NovelToon NovelToon
TERSERET JANJI ATHAR

TERSERET JANJI ATHAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / CEO / Diam-Diam Cinta / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Idola sekolah
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Halwa adalah siswi beasiswa yang gigih belajar, namun sering dibully oleh Dinda. Ia diam-diam mengagumi Afrain, kakak kelas populer, pintar, dan sopan yang selalu melindunginya dari ejekan Dinda. Kedekatan mereka memuncak ketika Afrain secara terbuka membela Halwa dan mengajaknya pulang bersama setelah Halwa memenangkan lomba esai nasional.
Namun, di tengah benih-benih hubungan dengan Afrain, hidup Halwa berubah drastis. Saat menghadiri pesta Dinda, Halwa diculik dan dipaksa menikah mendadak dengan seorang pria asing bernama Athar di rumah sakit.
Athar, yang merupakan pria kaya, melakukan pernikahan ini hanya untuk memenuhi permintaan terakhir ibunya yang sakit keras. Setelah akad, Athar langsung meninggalkannya untuk urusan bisnis, berjanji membiayai kehidupan Halwa dan memberitahunya bahwa ia kini resmi menjadi Nyonya Athar, membuat Halwa terombang-ambing antara perasaan dengan Afrain dan status pernikahannya yang tak terduga.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35

Tiba-tiba, ketenangan di ruangan itu terganggu. Pintu terbuka dan Yunus masuk dengan wajah panik, diikuti oleh Onur dan Azizah yang tampak angkuh dan khawatir.

Yunus segera menghampiri Athar. "Tuan Athar, saya mohon, keluarlah sebentar," bisik Yunus, berusaha menarik Athar agar menjauh dari Halwa.

Athar berdiri dan melangkah keluar. Begitu ia berada di luar ruangan, Azizah langsung berlari dan memeluk tubuh Athar dengan erat.

"Athar! Ya Tuhan, aku sangat khawatir dengan kamu!" ucap Azizah, suaranya dramatis.

Ia sama sekali mengabaikan fakta bahwa Athar baru saja melewati masa kritis dan istrinya kembali koma.

Athar tetap dingin. Ia melepaskan pelukan Azizah tanpa emosi, bahkan tidak membalasnya.

Ia menatap Azizah dan Onur dengan mata yang tajam dan tak kenal ampun.

"Kenapa kalian ada di sini?" tanya Athar, suaranya rendah dan penuh ancaman.

"Aku tidak butuh kehadiran kalian. Masalah kantor di Kanada sudah hampir selesai."

"Kami datang untukmu, Athar! Kamu tidak bisa begini terus. Halwa sudah koma dua kali! Dia merusak reputasimu dan nyawamu!" bentak Onur.

Athar memotong ucapan pamannya dengan nada mematikan.

"Aku tidak peduli. Aku sudah memperingatkan kalian di Jakarta. Urusan ini urusanku. Sekarang, kembali ke Turki. Aku tidak mau melihat kalian di sekitar Halwa atau di negara ini lagi."

Athar memberi isyarat kepada Yunus. Yunus mengangguk dan segera memanggil tim keamanan untuk mengawal Onur dan Azizah keluar dari rumah sakit.

Athar tidak membuang waktu. Ia kembali masuk dan duduk di samping Halwa, merasa jijik dengan gangguan yang datang di saat ia sangat membutuhkan ketenangan.

Halwa kembali terbangun. Rasa tenang akibat obat penenang sudah hilang, digantikan oleh kebingungan dan kelelahan.

Ia melihat Athar tertidur pulas di kursi sampingnya, kepalanya bersandar pada sisi ranjang, tangan Athar masih menggenggam tangannya.

Halwa merasa bersalah membangunkan pria yang tampak sangat lelah ini, tetapi ia harus mencari tahu. Ia mengguncang lembut tangan Athar.

Athar membuka matanya perlahan-lahan. Ia bangkit dan menatap Halwa. Matanya seketika menunjukkan kehangatan.

"Ada apa, Sayang? Apa ada yang sakit?" tanya Athar, suaranya parau karena baru bangun.

"Aku ingin bertemu dengan Kak Afrain," jawab Halwa dengan polos.

"Tolong hubungi dia, Tuan. Aku ingin tahu apa dia tahu aku di sini."

Kata-kata itu menghantam Athar seperti pukulan keras.

Setelah semua yang ia lalui—dicintai, ditikam, diculik, dan sekarang berjuang untuk hidup—Halwa malah menanyakan nama pria yang bertanggung jawab atas semua penderitaannya.

Kemarahan Athar memuncak. Ia lupa akan peringatan dokter.

Ia menegakkan tubuhnya, tatapannya menjadi gelap dan tajam.

"Aku bilang jangan sebut nama itu lagi!" bentak Athar, suaranya keras.

"Dia bukan kakakmu! Dia yang hampir membunuhmu! Dia yang membuangku ke danau! Dia penjahat, Halwa!"

Suara Athar yang menggelegar dan tatapan penuh amarah itu membuat Halwa terkejut dan ketakutan.

Ia belum pernah melihat pria ini semarah itu. Halwa langsung menangis sesenggukan.

"Aku mau pulang! Aku mau pulang!" teriak Halwa sambil terisak, semakin yakin bahwa pria tampan di depannya ini adalah penculiknya.

Bentakan Athar membuat trauma Halwa kembali muncul.

Ia menarik tangannya dari genggaman Athar.

Dalam kepanikan dan rasa sakit di kepala, ia melepas selang infusnya dengan paksa.

