Cinta bertepuk sebelah tangan sungguh menyakitkan hati Nadila Putri. Nyatanya Abdullah cinta pertamanya justru mencintai wanita lain yaitu Silfia Anwar.
Nadila pun memilih pergi meninggalkan mereka demi persahabatan.
Nadila memilih bekerja di UEA menjadi tkw, tetapi belum ada satu tahun kedua orang tuanya menyuruhnya pulang. Namun, tidak Nadila sangka ketika tiba di Indonesia justru dijodohkan dengan Abdullah.
Apakah Abdullah akan menerima Nadila? Lalu bagaimana nasib Silfia. Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
"Kamu?" Abdullah melotot tajam, tidak menyangka wanita yang menjadi istrinya adalah sahabatnya sendiri. Namun, Abdullah segera ambil cincin yang sudah diserahkan oleh dua orang wanita ke arahnya, kemudian menyelipkan ke jari manis Dila tanpa berkata-kata.
Dila terkejut saat Abdullah menyelipkan cincin di jari, dan yang lebih mengejutkan lagi adalah, ketika menatap wajah Abdullah yang tidak ada ekpresi. Ia menganggap bahwa saat ini sedang bermimpi. Tidak mungkin jika pria yang dijodohkan dengannya adalah Abdullah. Dila tidak tahu bagaimana harus bereaksi, apakah harus senang atau sedih. Kini merasa berada di persimpangan jalan, tidak tahu mana jalan yang harus dia pilih. Tidak ada yang bisa dilakukan saat ini kecuali diam dan berpikir, apa yang akan terjadi selanjutnya ketika menempuh jalan hidup berumah tangga bersama pria yang tidak mencintainya. Sungguh tidak percaya semua ini, ingin rasanya menghindar dari pria di hadapannya, tapi mana bisa? Saat ini ia sudah sah menjadi istri Abdullah.
"Sekarang saatnya, kedua mempelai melakukan sungkeman kepada kedua orang tua" suara MC yang terdengar kencang itu menyadarkan Dila. Ia melangkah lambat menuju kursi di mana kedua orang tuanya duduk.
Dila memeluk kaki ibu yang melahirkan dengan tangis tergugu. Dia sedih, kenapa di hari yang berbahagia ini bukan menikah dengan pria yang saling mencintai? Namun, Dila segera sadar ketika tangan ibunya mengusap kepalanya.
"Sekarang kamu sudah menjadi istri sayang, lakukan tugas kamu dengan baik. Karena, surgamu sekarang di bawah telapak kaki suami kamu," nasehat Aminah, segera mengangkat kepala putrinya, mencium dahinya lembut.
Dila pindah ke kaki bapak, ingin rasanya curhat seperti dulu, bahwa pria pilihan bapak sudah ada wanita lain di hatinya. Namun, itu tidak benar, ia sudah ambil keputusan untuk menerima perjodohan ini, apa yang terjadi Dila harus hadapi.
Acara demi acara telah selesai, berakhir di pelaminan. Sepasang suami istri itu tidak ada yang saling sapa. Setiap kali Dila melirik wajah Abdullah, pria itu diselimuti kekecewaan dan penyesalan. Jujur, Dila tidak mau pernikahan ini terjadi seandainya tahu jika pria yang akan dijodohkan adalah Abdullah. Tetapi ia lebih menyayangi bapak daripada dirinya sendiri, maka ia tidak mau protes yang penting bapak segera sembuh.
"Selamat Abdullah, dan kamu Dila, aku tidak menyangka jika kalian ternyata saling mencintai" Ucap Faizah, ia pikir Abdullah dan Dila menikah bukan lantaran dijodohkan.
"Terima kasih Kak" Dila tersenyum kecut, ia menyimpulkan bahwa sampai saat ini, mantan majikannya itu belum tahu jika Abdullah menjalin hubungan dengan Silfia baby sitter di rumahnya.
"Sejak kapan kalian saling jatuh cinta?" Faiz tersenyum menatap Dila dan Abdullah bergantian. Namun, keduanya tidak ada yang menjawab.
"Dul! Kampret kamu ya! Mau nikah kok tidak bicara dulu" Barra menoyor dahi Abdullah. Ia merasa tidak dianggap kakak. Padahal sudah tiga tahun Abdullah tinggal bersamanya.
"Hahaha... sudah kebelet, Bang" Abdullah tertawa melirik Dila, entah apa arti tawa itu. Namun, Dila merasa jika Abdullah menyindir dirinya. Dila kesal, siapa juga yang kebelet? Walaupun ia mencintai Abdullah toh memilih pergi daripada mengemis cinta hanya akan menjatuhkan harga dirinya. Jika sekarang menikah dengan Abdullah, itu mungkin sudah kehendak Allah. Jika ditanya bahagia atau tidak bisa bersanding dengan Abdullah? Tergantung bagaimana sikap Abdullah kedepannya.
