NovelToon NovelToon
Perjuangan Gadis SMA

Perjuangan Gadis SMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Anak Genius / Anak Yatim Piatu / Teen School/College / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Hanafi Diningrat

Najwa, siswi baru SMA 1 Tangerang, menghadapi hari pertamanya dengan penuh tekanan. Dari masalah keluarga yang keras hingga bullying di sekolah, dia harus bertahan di tengah hinaan teman-temannya. Meski hidupnya serba kekurangan, Najwa menemukan pelarian dan rasa percaya diri lewat pelajaran favoritnya, matematika. Dengan tekad kuat untuk meraih nilai bagus demi masa depan, dia menapaki hari-hari sulit dengan semangat pantang menyerah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanafi Diningrat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Awal baru di kota bogor

Najwa terbangun dengan suara hujan yang memukul genteng panti asuhan. Udara Bogor yang dingin dan lembab membuat dia menarik selimut sampai ke dagu. Aromanya berbeda dari Tangerang - lebih segar dengan campuran tanah basah dan dedaunan hijau.

"Bangun, sleeping beauty!" Kirana sudah duduk di tepi kasurnya sambil menyisir rambut. "Hari pertama sekolah nih!"

Najwa mengucek mata sambil melirik jam dinding. "Masih jam lima, Kir. Sekolah mulai jam tujuh."

"Iya tapi kita harus sarapan, siap-siap, terus jalan ke sekolah kan lumayan jauh." Kirana berdiri sambil meregangkan tubuh. "Lagian kamu kan nervous pasti."

Najwa menghela napas panjang. Bener juga, perutnya udah mules dari kemarin mikirin hari pertama di SMA 1 Bogor. "Gimana ya kalau aku nggak diterima sama temen-temen baru?"

"Santai aja. Lo kan pinter, pasti bakal banyak yang suka." Kirana melempar handuk ke arah Najwa. "Yuk mandi! Nanti keburu kehabisan air hangat."

Di kamar mandi, Najwa menikmati air hangat yang mengalir di tubuhnya. Udara sejuk Bogor bikin mandi air hangat terasa lebih nikmat. Lewat ventilasi, dia bisa denger suara burung-burung yang berkicau di pepohonan sekitar panti. Jauh beda sama suara bising kendaraan di Tangerang.

Setelah mandi, Najwa berdiri di depan cermin sambil memakai seragam SMA barunya. Seragam putih abu-abu yang masih kaku karena baru dibeli. Bu Sari kemarin mengajaknya belanja di Pasar Bogor, sekalian jalan-jalan keliling kota.

"Kamu kelihatan bagus banget!" Kirana muncul dari belakang sambil memeluk pundak Najwa. "Seragam baru, rambut udah dipotong rapi, wajah udah nggak pucat lagi."

Najwa menatap pantulannya di cermin. Bener juga, wajahnya udah lebih berisi sejak tinggal di panti. Pipinya yang dulu cekung sekarang udah agak tembem. Matanya juga lebih cerah, nggak kayak orang yang stress terus.

"Masih kurus sih." Najwa memegang pinggangnya yang masih kecil.

"Udah bagus kok. Nanti juga tambah berisi kalau udah terbiasa makan teratur."

Mereka turun ke ruang makan yang sudah ramai. Bu Sari lagi nyiapin sarapan dengan bantuan Dea. Aroma nasi uduk dan kerupuk memenuhi ruangan. Fajar udah duduk sambil baca buku, seperti biasa. Rian lagi sikat gigi sambil berdiri di sudut ruangan.

"Selamat pagi, calon anak SMA 1 Bogor!" Bu Sari menyambut dengan ceria sambil menaruh piring nasi uduk di depan Najwa.

"Pagi, Bu." Najwa duduk sambil melirik sarapannya. Porsinya lebih besar dari biasanya.

"Hari ini makan yang banyak ya. Perut kenyang, otak juga jadi pinter." Bu Sari mengedipkan mata.

"Najwa, nanti pulang sekolah cerita ya gimana hari pertamanya." Dea duduk sambil ngunyah kerupuk. "Gue penasaran guru-gurunya galak nggak."

"Lo dulu sekolah di mana, Dea?" Najwa bertanya sambil menyuap nasi uduk.

"SMA 3 Bogor. Agak jauh sih dari sini, tapi sekolahnya oke." Dea mengusap mulutnya dengan tissue. "Tapi SMA 1 lebih bagus. Banyak yang masuk PTN favorit."

