Novel ini adalah musim ke 3 dari kisah cinta beda usia antara Pram dan Kailla.
- Istri Kecil Sang Presdir ( season 1 )
Pernikahan karena perjodohan antara Pram dan Kailla. Rumah tangga yang diwarnai
dengan konflik ringan karena tidak hanya karakter tetapi juga umur keduanya berbeda jauh. Perjuangan Pram, sebagai seorang suami untuk meraih cinta istrinya. Rumah tangga mereka berakhir dengan keguguran Kailla.
- Istri Sang Presdir ( season 2 )
Kehadiran mama Pram yang tiba-tiba muncul, mewarnai perjalanan rumah tangga mereka. Konflik antara menantu dan mertua, kehadiran orang ketiga, ada banyak kehilangan yang membentuk karakter Kailla yang manja menjadi lebih dewasa. Akhir dari season 2 adalah kelahiran bayi kembar Pram dan Kailla.
Season ketiga adalah perjalanan rumah tangga Pram dan Kailla bersama kedua bayi kembar mereka. Ada orang-orang dari masa lalu yang juga ikut menguji kekuatan cinta mereka. Pram dengan dewasa dan kematangannya. Kailla dengan kemanjaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pram & Kailla 35
Ibu Citra meremas tangan, duduk di ruang tamu rumahnya sepeninggalan putranya. Ia tidak bisa tenang setelah melihat wajah resah Pram saat berpamitan padanya. Ada kekhawatiran di benaknya, ia yakin ini bukan masalah yang ringan. Apalagi saat menyaksikan sendiri betapa tergesa-gesanya Pram, seolah menyembunyikan sesuatu.
"Kin, apa terjadi sesuatu?" Ibu Citra mengorek informasi dari pengasuh cucunya.
Kinara menggeleng.
"Bin?" Ibu Citra beralih pada Binara.
Gadis yang ditugaskan mengasuh si sulung, Bentley juga menggeleng.
"Kinar, kamu lihat sendiri tadi, kan?" Pertanyaan Bu Citra beralih pada putri angkatnya yang tengah mengasuh Diadra bersama Bentley dan Kentley.
"Aku tidak melihat jelas, Ma." Kinar ikut bersuara. Ia tidak mau menduga-duga. Masalahnya sudah banyak, termasuk masalah Bayu yang sampai sekarang ditugaskan Pram keluar kota dan jarang menghubunginya.
Ibu Citra masih tidak puas, terbayang masalah pelik yang tengah dihadapi anaknya. Bahkan, Pram membawa Kailla.
"Bin, apa ada hal aneh?" Kembali Ibu Citra melancarkan pertanyaan.
"Tidak ada, Oma. Hanya saja ... semalaman, anak-anak dititip pada kami berdua. Biasanya tidak pernah begitu." Binara menjelaskan.
"Ya. Dan keesokan harinya, Ibu tidak kuliah dan Bapak juga tidak ke kantor." Kinara menambahi.
Deg-- Ibu Citra makin was-was. Berbagai hal buruk sudah melintas di dalam pikirannya. Terbayang masalah perusahaan sedang membelit putranya.
"Apa ini juga ada hubungannya dengan Bayu yang dikirim keluar kota?" Ibu Citra bicara sendiri dan menerka apa yang sedang terjadi.
Berkali-kali melirik ke arah jam di dinding, Ibu Citra hampir gila merasakan waktu berjalan begitu lambat. Tepat dua jam, akhirnya ia mencoba menghubungi Pram.
Jantung lansia itu berdegup kencang saat nomor ponsel Pram tidak aktif. Ia makin panik saat nomor Kailla pun mengalami keadaan serupa
"Kinar, bagaimana ini?" Ibu Citra mengeluarkan beban di pikirannya, yang dipikulnya sejak tadi. Ia menyusul Kinar di kamar, demi mengadu dan membagi kecemasannya.
"Kenapa, Ma?" Kinar tengah menyusui Diadra.
"Pram. Mama khawatir terjadi sesuatu. Entahlah ...." Ibu Citra duduk di samping Kinar, menatap Diadra.
