NovelToon NovelToon
Isekai To Zombie Game?!

Isekai To Zombie Game?!

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Zombie / Fantasi Isekai / Game
Popularitas:520
Nilai: 5
Nama Author: Jaehan

Mirai adalah ID game Rea yang seorang budak korporat perusahaan. Di tengah stress akan pekerjaan, bermain game merupakan hiburan termurah. Semua game ia jajal, dan menyukai jenis MMORPG. Khayalannya adalah bisa isekai ke dunia game yang fantastis. Tapi sayangnya, dari sekian deret game menakjubkan di ponselnya, ia justru terpanggil ke game yang jauh dari harapannya.
Jatuh dalam dunia yang runtuh, kacau dan penuh zombie. Apocalypse. Game misterius yang menuntun bertemu cinta, pengkhianatan dan menjadi saksi atas hilangnya naruni manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaehan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Melon

Part 8

"Menurut kamu, apa ada orang lain selain kita?"

"Aku juga baru datang, jadi kurang tau juga. Seharusnya banyak, soalnya yang main game ini kan jutaan. Yang aktif ya. Entah game ini menyaring pemain atau enggak. Kalau misalkan banyak yang isekai, seharusnya di luar udah ramai orang-orang dikejar zombie. Tapi nyatanya sepi. Walaupun orang bisa sembunyi dan berhati-hati tapi tetep aja pasti ada yang ceroboh, panik, ketakutan atau apa terus berlarian sambil teriak-teriak kayak kamu."

"Ha-ha-ha. Maaf deh kalau aku bikin ribut."

"Hehe. Aku gak ngejek loh. Lagian reaksi kamu masih wajar. Sebenernya itu malah bagus. Semua zombie jadi berkumpul di satu titik dekat apartemen Vincent. Yang aku gak nyangka kamu berhasil lolos."

"Ya, aku baru sadar waktu lari sambil teriak malah makin banyak yang ngejar. Kayaknya mereka peka bunyi tapi kurang dalam melihat. Jadi aku manfaatin tempat gelap buat lolos. Gak nyangka berhasil."

"Itu karena jaringan kornea mata mereka yang rusak karena membusuk."

"Oh, gituu. Kamu tau banyak, ya."

"Ya, karena aku, Vincent. Ilmuwan yang-" Kalimat Nero terhenti.

"Yang apa?"

"Eh, enggak, hahaha." Wajah Nero berpaling mengurungkan niat memberi informasi krusial pada orang yang baru ditemuinya, terutama pada karakter hero yang memiliki catatan mencurigakan.

Mirai pun terpagut bingung, terdiam menilai sosok pria itu. Dari fisik hingga geriknya. Sembilan. Tapi ada yang aneh dengannya, sebab firasatnya bilang begitu. Walau demikian ia merasa pemuda ini tidak berbahaya. Ya, gimana lagi. Gak ada lagi orang selain dia. "Jadi selanjutnya gimana? Kita gak mungkin sembunyi terus di sini."

Itulah yang Nero pikirkan. "Rencanaku sih mau keluar dari kota ini."

Mirai tercekat. Keluar dari kota mati, artinya bakalan ada perjalanan panjang yang entah kemana tujuannya. Apalagi dalam kondisi banyak zombie yang berkeliaran di luar sana. "Kamu yakin?"

"Iya. Kita perlu tau untuk apa kita dibawa ke dunia ini. Bener, gak?"

"Iya! Tapikan, apa gak bahaya?"

"Diam, mati. Gerak belum tentu."

Mirai tidaklah bodoh untuk mengerti kalimat probability tersebut. Hanya saja masalahnya dia tidak punya keberanian lagi yang tersisa. Bisa selamat hari ini saja sudah suatu keajaiban. Bagaimana kalau dia tadi sampai terjatuh dan terkejar? Ah, males bayanginnya!

"Kamu mau tetep di sini?"

Wajah Mirai terangkat menatap Nero dengan alis tertaut panik. "Kamu mau ninggalin aku?"

"Enggak! Aku gak ada niatan kayak gitu." Dilihat raut gadis itu yang berubah lega. "Aku justru seneng kalau kamu mau ikut."

Apa Mirai punya pilihan? Dirinya hanya seorang perempuan lemah yang tidak memiliki skill bertahan hidup seperti di acara survival. Bertahan hidup dalam hutan sendirian saja belum tentu survive, apalagi di dunia macam ini. "Kamu bisa dipercaya, kan?"

Nero terhenyak sejenak. Sekilas tergambar dalam matanya isi chat-chat dari pemain lain di game ini yang menyebutnya sebagai pengkhianat. Tapi ia tak bisa mengungkap hal itu pada Mirai yang sepertinya memegang peranan penting dalam dunia ini. Ia tidak mau Mirai takut dan kabur darinya. Karena ini baru permulaan perjalanan yang panjang. Belum ada yang tahu bagaimana semua ini akan berakhir. Akan sangat riskan bila ia sampai kehilangan salah satu kunci.

"Kenapa lama jawabnya?"

Kali ini raut gadis itu tampak khawatir, Nero lekas tersenyum lembut. "Tenang aja. Aku bukan orang jahat."

Jawaban yang sangat ambigu. Karena itu bukan jawaban dari pertanyaan Mirai. Itu adalah jawaban yang mengharuskan Mirai untuk menyimpulkan sendiri. Yang memaksa untuk percaya atas kemauannya sendiri, bukan karena pria ini yang meyakinkannya. Apa ia berani bertaruh? Yah, setidaknya dia bilang bukan orang jahat.

