The Love Story Of Pram And Kailla
Kisah ini adalah kelanjutan dari Istri Kecil Sang Presdir ( Season 1 ) dan Istri Sang Presdir ( Season 2 )
...***...
Terlihat seorang pria matang dengan sejuta pesona duduk di bagian sentral meja rapat yang ditata berbentuk U. Setelan jas abu-abu yang dipadankan dengan dasi senada membuatnya tampak jauh lebih muda dari usianya yang sedang berjalan menuju setengah abad. Wajahnya tenang, tampak memukau dan berkarisma. Sorot matanya teduh, menenangkan siapa saja yang beradu pandang dengannya.
Namun, dibalik semua itu, ia adalah pimpinan yang cukup disegani. Pram, begitu biasanya ia disapa. Pria matang 45 tahun dengan nama asli Reynaldi Pratama itu pemilik sekaligus presiden direktur RD Group. Sebuah perusahaan yang bergerak dalam bisnis real estate dan property developer, yang berkantor pusat di Jakarta.
Dengan empat anak perusahaan, kegiatan usaha utama RD Group yang sudah berdiri lebih dari dua puluh tahun itu meliputi akuisisi lahan, pengembangan real estate, penyewaan dan penjualan tanah, bangunan apartemen, mal dan kantor. RD Group juga dikenal telah membangun belasan proyek prestisius yang tersebar di Jakarta, Bandung dan kota-kota besar Indonesia lainnya.
Mengetuk pelan pena hitam berhias keemasan di atas meja rapat, Pram terlihat gelisah. Mata panda Pram bergeser ke kiri dan kanan, sesekali ia tertunduk. Daddy dari sepasang anak kembar laki-laki yang baru berusia tujuh bulan itu tidak begitu menyimak laporan yang disampaikan pimpinan proyeknya.
Sejak beberapa hari ini, tidur malamnya terganggu. Putra kembarnya rewel dan membuat seisi rumah terjaga sepanjang malam. Mungkin efek imunisasi yang baru disuntikan beberapa hari yang lalu.
Kepala pria itu semakin berdenyut ketika rapat tak kunjung usai. Berganti kepala divisi lain yang memberi laporan. Tidak ada satu pun materi yang bisa masuk di kepalanya. Di dalam otaknya hanya ada satu nama. Kailla. Terbayang istrinya sedang bergaun seksi berjalan menggoda.
"Ya Tuhan, kapan ini akan selesai." Pram bergumam pelan, memandang sekretarisnya yang duduk menyimak sambil mencatat hal-hal penting di tablet-nya.
"Ste, tunda rapatnya. Minta Pieter melanjutkan nanti," bisiknya pada Stella. Sekretaris yang setia menemaninya selama ini tampak mengangguk.
“Pesankan kamar di Fairmont untukku. Pilihkan yang ternyaman,” bisik Pram lagi.
"Bapak baik-baik saja?" tanya Stella mengerutkan dahi.
"Kepalaku berdenyut, Ste. Aku butuh obatku sekarang." Pram meraih ponsel tipis keluaran terbaru yang tergeletak di atas meja. Mengantonginya dan berjalan tergesa-gesa keluar ruang rapat tanpa pesan dan tanpa bicara sepatah kata pun. Bahkan tanpa menoleh ke arah stafnya. Langkahnya begitu meyakinkan, diikuti belasan pasang mata yang menatap penuh tanya dan keheranan.
Pram bisa mendengarkan keriuhan di ruang rapat sepeninggalannya. Namun, ia tidak peduli. Saat ini, ia butuh Kailla. Sang istri manja yang selalu bisa menyenangkan sekaligus menenangkannya setiap saat. Yang bisa membuat sakit kepalanya hilang dalam sekejap. Benar-benar keajaiban seorang Kailla.
Berlari menuju lift sembari melonggarkan simpulan dasi, Pram mengabaikan teriakan asistennya, Bayu.