Fajar mengangkat kepalanya dari buku. "Iya, ranking UN-nya selalu masuk tiga besar se-Bogor. Kamu beruntung bisa masuk sana."

"Makanya jangan sia-siain kesempatan ini, Najwa." Rian duduk sambil masih gosok gigi. "Kamu punya potensi masuk ITB atau UI."

Najwa tersenyum tipis mendengar dukungan mereka. Di rumah dulu, nggak pernah ada yang bilang dia punya potensi apa-apa.

Setelah sarapan, Najwa berpamitan dengan semua penghuni panti. Bu Sari memeluknya sambil berpesan, "Ingat, kalau ada apa-apa langsung hubungi Ibu ya."

"Siap, Bu."

"Aku anter sampai gerbang sekolah." Kirana mengambil payung dari rak. "Siapa tau hujan lagi."

Mereka jalan berdua menyusuri jalan-jalan Bogor yang masih basah karena hujan semalam. Udara dingin membuat napas mereka mengepul kayak asap rokok. Jalanan dipenuhi anak-anak sekolah yang pada berangkat dengan berbagai kendaraan.

"Wah, sekolahnya gede banget!" Najwa melongo melihat gerbang SMA 1 Bogor yang megah dengan tulisan emas di atasnya.

"Iya kan? Dulu aku sempet mau sekolah di sini juga. Tapi nggak keterima." Kirana tersenyum pahit. "Makanya kamu harus bangga."

Di depan gerbang, banyak siswa yang lagi ngumpul. Ada yang naik motor sendiri, ada yang diantar mobil, ada juga yang jalan kaki kayak Najwa. Tapi kebanyakan kelihatan dari keluarga yang berkecukupan.

"Kira, aku takut nggak cocok di sini." Najwa mencengkeram tali tas ranselnya. "Liat aja, mereka semua kelihatan kaya."

"Hey, lo juga punya hak yang sama kok." Kirana memegang pundak Najwa. "Lo masuk sini karena otak lo, bukan karena duit. Itu lebih keren."

Bel sekolah berbunyi. Najwa memeluk Kirana sebentar.

"Makasih ya udah nganter."

"Sama-sama. Nanti pulang cerita semua ya!"

Najwa masuk ke dalam kompleks sekolah sambil mengikuti arus siswa lain. Halaman sekolahnya luas banget dengan taman yang tertata rapi. Gedung-gedungnya tinggi berlantai tiga, cat putihnya masih mengkilap. Di tengah halaman ada tiang bendera yang tinggi dengan bendera merah putih berkibar.

"Seluruh siswa berkumpul di lapangan untuk upacara bendera!" Suara pengeras suara mengumumkan.

Najwa ikut bergerak ke lapangan bersama ratusan siswa lain. Perutnya makin mules karena nervous. Tangannya berkeringat dingin meski udara sejuk.

Di lapangan, para siswa berbaris rapi berdasarkan kelas. Najwa masih bingung harus ikut barisan mana, sampai akhirnya seorang guru mengarahkan dia ke barisan siswa baru di depan.

"Siap, gerak!" Komando dari petugas upacara membuat semua siswa berdiri tegak.

Upacara berjalan khidmat dengan iringan lagu kebangsaan. Najwa ikut menyanyikan Indonesia Raya sambil menatap bendera yang berkibar di tiang tinggi. Udara sejuk Bogor membuat suasana upacara terasa lebih syahdu.

"Sebelum mengakhiri upacara, ada pengumuman dari Kepala Sekolah," kata pembina upacara.

Pak Hartono maju ke podium dengan senyum lebar. Badannya tinggi besar dengan perut sedikit buncit, rambutnya sudah beruban di bagian samping. "Hari ini kita kedatangan siswa baru yang akan bergabung dengan keluarga besar SMA 1 Bogor."

Najwa merasakan dadanya berdebar kencang. Jangan-jangan dia harus perkenalan di depan seluruh sekolah.

"Najwa Kusuma, maju ke depan!"

"Anjir," bisik Najwa pelan sambil melangkah maju dengan kaki gemetar. Ratusan pasang mata menatapnya dengan penasaran.

"Perkenalkan diri kamu kepada teman-teman," Pak Hartono menyodorkan mikrofon.

Najwa mengambil mikrofon dengan tangan bergetar. "Selamat pagi. Perkenalkan, nama saya Najwa Kusuma. Saya siswa pindahan dari Tangerang dan akan bergabung di kelas X-1. Mohon bimbingannya."