"Gak yakin, ya?" Wajar saja kalau gadis ini berpikir demikian. "Gimana kalo gini, aku janji gak akan jahatin kamu."

Mirai tercekat. "Eh! Kamu gak harus gitu, kok!"

"Tapi kamu kayaknya takut sama aku, haha."

Mirai mendesah pendek. "Maaf."

"Gapapa, aku maklum. Tapi sebaiknya kita gak berpisah sementara waktu. Berdua lebih baik dari pada sendirian. Yah, sampai kita menemukan pemain lain, mungkin."

Ada benarnya apa yang diucapkan pria ini. "Okeey. Maaf kalau nanti aku jadi beban."

"Iya, aku maafin," jawab Nero sambil tersenyum jenaka.

"Hah?!" Mirai langsung menggembungkan pipi. "Ngeselin banget!"

"Hahaha, ya kan kamu minta maaf."

"Ya, tapi jangan gitu juga. Kesannya aku emang calon beban."

"Iya, iya. Aku cuma becanda." Barulah gadis itu tersenyum manis padanya. Nero sempat terhenyak sebab jantungnya berdegup keras. Siaaaal. Dari semua perempuan cantik yang pernah dekat dengan dirinya, hanya gadis ini yang bisa membuat jantungnya bereaksi. Semasa sekolah hingga kuliah, tidak ada yang benar-benar ia seriusi. Semuanya hanya ia anggap fansnya saja. Lagi-lagi ia teringat catatan unik itu. Apa benar sebaiknya ia tidak pernah bertemu Erica?

"Jadi, gimana selanjutnya? Kita nginep di sini?"

"Ya. Lebih baik kita bergerak waktu siang. Untungnya penglihatan mereka buruk, jadi yang penting jangan berisik aja." Nero mengamati Mirai dari kepala hingga ujung kaki. "Aku rasa kamu juga butuh persiapan?"

"Eh, persiapan gimana?"

"Baju kamu kayaknya gak fleksibel buat leluasa bergerak, apalagi sendal jepit kamu. Bakal sulit kalau kita harus lari."

Mirai jadi ikut mengamati penampilan dirinya sendiri. Lagi-lagi pria ini benar. Ia pun menghela napas lega. Sebab sepertinya pria ini bisa diandalkan. Walau buruk bergantung pada orang lain, tetapi di dunia mengerikan ini ia memang butuh seseorang yang lebih dari dirinya. "Aku gak punya baju ganti," jawabnya sambil mengangkat tangan di kedua sisi tubuh.

"Tenang aja. Kurasa banyak barang yang bisa dijarah di kota ini. Kita bisa cari apa aja yang kita butuh. Untungnya sekarang kita ada di toko sepatu. Kita bisa cari itu dulu. Aku juga perlu ganti dengan model yang lebih nyaman dan fleksibel." Nero berdiri, mendekati tumpukan dus kemudian berjongkok di dekatnya.

Mirai pun ikut berdiri, namun ia terusik pada bayangan dirinya yang terpantul pada cermin yang terpasang di pintu. Astaga! Berantakan banget!  Wajahnya memerah melihat banyak rambut mencuat dari kunciran. Kemeja putihnya sudah tak beraturan keluar dari celana. Jadi selama ini ia berbincang dalam keadaan memalukan seperti ini. Ya, ampun! Malu banget!

Nero membuka satu kotak dus berisi sepatu kets berwarna hitam bergaris merah. "Eh, keren nih!"

Mirai membuka blazernya, menyampirkan di sandaran kursi dan menyisakan kemeja model tanpa lengan. Barulah ia membuka kunciran rambutnya sambil melirik sepatu yang dimaksud Nero. "Iya, bagus."

"Ini sepatu cewek, cocok kayanya buat kamu," tukas Nero sambil menengadah menatap Mirai yang sedang menggerai rambut hitamnya yang melebihi pinggang. Pada saat itulah ia terpaku cukup lama memperhatikan Mirai yang sibuk merapikan rambut. Lagi-lagi jantungnya berdebar keras. Plis, jangan. Jangan cewek ini. Tetiba wajah Mirai begitu dekat dengannya, membuat wajahnya sendiri merah padam lantas lekas berpaling.

"Mana? Coba lihat!"

Nero menyerahkan sepatu itu tanpa menatapnya. Gelagat tidak nyamannya diketahui Mirai. Apa karena pakaiannya yang agak terbuka. Apalagi dua kancing teratas dari kemejanya sengaja di lepas. "Maaf, ya. Aku gerah," jelasnya tak enak hati. "Gak bau, kok."

Padahal bukan itu yang membuat Nero berpaling, tapi karena Mirai menyinggung soal pakaian ia jadi melirik bagian dadanya. Seketika napasnya tertahan. Astaga! Melon!

"Enggak keganggu, kan?"

Nero langsung menarik pandangannya sambil menggeleng kaku. "Enggak, kok! Santai aja." Liurnya tertelan alot, lalu tertunduk merasakan sesuatu bergerak-gerak di dalam celananya. Aduh, si Joni ngamuk! Ayo, jernihkan pikiran! Bayangin air sungai yang mengalir diantara pegunungan. Pegunungan melon. Anjirlah! Malah ngelantur!

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!