Darah segera merembes dari bekas tusukan jarum.

"Aku tidak mau di sini! Lepaskan aku!" teriak Halwa sambil terisak, lalu ia bangkit dan berlari keluar dari ruangan perawatan.

Athar kaget luar biasa. Ia segera bangkit, mengabaikan rasa sakit di tubuhnya sendiri, dan mengejar Halwa.

"Halwa! Berhenti!"

Halwa terus berlari menyusuri koridor rumah sakit, mencari jalan keluar, tetapi ia hanya berjarak beberapa langkah dari Athar.

Athar berhasil menyusul Halwa di ujung koridor. Ia langsung memeluk tubuh Halwa erat-erat dari belakang.

"Jangan lari! Tenang, Sayang! Aku tidak akan menyakitimu!" bisik Athar, memeluknya sekuat mungkin tanpa menyakiti lukanya, berusaha menenangkannya.

Halwa meronta-ronta histeris di pelukan Athar.

"Lepaskan! Aku mau Kak Afrain! Kamu penculik!"

Yunus dan perawat yang mengejar segera tiba.

Dokter yang sudah siap segera menyuntikkan obat penenang ke lengan Halwa.

Perlahan, Halwa mulai lemas dan tangisannya mereda, tubuhnya terkulai di pelukan Athar.

Athar menggendong Halwa kembali ke ranjang, menciumi kening istrinya yang kini kembali tak sadarkan diri.

Rasa bersalah menghantamnya keras. Ia kembali gagal menjaga emosinya.

Athar yang tampak hancur duduk di samping ranjang, menatap Halwa yang kini terlelap akibat obat penenang.

Dokter berdiri di sampingnya.

"Apa yang harus saya lakukan, Dokter?" tanya Athar, suaranya putus asa.

"Dia ingin bertemu dengan pelaku, pria yang sudah berulang kali mencoba membunuhnya. Bagaimana saya bisa menjelaskan padanya?"

Dokter menghela napas panjang. Ia mengambil kursi dan duduk di hadapan Athar.

"Tuan Athar, ada fenomena yang disebut 'afiliasi traumatik' pada pasien amnesia.

Otaknya memilih memegang memori yang ia anggap 'aman', dan dalam kasus Nyonya Halwa, itu adalah memori terakhir sebelum trauma besar yaitu Afrain, yang dia anggap sebagai pacar atau penyelamat," jelas Dokter.

"Menahannya justru memperkuat keyakinannya bahwa Anda adalah penculik dan Afrain adalah orang baik yang ia cari."

Dokter melanjutkan, menyampaikan kesimpulan yang sangat sulit diterima Athar.

"Mau tidak mau, Halwa harus bertemu dengan Afrain, Tuan. Itu adalah cara untuk memicu memori traumatis yang sesungguhnya, atau setidaknya, mematahkan asosiasinya yang salah."

Athar menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Tidak mungkin, Dokter. Dia adalah pembunuh! Saya tidak akan membiarkan dia berada di dekat Halwa lagi. Dia baru saja diculik!"

"Bukan bertemu secara langsung, Tuan," sela Dokter, menyadari kekhawatiran Athar.

"Anda bisa mengatur pertemuan itu, tetapi Anda harus berada di sana. Pastikan ada keamanan ketat. Atau..."

Athar memotong, memikirkan ide yang lebih aman.

"Kita akan mengawasinya dari jauh. Saya akan biarkan dia bertemu, tapi dengan kehadiran orang yang sangat saya percayai, dan Afrain tidak boleh tahu bahwa itu adalah rencana untuk memulihkan ingatan Halwa. Saya harus mengatur ini di tempat yang sangat aman dan terkontrol."

Athar tahu ini adalah risiko terbesar, tetapi jika ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan Halwa kembali, ia akan melakukannya.

Ia harus menggunakan Afrain untuk menyembuhkan luka yang dibuat oleh Afrain sendiri.

Athar menggunakan pengaruh dan buktinya tentang sabotase di Kanada (yang mengarah kembali ke jaringan Afrain) untuk menekan polisi agar memindahkan Afrain (yang mungkin sudah dilacak dan ditahan sejak upaya pembunuhan di danau) ke dalam pengawasan Athar.

Yunus, dengan pengawalan ketat dari petugas keamanan Athar, menjemput Afrain di kantor polisi.

Afrain dibawa ke rumah sakit dengan tangan terborgol di balik punggungnya.

Sesampainya di lorong tersembunyi rumah sakit, tempat Athar menunggu, Afrain berhenti.

Ia menatap Athar dengan senyum sinis dan penuh kemenangan yang mengerikan.

"Selamat siang, Tuan Emirhan," sapa Afrain, suaranya dipenuhi ejekan.

"Bukankah menyedihkan harus meminta bantuan orang yang kau benci?"

Athar melangkah mendekat, matanya membara dingin.

"Jangan coba main-main, Afrain. Aku tahu apa yang kau lakukan. Kamu di sini hanya karena Halwa yang memintanya. Satu gerakan salah, satu kata-kata bohong, dan aku tidak akan segan-segan mengakhiri hidupmu. Jangan sentuh dia!"

Afrain hanya mengangkat bahunya. "Kenapa? Apa kau takut dia akan mengingat siapa yang benar-benar dicintainya?"

Athar mengepalkan tangannya, menahan diri.

"Kamu akan masuk. Yunus akan mengawasimu. Ingat batasmu." Athar tahu, kali ini, yang dipertaruhkan adalah pikiran dan ingatan istrinya.

1
November
lanjut
My 78
di tunggu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!