"Selamat datang, Najwa!" Pak Hartono bertepuk tangan, diikuti seluruh siswa. "Semoga betah di sekolah kita."

Setelah upacara selesai, Najwa mengikuti rombongan siswa kelas X-1 menuju ruang kelas. Kelasnya luas dan bersih dengan AC yang dingin. Papan tulisnya masih putih bersih, meja-kursinya tertata rapi.

"Selamat pagi, anak-anak!" Wali kelas mereka, Bu Ratih, masuk dengan senyum ramah. Umurnya sekitar tiga puluhan dengan rambut bob sebahu. Gayanya modern tapi tetap sopan. "Saya Bu Ratih, wali kelas kalian. Tadi kita sudah lihat ada siswa baru yang bergabung dengan kelas kita."

"Selamat pagi, Bu Ratih!" Siswa-siswa menjawab serempak.

"Najwa, silakan duduk di kursi kosong itu." Bu Ratih menunjuk kursi di barisan ketiga. "Nanti kalau ada yang belum jelas, tanya ke teman-teman ya."

"Baiklah, sekarang kita mulai pelajaran. Hari ini pelajaran pertama Matematika dengan Pak Surya."

Pak Surya masuk dengan membawa buku tebal dan kalkulator. Umurnya sekitar empat puluhan dengan kumis tipis dan kacamata minus. Cara jalannya tegap seperti mantan militer.

"Selamat pagi, siswa-siswa baru. Saya Pak Surya, guru matematika kalian." Suaranya tegas dan jelas. "Matematika adalah ratu dari semua ilmu. Kalau kalian menguasai matematika, mata pelajaran lain akan lebih mudah."

Najwa langsung fokus. Matematika memang mata pelajaran favoritnya.

"Sekarang saya mau tes kemampuan dasar kalian. Siapa yang bisa mengerjakan ini?" Pak Surya menulis soal di papan tulis.

"Tentukan nilai x dari persamaan 3x² - 12x + 9 \= 0"

Beberapa siswa terlihat berpikir keras. Ada yang corat-coret di kertas, ada yang garuk-garuk kepala. Najwa udah tahu jawabannya, tapi ragu mau ngacung atau nggak.

"Najwa, coba kamu." Pak Surya menunjuk Najwa.

Najwa berdiri sambil deg-degan. "x \= 1 atau x \= 3, Pak."

"Benar! Bisa dijelaskan cara mengerjakannya?"

Najwa maju ke depan sambil ambil spidol. "Pertama kita bagi semua suku dengan 3, jadi x² - 4x + 3 \= 0. Lalu kita faktorkan jadi (x-1)(x-3) \= 0. Jadi x \= 1 atau x \= 3."

"Excellent! Silakan duduk."

Beberapa siswa menatap Najwa dengan kagum. Ada juga yang berbisik-bisik. Najwa merasa bangga tapi juga agak tidak nyaman jadi pusat perhatian.

"Pinter banget kamu." Cewek di sebelahnya, yang tadi pakai pita pink, berbisik. "Aku Sinta, by the way."

"Makasih. Aku Najwa."

"Udah tahu sih dari perkenalan tadi." Sinta tersenyum. "Kamu les di mana? Kok jago banget matematika?"

"Nggak les. Otodidak aja."

"Wow, hebat banget. Boleh nggak kita belajar bareng kadang-kadang?"

Najwa tersenyum. Kayaknya dia udah nemuin teman pertama. "Boleh banget."

Pelajaran berlanjut dengan mata pelajaran lain. Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA. Najwa bisa mengikuti semua dengan baik. Guru-gurunya juga ramah dan profesional.

Waktu istirahat, Sinta mengajak Najwa ke kantin. Kantinnya luas dan bersih dengan berbagai macam makanan. Harganya memang agak mahal, tapi masih terjangkau dengan uang saku yang dikasih panti.

"Kamu mau makan apa?" Sinta bertanya sambil ngantri di depan stand bakso.

"Bakso aja deh. Yang kecil." Najwa lirik-lirik harga di papan. Bakso kecil lima belas ribu, bakso besar dua puluh ribu.

"Eh, pelit amat. Yuk makan bakso besar sekalian. Aku traktir."

"Nggak usah, Sin. Aku kenyang kok."

"Udah nggak apa-apa. Temen baru kan." Sinta tersenyum lebar. "Mas, bakso besar dua!"

