Bagaikan senjata makan Tuan, niat hati ingin balas dendam pada orang yang membullynya saat SMA, Lolita justru masuk ke dalam jebakannya sendiri.
Lolita akhirnya harus menikah dengan kekasih
dari musuh bebuyutannya itu, yang tak lain adalah Dosen killer di kampusnya sendiri.
Tapi hal yang tak diduga Lolita, ternyata Dosen yang terkenal killer di kampus itu justru menunjukkan sisi berbeda setelah menikah dengan Lolita, yaitu otak mesum yang tak tertolong lagi.
"Tapi kamu puas kan?" ~ Wira ~
"Apanya yang puas? Punya Bapak kaya jamur enoki!! Kecil, panjang dan lembek!!" ~ Lolita ~
Bagaimana hari-hari Lolita yang harus menghadapi otak mesum suaminya?
Bagaimana juga nasib pernikahan mereka di saat benih-benih cinta mulai tumbuh namun, namun rahasia Lolita justru terbongkar jika dia yang menjebak suaminya sendiri?
Akankah balas dendam Lolita berhasil atau justru menjadi boomerang untuk dirinya sendiri dan menjadikan hubungannya dengan Wira hancur berantakan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ke rumah mertua
Lolita hanya bisa diam setelah Wira membawanya ke mobil. Menurut Wira, hari ini sangat tidak kondusif bagi Lolita dan dirinya sendiri untuk terus berasa di kampus. Jadi Wira memutuskan untuk membawa Lolita pergi dari sana.
Wira melirik istrinya yang terus menundukkan wajahnya.
"Maaf karena sudah membuat mu malu karena ulah Gina"
Lolita langsung mengangkat kepalanya. Dia tidak menyangka jika Wira akan meminta maaf pada sesuatu yang sebenarnya bukan salah Wira sama sekali.
Jika ditelisik lagi, semua salah Lolita. Gina marah seperti itu karena salah Lolita namun mereka semua tidak tau. Makannya saat ini Lolita hanya bisa diam karena dalam hatinya sangat merasa bersalah.
"Tata nggak papa Bang. Apa yang mereka katakan memang benar. Tata yang merebut Abang dari Gina. Wajar kalau Gina marah seperti itu!"
"Enggak, kamu nggak merebut Abang dari Gina. Semua ini kecelakaan, kalau bukan karena malam itu, kamu juga tidak akan melakukan hal seperti itu kan?"
Deg...
Apa yang Wira katakan sudah seperti kalimat sindiran baginya.
"I-iya Bang"
"Sudah tidak usah pikirkan. Lain kali Abang akan lebih tegas lagi sama Gina!"
"Tapi Bang, Gina adalah wanita yang Abang cintai kenapa Abang lebih bela Tata? Gina pasti sakit hati sekali Bang!"
"Sekarang kamu Istri Abang. Wajar kalau Abang bela kamu di saat kamu dipermalukan seperti itu. Abang juga sudah benar-benar selesai sama Gina. Apa yang Gina lakukan juga salah dan keterlaluan. Untuk apa Abang membelanya?"
Lolita tercengang. Kenapa Wira bisa begitu tegas dan tenang menghadapi masalah yang notabennya sangat merugikan Wira sendiri.
Semua sikap dan perbuatan Wira itu, menujukkan kalau Wira tidak pernah keberatan dengan pernikahannya dengan Lolita.
"Terus gimana sama pihak kampus Bang? Masalah ini pasti terdengar oleh Rektor dan nanti.."
"Kamu tenang saja, nanti Abang yang akan menjelaskan. Abang pastikan kamu tidak diberikan sanksi"
"Bukan Tata Bang, tapi Abang! Gimana kalau Abang dipecat?" Lolita sadar diri. Kalaupun dia yang dikeluarkan dari kampus, dia tidak masalah. Tapi kalau sanpai Wira yang dipecat, makin berlipat rasa bersalahnya.
"Itu tidak akan terjadi, kamu tenang aja!" Wira mengumbar senyumnya lada Lolita. Bahkan usapan lembut di kepala Lolita diberikan oleh Wira hingga membuat Lolita terpaksa memalingkan wajahnya.
"Sekarang, kita pergi dari sini dulu ya?"
"Memangnya kita kau kemana Bang?"
"Langsung ke rumah Ibu aja ya, atau mau kemana dulu?"
Lolita melihat jam tangan ditangannya. Masih terlalu pegi sebenarnya untuk langsung pergi ke rumah orang tua Wira.
"Ya udah nggak papa langsung ke rumah Abang aja. Tapi kita cari oleh-oleh dulu ya?"
"Cie, jadi kamu mau mau ambil hati mertua ya!"
"Apa sih rese deh!"
Wira hanya terkekeh kemudian membawa mobilnya meninggalkan kampus. Dia mengantar Lolita ke toko roti dulu sebelum pulang ke rumahnya.
"Tante sukanya apa Bang?"
"Kok Tante? Panggilnya Ibu Ta, sekarang Ibuku sudah jadi Ibu mu juga!"
"Iya Bang maaf. Belum terbiasa!"
"Iya nggak papa. Ambil kue yang tidak terlalu manis untuk Ibu sama Ayah"
"Kalau adik Abang suka apa?"
Wira tersenyum, dia tampak senang karena Lolita memperhatikan seluruh keluarganya.
