JURUS TERAKHIR TUANKU/ TUANGKU
Ribuan tahun lamanya, daratan Xianwu mengenal satu hukum: kekuasaan dipegang oleh pemilik teknik bela diri pamungkas.
Tuanku —seorang pewaris klan kuno yang tersisa—telah hidup dalam bayang-bayang kehancuran. Ia tidak memiliki bakat kultivasi, tubuhnya lemah, dan nyaris menjadi sampah di mata dunia persilatan.
Namun, saat desakan musuh mencapai puncaknya, sebuah gulungan usang terbuka di hadapannya. Gulungan itu hanya berisi satu teknik, satu gerakan mematikan yang diwariskan dari para pendahulu: "Jurus Terakhir Tuanku".
Jurus ini bukan tentang kekuatan, melainkan tentang pengorbanan, rahasia alam semesta, dan harga yang harus dibayar untuk menjadi yang terkuat.
Mampukah Tuanku, dengan satu jurus misterius itu, mengubah takdirnya, membalaskan dendam klannya, dan berdiri sebagai Tuanku yang baru di bawah langit Xianwu?
Ikuti kisah tentang warisan terlarang, kehormatan yang direbut kembali, dan satu jurus yang mampu menghancurkan seluruh dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HARJUANTO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPILOG 01 : KESEIMBANGAN ABADI DAN WARISAN TUANKU
NOVEL: JURUS TERAKHIR TUANKU
EPILOG 01 : KESEIMBANGAN ABADI DAN WARISAN TUANKU
1. Keheningan di Puncak Menara
Setelah ledakan energi kosmis yang stabil, keheningan menyelimuti puncak Menara Kristal. Jantung Kristal Raksasa kini tidak lagi memancarkan cahaya putih yang tajam dan dingin, melainkan sebuah cahaya keemasan lembut yang berdenyut selaras dengan denyut jantung.
Tuanku terbaring di lantai logam, kelelahan total. Batu Giok telah hancur, Qi Yin Mutlak telah disalurkan, dan kedua jiwanya kini menyatu sempurna, meninggalkan residu kekuatan yang stabil dan damai. Jin, si kucing oranye, menjilati wajahnya dengan setia, menyalurkan sisa-sisa Qi Yang-nya yang hangat.
Fatimah berlutut di sampingnya, menggunakan sisa Qi Spiritualnya untuk memastikan stabilitas Tuanku. "Kau berhasil, Tuanku. Kau menyegelnya. Kau menyelamatkan ketiga benua."
Dewan Energi, yang terkejut dan marah, kembali dengan Reaktor yang sudah diperbaiki. Namun, Reaktor itu tidak lagi memancarkan pancaran energi yang mematikan, tetapi hanya cahaya kuning yang lemah.
"Penyimpang Spiritual! Apa yang telah kau lakukan pada Jantung Kristal kami?! Kau telah merusak kemurnian teknologi kami!" teriak salah satu anggota Dewan.
Teknisi Zeta melompat ke hadapan mereka. "Dewan! Jantung Kristal kini seimbang! Itu tidak dirusak; itu disaring! Energi yang sekarang dihasilkan lebih bersih dan lebih aman! Anda tidak akan bisa lagi menggunakannya untuk menindas kebebasan spiritual atau fisik!"
Dewan Energi mencoba menembak, tetapi Reaktor mereka hanya menghasilkan percikan. Mereka terpaksa mundur, menyadari bahwa supremasi teknologi mereka telah berakhir.
2. Perpisahan dengan Benua Barat
Selama seminggu berikutnya, Tuanku, Fatimah, dan Zeta mengamati perubahan di Benua Teknologi Barat. Jantung Kristal yang seimbang segera membawa efek. Dinding Energi yang menekan Qi Spiritual lenyap.
Meskipun masih berfokus pada teknologi, masyarakat mulai merasakan resonansi spiritual yang lembut. Para ahli spiritual yang tersembunyi, yang selama ini dicap sebagai 'penyimpang', mulai muncul dan menemukan bahwa Qi mereka kini dapat berfungsi, meskipun masih lemah, di dunia teknologi.
