka aku ingin menyadarkanmu,” katanya. “Kau tahu kenapa aku menyakiti orang terdekatmu? Itu karena kesalahanmu sendiri.”

Ia menunjuk Ha Young, telunjuknya tajam seperti tuduhan.

Ha Young menatapnya, matanya mulai berkaca. “Aku tahu sekarang apa yang Ayah maksud. Ayah masih marah karena aku menolak kontrak iklan dengan Geumseong Group. Karena itu Ayah menyakiti manajerku?”

Suara Ha Young kini penuh ketegasan. “Tolong berhenti menggangguku. Hentikan semuanya. Jauhi orang-orangku. Aku tidak suka Ayah ikut campur.”

Dan saat itu, CEO Jung kehilangan kendali. Ia menyambar file-file di meja makan dan melemparkannya ke arah Ha Young. Gadis itu dengan refleks menepis berkas-berkas yang hampir mengenai wajahnya. Kertas-kertas itu jatuh berserakan di lantai, seperti simbol dari hubungan mereka yang retak.

Ha Young berdiri. Ia tidak menangis. Tapi hatinya hancur.

Di antara salju yang turun di luar jendela, dan keheningan yang menyelimuti rumah besar itu, satu hal menjadi jelas ia tak lagi bisa berharap pada cinta yang seharusnya datang dari seorang ayah.

“Jika saja kau menuruti apa yang kuinginkan,” ujar CEO Jung dengan nada tinggi, telunjuknya mengarah tajam ke wajah Ha Young, “aku tidak akan berbuat seperti itu pada manajer kesayanganmu.”

Matanya menyala penuh amarah. “Karena ulahmu, aku harus menutup banyak mulut agar gosip tentang penolakan kontrak iklan itu tidak menyebar ke media. Kau membuat semuanya rumit.”

Ha Young menatap ayahnya, tubuhnya gemetar. “Begitukah cara seorang ayah memperlakukan putrinya?” ucapnya lirih. “Bagaimana bisa kau menyiksaku seperti ini, Ayah…”

Air matanya jatuh, pelan, nyaris tak terdengar. Tapi ia segera menghapusnya, menegakkan kepala agar tetap terlihat tegar di hadapan pria yang seharusnya menjadi pelindungnya.

“Jika kau merasa kasihan padanya,” lanjut CEO Jung, suaranya dingin, “kenapa kau menolak kontraknya? Patuhi saja apa yang aku katakan.”

Ha Young mengepalkan tangannya, matanya menatap tajam ke arah ayahnya. Suaranya tegas, penuh luka yang tak lagi bisa disembunyikan.

“Aku tidak akan mematuhi Ayah. Aku tahu kenapa Ibu pergi meninggalkan Ayah. Karena Ayah... sangat jahat.”

CEO Jung membelalak, amarahnya meledak. “Dasar kurang ajar!” serunya, lalu menampar wajah Ha Young.

Tamparan itu keras, tapi bukan yang paling menyakitkan. Yang paling menyakitkan adalah kata-kata berikutnya.

“Aku selama ini terlalu lembut padamu. Jika saja dulu aku membiarkan ibumu membawamu pergi, mungkin aku sudah beruntung sekarang.”

Ha Young terdiam, terkejut. Ia memegang pipinya yang memerah, matanya berkaca. “Lalu kenapa tidak kau biarkan aku pergi bersama Ibu?” tanyanya pelan.

“Karena ibumu hidup miskin bersama selingkuhannya,” jawab sang ayah tanpa ragu. “Aku tidak memberimu padanya karena aku yakin kau tidak akan bahagia hidup miskin bersamanya.”

Ha Young menatapnya, air matanya jatuh perlahan. “Apa aku terlihat bahagia sekarang?” ucapnya lirih. “Ayah sama sekali tidak peduli padaku. Lalu kenapa Ayah berpikir tentang kebahagiaanku? Sejak Ibu meninggalkanku... sejak itulah aku tidak pernah bahagia.”

“Bukan aku yang membuatmu tidak bahagia,” balas CEO Jung. “Tapi ibumu yang berselingkuh. Itu yang membuatmu jadi seperti ini.”

Ha Young berdiri, tubuhnya gemetar tapi matanya penuh keberanian. “Aku tidak peduli lagi. Kali ini aku tidak akan tinggal diam jika Ayah menyakiti orang-orangku. Itu sama saja dengan menyakitiku.”

Ia menatap ayahnya dengan sorot mata yang tak bisa diganggu lagi. “Jika dengan nyawaku aku bisa melindungi mereka, maka aku rela mengorbankan nyawaku.”

Langkahnya mantap meninggalkan meja makan. “Kasus pemukulan terhadap manajerku tidak akan kulepaskan begitu saja. Ayah akan lihat... apa yang akan aku lakukan.”

Dan untuk pertama kalinya, CEO Jung tidak punya kata balasan. Yang tersisa hanyalah keheningan... dan bayangan seorang putri yang tak lagi tunduk pada kekuasaan ayahnya.

1
knovitriana
update Thor, saling support
Xia Lily3056
Gemesin banget si tokoh utamanya.
Muhammad Fatih
Membuat terkesan
🥔Potato of evil✨
Aku bisa merasakan perasaan tokoh utama, sangat hidup dan berkesan sekali!👏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!