Sementara Abdullah tertawa begitu hanya ingin menghilangkan kegundahan hati. Matanya bukan lagi fokus kepada Faizah dan juga Barra yang mengajaknya bicara, tapi mengedarkan kelopak matanya mencari sosok baby sitter yang mengasuh si kembar. Abdullah takut jika Silfia ikut, habis sudah riwayatnya. Bukan tidak mungkin jika Silfia akan membenci dirinya dan minta putus.
Abdullah tidak tahu jika Dila memperhatikan gerak gerik Abdullah. "Aku yakin jika Kak Abdullah mencari Silfia" batin Dila.
"Kamu selama ini bekerja di mana, La?" Faizah bertanya.
"Saya jadi tkw di UEA kak, tapi disuruh pulang" Dila berubah sedih, menceritakan jika bapaknya sakit.
"Yang sabar La, sekarang bapak kamu di mana?" Faizah bermaksud menjenguk.
Dila mengatakan selesai ijab kabul, pak Umar diantar bu Aminah ke kamar. Karena beliau tidak boleh terlalu lelah.
"Yusup sama Yasmin bobo ya, Kak?" Dila menatap Yasmin dan Yusup anak kembar itu dalam gendongan Faiz dan Barra.
"Iya, Yusup sama Yasmin itu beda dengan Rohman dan Rohim, La" Faiz menceritakan, Yusup dengan Yasmin ketika sudah tidur tidak terganggu dengan suara berisik.
"Terus, si kembar mana Kak? Aku kangen..." Dila ingat ketika pergi dari rumah Faizah, si kembar menangis menjerit-jerit tidak mau ia tinggal.
"Mereka ikut kok" Faiz mengatakan jika saat ini kembar tidur di mobil ditemani Silfia dan satu baby sitter yang baru.
"Ya... tidur ya Kak" Dila menyesal tidak bisa bertemu dengan si kembar. Sebenarnya bisa saja ia datang ke mobil melihat mereka, tapi Dila tidak punya keberanian. Apa yang akan terjadi jika sampai Silfia tahu Abdullah menikahi dirinya.
"Makannya besok kamu main ke rumah bersama Abdullah, iya kan Dul..." Faiz menoleh Abdullah yang sedang ngobrol bersama Barra.
"Apa Kak, tanya apa tadi?" Abdullah rupanya tidak mendengar apa yang Faiz katakan.
"Besok ajak Dila main ke rumah" Faiz mengulangi.
Tidak ada jawaban dari Abdullah, entah apa yang pria itu rencanakan.
"Ternyata Silfia betah juga ya, kerja sama Kak Faiz" Dila mengalihkan, ia bertanya begitu hanya ingin tahu reaksi Abdullah. Jelas Silfia betah bekerja di sana, karena setiap hari bisa bertemu Abdullah. Dila melirik Abdullah di sebelah, bersamaan dengan Abdul yang juga menoleh ke arahnya, mungkin kaget mendengar pertanyaan Dila.
"Masih, La. Kalau gitu saya menjenguk bapak kamu dulu" Faiz mengait tangan Barra lalu menjenguk pak Umar.
Dila duduk di sofa pelaminan, diikuti Abdullah. Suami istri itu tidak ada yang saling tegur sapa. Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. "Jadi... Silfia masih kerja sama Kak Faiz" batin Dila, jelas betah karena di rumah itu ada Abdullah.
"Mudah-mudahan Silfia tidak tahu kalau aku menikah dengan Dila, duh, bagaimana ini?" Monolog Abdullah, raganya duduk terpekur di tepat itu, tapi pikirannya melanglang buana.
Malam harinya ketika acara sudah selesai, mau tak mau Dila harus menurut ketika Abdullah mengajaknya pulang ke kediaman tuan Ahmad.
Abdullah yang sudah berada di dalam mobil, tidak merespon kehadiran Dila yang duduk di sebelahnya. Bahkan tidak mau membatu Dila ketika sebelumnya meletakkan koper di bagasi.
Dila belum duduk dengan sempurna, tapi Abdullah menginjak pedal gas lebih keras, mobil pun melaju dengan kecepatan tinggi.
"Aaagghhh... pelan-pelan Kakaaak!" Dila berteriak kecang, ia takut karena belum mau mati sekarang. Namun, Abdullah yang sudah dikuasai amarah dan frustasi, tidak menghiraukan teriakan Dila. Mengapa harus menikahi wanita yang bukan pilihannya? Itulah pertanyaan yang belum terjawab. Jalanan di depanya kabur, tapi Abdullah tidak peduli karena merasakan adrenalin yang mengalir deras dalam darahnya.
"Kakaaak..." jerit Dila, karena dari lawan arah, mobil truk pun melaju dengan kencang.
...~Bersambung~...
Faiz, sementara ajak Dila ke rumah orang tuamu agar Dila menemukan kebahagiaan & kedamaian dirinya & keluarganya
pokoknya ditunggu yaa author😁
tapi lihat aja sifat aslinya penyesalan mu tak ada gunanya 🤗