"Ada masalah apa lagi?" Bayu bermonolog. Kepala menggeleng dengan raut wajah penuh tanya. Bukan hal aneh, sejak berganti status menjadi seorang ayah, Pram banyak berubah.
***
Bentley GT continental hitam melesat di jalanan ibu kota. Pram memacu mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Senandung klakson tanpa jeda yang berteriak di jalanan memancing kesal pemakai jalan lainnya dan Pram tidak peduli. Ia hanya ingin secepatnya sampai.
Sinar mentari siang itu begitu terik saat sang surya tepat berada di pucuk kepala. Begitu menyilaukan mata saat sorot cahaya memantul di body mobil mewah yang hitam mengilap. Waktu sudah mengarah ke tengah hari, jalanan mulai sedikit padat karena aktivitas karyawan kantor makan siang.
Hampir empat puluh lima menit mencengkeram kemudi, mobil Pram akhirnya menepi di pinggir jalan. Tepatnya di depan sebuah kampus bergengsi, di daerah Tangerang, Banten.
Terlihat pria itu sudah tidak sabar, buru-buru mengeluarkan ponselnya. Jemarinya dengan cekatan mengusap layar dan mencoba menghubungi sang pujaan hati. Siapa lagi kalau bukan istrinya, Kailla Riadi Dirgantara Pratama. Sejak melahirkan, ibu dari baby Bentley dan Kentley itu memutuskan memakai nama keluarga suaminya di belakang namanya sendiri. Perlu proses panjang untuk bisa mendapatkan nama Pratama secara resmi.
Nada sambung tergantikan dengan suara manja di ujung panggilan. Mood pria tampan itu seketika berubah saat gendang telinganya menangkap suara manja mendayu.
"Sayang, ada apa?" tanya Kailla.
"Kamu masih ada kelas?" Pram balik bertanya.
"Masih," sahut Kailla sembari menyeruput kuah bakso pedas di kantin kampus. Makanan favorit Kailla yang tidak lekang oleh waktu dan tidak tergantikan dari masa ke masa.
“Bolos untukku, Sayang,” pinta Pram dengan suara terdengar memelas.
"Hah! Kamu kenapa?" tanya Kailla mengerutkan dahi. Tidak biasanya sang suami memintanya bolos kuliah. Bahkan ia terpaksa kuliah lagi karena permintaan Pram yang tidak terbantahkan. Bisnis manajemen, jurusan yang ditinggalkannya saat awal menikah dan sekarang ia terdampar di tempat yang sama. Pram memintanya menyelesaikan apa yang sudah dimulainya.
"Aku merindukanmu," ucap Pram dengan manja.
"Yang benar saja, Sayang! Setiap hari juga bertemu."
"Bertemu tetapi tidak bisa menyatu. Kembar mengacaukan segalanya." Pram tergelak. Tawanya begitu renyah, terdengar dari seberang.
"Jangan gila, Sayang. Bukannya kamu ada rapat penting hari ini." Kailla mengingatkan.
"Aku sudah di depan kampusmu. Ayo keluar, Sayang. Aku menunggumu sekarang."
"Hah! Kamu serius?"
"Ya. Aku tidak pernah main-main. Aku meninggalkan rapat demi untuk bisa bertemu denganmu," ungkap Pram.
"Tunggu sebentar, aku habiskan baksoku dulu. Kamu sudah makan siang?" tanya Kailla sembari menusuk bakso telur puyuh dengan garpu dan memasukkannya ke dalam mulut.
"Belum. Aku sudah kelaparan sekarang. Ayo buruan, Kai."
"Mau aku pesankan makanan?" tawar Kailla. Bicara dengan mulut penuh.
"Tidak perlu. Cukup dirimu. Itu sudah mengenyangkan." Kembali Pram tergelak.
"Tunggu, Sayang. Aku keluar sebentar lagi."
***
Kedua sudut bibir Pram tertarik ke atas saat melihat Kailla yang berlari dengan tas menggantung di pundak, membelah dada. Rambut panjang perempuan 25 tahun itu terombang-ambing saat tubuhnya berguncang.