"Kalau dia belikan yang ada matcha saja. Dia maniak kalau sama rasa rumput kaya gitu!"
"Ih Abang! Matcha kan enak!" Protes Lolita.
"Oh jadi kamu satu server sama Talia, penyuka matcha!"
"Abang emangnya nggak suka?"
"Enggak, rasanya kaya rumput!"
"Dih, justru aneh kalau sampai ada orang yang nggak suka sama matcha!!" Cibir Lolita kemudian mulai memilih beberapa kue seperti arahan Wira tadi.
"Berapa Kak?" Tanya Lolita pada kasir.
"Biar Abang aja!" Cegah Wira ketika Lolita membuka dompetnya.
"Tapi kan ini Tata yang beli Bang!"
"Simpan saja uang mu!"
Lolita akhrinya menutup kembali dompetnya karena Wira sudah mengulurkan uang pada kasir di depan mereka.
"Makasih ya Bang" Ucap Lolita ketika mereka keluar dari toko kue.
"Tidak perlu terima kasih. Selama kamu pergi sama Abang, semuanya Abang yang bayar! Kalau kamu pergi sendiri, pakai uang yang dari Abang!"
"Iya Bang"
Singkat cerita, Lolita dibuat takjub dengan rumah yang ada dihadapannya. Menurut Lolita, itu bukan sebuah rumah, namun istana. Bangunan besar dan megah itu sungguh jauh jika dibandingkan dengan rumah Lolita meski ruangnya sendiri termasuk besar dan mewah. Tapi ini lebih dari sekedar mewah.
"I-ini rumah Abang?"
Lokita tidak tau apa-apa tentang Wira selain Wira adalah Dosennya yang galak dan menyebalkan. Lolita kira, Wira juga bukan dari keluarga yang sangat berada, tapi begitu melihat rumah di hadapannya ini, semua anggapan Lolita itu musnah sudah.
Sekarang pandangan Lolita berbeda. Pastinya Wira berasal dari keluarga yang sangat kaya raya.
"Bukan, ini rumah Ibu sama Ayah!"
"Ya sama aja kali!" Sahut Lolita dalam hati.
"Ayo masuk!" Wira mengulurkan tangannya pada Lolita.
"Harus gandeng ya Bang?"
"Biar Ibu sama Ayah nggak curiga!"
Tangan Wira menggenggam tangan Lolita dan hang satunya ia gunakan untuk membawa oleh-oleh untuk orang tuanya dari Lolita tadi.
"Asalamualaikum Bu!" Ucap Wira yang langsung menuju ke sebuah ruangan yang terdapat Ibunya di sana.
"Walaikumsalam!" Seru seorang wanita dari dalam.
Sampai ke dalam rumah, Lolita masih terkagum-kagum dengan kemewahan rumah itu.
"Aduh anak-anak Ibu pada pulang ternyata! Kok nggak kasih kabar dulu?" Lita menyambut Wira dan Lolita dengan wajah berbinar.
"Mau kasih kejutan buat Ibu"
"Bisa aja kamu Bang!"
"I-ibu, apa kabar?" Lolita menyalami Ibu mertuanya.
"Ibu baik Ta. Ibu senang deh kamu datang ke sini. Ini yang pertama kalinya juga kan?"
"Iya Bu"
"Oh ya, ini tadi Tata belikan oleh-oleh buat Ibu!" Wira meletakkan bawaannya ke atas meja.
"Astaga, pakai repot-repot segala kamu Ta. Makasih banyak, Ibu senang dapat oleh-oleh dari menantu Ibu!" Lita tampak antusias membuka bungkusan yang dibawa Wira.
"Tata nggak repot sama sekali kok Bu" Lolita tampak senang karena Ibu mertuanya tampak begitu menghargai buah tangan yang ia bawa.
"Wah ini kue kesukaan Ibu loh Ta. Makasih ya!"
"Sama-sama Bu. Tadi Tata dikasih tau Bang Wira mana yang Ibu suka, makanya Tata beli itu buat Ibu"
"Suami kamu ini memang tau apa yang Ibu suka. Tapi dia nggak pernah beliin buat Ibu. Jadi Ibu senang karena sekarang ada kamu yang perhatian sama Ibu!"
"Sudah Bu, jangan jelek-jelekkan Abang di depan Istri Abang!"
"Iya iya, ya sudah ayo masuk dulu. Ajak Istri kamu istriahat sambil tunggu Ayah sama Talia, nanti kita makan siang bareng. Ibu masakin kesukaan kamu!"
"Iya Bu"
"Ayo, kita ke kamar!"
"K-kamar Bang?" Lolita mendadak gugup karena Wira mengajak dirinya masuk ke kamar.
"Iya, memangnya kenapa?"
"Iya, kenapa memangnya Ta?" Kita ikut bertanya.
"E-ngggak papa Bu" Lolita tersenyum canggung pada Lita.
"Nggak usah malu ke kamar Wira, kalian kan sudah menikah. Kalian tidur di sini kan?" Lokita terlihat sangat berharap.
"Hah, m-menginap Bu?" Lolita tentu tidak berisap untuk hal itu. Tadi di ruma pun, Wira mengatakan jika mereka hanya sebentar di sana. Dia menatap Wira untuk meminta bantuan.
"Iya Bu, kami menginap!"
"Abanaangg!! Dasar Wiro Sableng s*alan!*
ingat kamu dalam pengawasan 212🤣🤣🤣kg