Mereka duduk di meja pojok sambil menikmati bakso yang masih panas. Cuaca Bogor yang sejuk bikin kuah bakso terasa lebih nikmat.

"Najwa, kamu tinggal di mana sekarang?" Sinta bertanya sambil menyeruput kuah.

"Di daerah Pajajaran." Najwa nggak mau bilang kalau dia tinggal di panti asuhan.

"Wah, deket dong sama rumah aku. Nanti kita bisa berangkat bareng."

"Boleh sih."

"Eh, orang tua kamu kerja apa? Kok berani pindah dari Tangerang ke Bogor gitu?"

Najwa terdiam sambil mengunyah bakso. "Ayah ku... ayah ku udah meninggal. Ibu juga."

"Oh my god, sorry banget!" Sinta menutup mulut dengan tangan. "Aku nggak tahu."

"Nggak apa-apa kok."

"Terus kamu tinggal sama siapa?"

"Sama... sama keluarga angkat."

Najwa nggak bohong sepenuhnya. Bu Sari dan teman-teman di panti memang kayak keluarga buat dia sekarang.

"Pasti berat banget ya." Sinta menatap Najwa dengan mata berkaca-kaca. "Kamu kuat banget."

"Udahlah, nggak usah dibahas." Najwa tersenyum getir. "Yang penting sekarang aku bisa sekolah di sini."

Sisa waktu istirahat mereka habiskan dengan ngobrol ringan tentang hobi dan musik favorit. Sinta ternyata suka K-pop sama kayak Kirana. Najwa merasa nyaman ngobrol sama dia.

Pelajaran siang dilanjutkan sampai jam dua. Najwa merasa hari pertama berjalan dengan lancar. Guru-guru baik, teman-teman ramah, pelajaran juga bisa diikuti.

"Najwa, besok kita berangkat bareng ya!" Sinta melambaikan tangan waktu mereka pisah di gerbang sekolah.

"Oke! Sampai ketemu besok!"

Najwa jalan pulang dengan perasaan senang. Jalanan Bogor sore hari ramai dengan berbagai kendaraan. Udara sejuk membuat dia nggak kepanasan meski jalan kaki agak jauh.

"Gimana hari pertama?" Kirana langsung menyambut begitu Najwa masuk panti.

"Bagus banget! Aku dapet teman baik, guru-gurunya oke, terus aku bisa jawab pertanyaan matematika di depan kelas!"

"Wah, keren! Cerita dong lebih detail!"

Najwa menceritakan hari pertamanya sambil ganti baju. Mulai dari perkenalan, pelajaran matematika, sampai kenalan sama Sinta. Kirana mendengarkan dengan antusias sambil sesekali berkomentar.

"Kayaknya kamu bakal betah deh di sekolah baru."

"Iya, aku juga merasa gitu." Najwa tersenyum lebar. "Mudah-mudahan besok dan seterusnya juga lancar."

Malam itu, Najwa tidur dengan perasaan optimis. Hari pertama di SMA 1 Bogor berjalan melebihi harapannya. Dia punya teman baru yang baik, nilai akademisnya juga diakui guru.

Tapi Najwa belum tahu kalau kebahagiaan ini nggak akan bertahan lama. Ada badai yang sedang menuju ke arahnya, dan dia sama sekali nggak siap menghadapinya.

1
kalea rizuky
Sinta ne sok tau
kalea rizuky
Sinta ne g tau ya di posisi nazwa
kalea rizuky
nah gt donk bales pake otak jangan teriak teriak
kalea rizuky
pantes like dikit MC terlalu goblok. Thor lain kali. bkin cerita yg valid donk
kalea rizuky
tolol mending gk usah sekolah
kalea rizuky
bisanya nangis mending g usa sekolah pergi dr situ jual rmh trs krja
kalea rizuky
ne cwek oon mending penjarain bapak lu yg durhala
kalea rizuky
bodoh mending pergi lahh atau racun aja bapak loe biar mampus
parti camb
saran aja kata gue diganti dgn kata "saya/aku
😘Rahma_wjy😉 IG @rwati964021
saran aja nih untuk author, harus nya klo sma polisi, atau sma orng lain yg gk d knal or orng yg lbih tua bilang nya saya, jngn gue. klo gue itu untuk k sesama teman... ttp smangat ya💪💪
Rarara: iya kak,lupa ganti itu
total 1 replies
😘Rahma_wjy😉 IG @rwati964021
devinisi bpk nyusahin anak... bkn nya anak d nafkahin mlh ank d sruh krja
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!