"Nomor ponsel Pram tidak aktif, Kailla juga begitu. Mama cemas sekarang." Ibu Citra menghela napas panjang. Sebagai seorang ibu tentu saja ia tidak akan bisa tenang kalau terjadi hal buruk pada anak, menantu dan cucunya. Lebih baik hal-hal buruk itu menimpanya, dibanding anak cucunya. Ia sudah tua, sudah cukup menikmati hidup.
"Jangan memikirkan hal yang belum tentu terjadi, Ma. Coba tanyakan saja pada asisten di rumah Mas Pram." Kinar memberi ide.
Ibu Citra tersenyum. Ide cemerlang Kinar yang tidak terpikir olehnya. "Benar juga. Kalau terjadi sesuatu ... Donny atau Sam pasti tahu." Ibu Citra bersemangat.
"Mama titip Bent dan Kent dulu. Mama mau ke rumah sebelah untuk mencari tahu. Mama tidak bisa tenang kalau terus-menerus duduk menunggu tanpa kepastian." Ibu Citra bergegas keluar kamar tanpa menunggu jawaban Kinar. Resah dan gelisah terlalu menguasai pikirannya.
***
Waktu berjalan begitu cepat, rasanya belum lama menitipkan anak-anak bersama Ibu Citra dan sekarang dua jam terlewati sekejap mata. Pram baru saja menyudahi pertempurannya setelah bergerilya, mendaki gunung lewati lembah. Ia tersenyum menatap Kailla yang kelelahan, bersembunyi di balik selimut tebal.
Setelah memikirkan waktu yang terlampau singkat, keduanya sepakat menghabiskan dua jam mereka di kamar saja. Berlari ke apartemen atau hotel sama saja membuang waktu.
"Sayang ...." Pram menggulingkan tubuhnya di samping Kailla setelah hampir dua jam menguasai Kailla yang pasrah.
"Hmmm." Kailla bergumam, memejamkan mata. Jantungnya masih berdetak kencang usai penyatuan indah beberapa menit yang lalu.
"Terima kasih." Pram menoleh ke samping, memandang Kailla yang kelelahan.
"Sama-sama, Sayang. Kamu juga membuatku melambung ke udara."
"Sayang, kemarilah." Pram melebarkan kedua tangnnya, bersiap menyambut Kailla di dalam dekapannya.
"Hmm." Kailla terus bergumam. Terlihat ia bergeser dan membenamkan diri di dalam pelukan hangat Pram yang masih sama polos dengan dirinya.
Suasana seperti ini jarang terjadi. Kehadiran dua jagoan kecil Pratama membuat sepasang suami istri itu tidak bisa sebebas dulu.
"Sayang, apa kabar gadis nakalmu? Ibunya sudah membaik?" tanya Kailla tiba-tiba ia teringat dengan Keisya.
"Sudah membaik, tinggal pemulihan. Setelah itu, bisa pulang ker rumah." Pram menjelaskan sembari mendekap erat Kailla. Tangan kekarnya terus membelai punggung telanjang Kailla.
"Keisya akan magang di perusahaan. Aku meminta Pieter mengurusnya." Pram bercerita lagi. Sebuah kecupan mendarat di pucuk kepala Kailla.
"Oh ya ... jadi magang di kantor?" Kailla memastikan. Jemari tangannya sedang bermain-main di telinga Pram.
"Ya, aku meminta Stella dan Pieter mengurusnya."
Terdengar Pram menghela napas panjang sebelum merebahkan Kailla kembali dan mulai menindih. Pria matang itu tersenyum licik, menatap Kailla dengan penuh cinta.
"Sekali lagi," pinta Pram.
"Kamu tidak lelah?" tanya Kailla, memejamkan mata. Ia bisa merasakan sensasi sentuhan Pram saat jemari tangan pria itu mulai menyusuri leluk tubuhnya.
"Tidak. Oh ya, aku lupa memberitahumu, Naina menolak Pieter."
"Hah?" Kailla membuka mata. Sejak awal, ia sangat mendukung Pieter yang berusaha mendekati Naina.
"Aku akan tetap mendukungnya. Bukankah ... kita akan mengadakan ulang tahun perusahaan? Kailla mulai merangkai rencana untuk wakil direktur RD Group itu.