Tak lama, terdengar ketukan pelan di jendela mobil. Pram membuka pintu dari dalam dan mempersilakan istrinya masuk.
"Aku merindukanmu, Kai," ucap Pram saat melihat istrinya menjatuhkan bokong di sebelahnya. Bergerak mendekat, dilabuhkannya kecupan di bibir Kailla. Menyapu bibir merah delima, menikmati aroma kuah bakso yang tertinggal.
"Aku membelikanmu pasta." Kailla berkata sembari menunjukan kotak mika setelah ciuman mereka terurai.
"Suapi aku, tetapi dengan ini," pinta Pram dengan manja. Telunjuknya mengarah ke bibirnya sendiri.
Kailla mencebik. “Apa ada masalah di kantor?" tanya Kailla. Ia sedang membuka kotak mika berisi pasta dan bersiap menyuapi Pram. Rambut panjang yang baru saja dicat pirang itu, tergerai indah menutupi sebagian wajahnya.
"Tidak ada." Pram menjawab singkat. Menggeser tubuhnya lebih dekat sembari meraih pergelangan tangan Kailla dan mengeluarkan ikat rambut berhias manik hitam yang melingkar indah bak gelang.
"Menghadap ke sana, Kai," pinta Pram, menyisir rambut panjang Kailla yang mengeluarkan aroma buah dengan tangannya. Rambut panjang itu dikuncirnya tinggi, membuat tengkuk dan leher putih mulus terekspos sempurna.
"Ganti warna lagi?" tanya Pram. Ia tidak memerhatikan rambut Kailla beberapa hari ini. Putra kembar mereka membuat keduanya kewalahan sampai tidak memiliki waktu untuk hal lain.
“Ya, kamu menyukainya?” tanya Kailla.
Sebuah kecupan basah mendarat di tengkuk Kailla. "Cantik!" komentar Pram sembari memainkan ujung rambut Kailla.
"Warna sebelumnya lebih terlihat menarik, tetapi yang ini lebih menggoda." Pram mengedipkan matanya sambil tersenyum.
"Kita jalan sekarang?" tanya Pram merapikan posisi duduknya, bersiap menjalankan mobil kembali.
"Mau ke mana?" tanya Kailla bingung.
"Fairmont. Aku meminta Stella booking kamar sebelum menemuimu" Pram menjawab santai. Menengok ke belakang, untuk memastikan jalanan aman.
“Selalu begitu,” cerocos Kailla
“Apa kita beli apartemen saja? Setiap waktu, kalau rindu, kita bisa bertemu di sana,” tawar Pram.
"Buka mulutmu, Sayang," pinta Kailla dengan sesendok penuh pasta. Ia memilih mengabaikan tawaran suaminya.
Mulut Pram terbuka lebar dengan tangan tetap menggenggam kemudi. Pria itu memilih fokus ke jalanan.
"Oh ya, hubungi Sam. Minta dia menyusul. Aku meninggalkan Bayu di kantor."
"Ya.”
"Pastanya enak," ucap Pram sembari membuka mulut kembali. Siap menerima suapan Kailla berikutnya.
"Di kampus, menu ini yang paling laris manis." Kailla menjelaskan.
"Lumayan enak. Oh ya, kamu belum memerah asi untuk si kembar?" tanya Pram.
"Belum, nanti sampai hotel saja. Perlengkapannya masih di mobil Sam." Kailla menjelaskan.
Pram tersenyum. "Aku tidak keberatan kalau diminta memerah untukmu," ucap Pram mengedipkan sebelah matanya, menggoda Kailla seperti biasa.
***
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Mak sulis
melipir disini dulu...ternyata rilisnya udah lama
2025-01-31
0
Nur Lizza
aku mampir thor di seson 3
2022-10-28
1
Mat Grobak
👍👍👍
2022-09-17
1