"Hmm." Pram bergumam sembari mengecup leher jenjang Kailla.
"Ah ... jangan mengganggu konsentrasiku. Aku sedang merencanakan sesuatu untuk mendekatkan Pieter dan Naina." Kailla protes.
"Jangan mengurusi masalah jodoh orang lain. Urusi suamimu dulu. Sudah lama suamimu ini tidak dimanjakan." Pram tergelak, melabuhkan kecupan di sekujur leher dan pundak Kailla sembari menyibak selimut dan melemparnya sejauh mungkin.
Pram terpana menatap tubuh putih mulus dengan tanda kemerahan yang siap untuk disantap kembali. Namun, ia belum sempat memulai, gedoran keras bercampur suara kesal Ibu Citra berteriak di depan pintu kamar.
"Pram!'
"Pram!"
"Pram! Keluar kamu!" Ibu Citra melampiaskan kekesalannya.
Sejak tadi, perempuan tua itu dirundung resah, berteman gelisah. Melewati dua jamnya bagai di neraka, tersiksa dengan pikiran buruk dan mengkhawatirkan putra kesayangannya. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Info dari asisten rumah, Pram dan Kailla mengurung diri di kamar. Pram membuatnya meradang, bersenang-senang di balik dusta dan membuatnya melewati dua jam seperti orang gila.
"PRAM! KELUAR! KURANG AJAR KAMU, PRAM!"
Gedoran di pintu makin kencang, baik Pram mau pun Kailla panik di dalam kamar. Pram meloncat turun dari ranjang mencari pakaiannya, sedangkan Kailla tunggang-langgang berlari ke kamar mandi. Ia berusaha menyembunyikan diri dari pada menahan malu saat tertangkap mertuanya bersenang-senang di siang bolong. Bahkan sampai menitipkan kedua buah hatinya pada Ibu Citra.
Bunyi pintu dibuka, Pram hanya sanggup meraih boxer dan mengenakannya untuk menyambut sang mama.
"Ada apa, Ma?" Pram merapikan rambutnya dengan jemari tangan. Berdiri sambil bersandar di pintu kamar. Ia siap menyambut ledakan yang akan dilempar Ibu Citra.
Bugh! Pukulan mendarat di pundak Pram, Ibu Citra melampiaskan kekesalannya.
"Jadi, ini masalah serius? Masalah penting yang kamu maksud?" omel Ibu Citra. "Dua jam ini, aku memikirkanmu dan Kailla. Dan kalian bersenang-senang di sini." Ibu Citra menggeleng, kembali memukul pundak Pram dengan kencang.
"Ma, jangan begini." Pram tersenyum malu-malu.
"Sudah tua, tidak tahu diri. Jangan kamu pikir istrimu baru 25 tahun dan kamu juga merasa masih muda. Kalau cuma mau bersenang-senang, cukup katakan terus terang. Tidak perlu berbohong." Ibu Citra masih mengomel.
"Ma ...."
"Yang satu tidak kuliah, yang satu sampai rela tidak ke kantor. Padahal semalam sudah puas berdua-duaan. Jangan mengelak! Dua pengasuh itu sudah mengaku sendiri kalau kalian menitip si kembar semalaman." Ibu Citra masih mengomel sembari menggeleng kepala.
"Aku tidak menyangka kalian segila ini. Aku juga pernah muda, tapi tidak segila kalian!" cerocos Ibu Citra. "Sana, bawa pulang anak kalian!"
"Ma, sudah. Jangan marah-marah. Mama mau cucu lagi?" tawar Pram, tersenyum menggoda. Ia berusaha tenang.
Ibu Citra terbelalak. "Bukannya sudah tidak mau menambah lagi?"
"Itu 'kan Kailla, kalau aku ... masih mau. Ini sedang berusaha, Ma. Sana jangan mengganggu. Siapa tahu dapat kembar perempuan." Pram tergelak.
***
Tbc
untuk yg lain aqu sdh melimpir kak...SEMANGAT ...
membayangkan Pram kok mumet mboyong keluarga ke negri singa dan gak tau sampe kapan demi keamanan.
sat set sat set