"Aku akan tinggal di sini," kata Teknisi Zeta kepada Tuanku, saat mereka bersiap untuk kembali. "Jantung Kristal kini membutuhkan teknisi yang berani merangkul keseimbangan. Aku akan memimpin reformasi di Dewan Energi, membongkar sistem lama yang menindas."
"Kau adalah pahlawan sejati Benua Barat, Zeta," kata Tuanku, memberikan Tongkat Lin Kai-nya sebagai tanda persahabatan.
"Tongkat itu tidak berguna di sini," Zeta tertawa.
"Itu adalah simbol, Zeta. Simbol bahwa kekuatan terbesar adalah stabilitas, bukan dominasi," balas Tuanku.
Zeta memandang Tongkat Lin Kai dengan hormat. "Aku akan menjaganya, Tuan Penyeimbang."
Fatimah menggunakan Air Mata Naga yang tersisa untuk membuka portal kembali ke Xianwu. Air mata itu berfungsi sebagai katalis spiritual, menghubungkan tiga benua melalui Qi yang telah disaring.
"Selamat tinggal, Zeta. Semoga teknologi Anda seimbang dengan jiwa," kata Fatimah.
3. Kepulangan ke Xianwu
Kepulangan Tuanku dan Fatimah ke Daratan Xianwu disambut dengan perubahan yang mendalam.
Mereka muncul kembali di Kuil Sepuluh Ribu Pedang. Liandra menunggu mereka. Di sampingnya, berdiri Sultan Raziqin dan Tetua Wuyan, kedua-duanya sekarang berpakaian sederhana dan tanpa aura Qi yang mematikan.
"Tuanku," sapa Liandra, dengan hormat yang mendalam.
"Liandra. Xianwu damai," kata Tuanku.
"Ya. Pedang Abadi telah menyaring Qi kami. Perang saudara berakhir," jelas Liandra. "Raziqin dan Wuyan telah berdamai. Mereka kehilangan Qi, tetapi mereka menemukan kembali tujuan mereka—melayani daratan, bukan ambisi."
Raziqin, yang kini tidak berdaya, maju. "Tuanku, aku telah berbuat salah. Kesombonganku hampir menghancurkan kita semua. Terima kasih telah menunjukkan batas-batas kedaulatan."
Tetua Wuyan mengangguk. "Tanpa Qi, kami tidak lagi takut kehilangan kekuasaan. Kami kini menjadi pembimbing spiritual, bukan penguasa militer."
Tuanku tersenyum. "Inilah yang saya inginkan. Keseimbangan yang nyata."
4. Warisan dan Ajaran Baru
Tuanku, yang kini menjadi Tuanku dari tiga benua, memutuskan untuk menghabiskan sisa hidupnya di Klan Pedang Abadi.
Ia tidak mengambil gelar Raja Kultivasi atau Kaisar Tiga Benua. Ia menamakan dirinya Guru Keseimbangan.
Ia dan Fatimah mendirikan sekolah baru, yang mengajarkan filosofi Jurus Terakhir Tuanku: Keseimbangan.
Ajaran Pertama: Qi bukanlah Kekuatan, melainkan Alat. Tuanku mengajarkan bahwa Qi Yin atau Qi Yang yang berlebihan akan menciptakan ketidakseimbangan, entah itu Tirani (Yang berlebihan) atau Keputusasaan (Yin berlebihan). Qi haruslah stabil, tenang, dan selaras dengan alam.
Ajaran Kedua: Jiwa adalah Medan Pertempuran Sejati. Tuanku menggunakan kisah Kutukan Jiwanya untuk mengajarkan bahwa konflik terburuk adalah konflik internal. Hanya dengan menerima sisi gelap (Yin Mutlak) dan sisi terang (Qi Yang), seseorang dapat mencapai Keseimbangan.
Ajaran Ketiga: Kedaulatan Sejati adalah Pengampunan. Dengan mengampuni Raziqin dan Wuyan, Tuanku mengajarkan bahwa tujuan dari kekuatan bukanlah kehancuran, tetapi penebusan dan kesempatan kedua.
Jin, si kucing oranye, menjadi maskot sekolah dan simbol keseimbangan. Murid-murid belajar bahwa Qi Yang yang paling murni dapat ditemukan dalam kehangatan dan kesederhanaan.
5. Akhir dari Misi dan Awal Abadi
Tahun-tahun berlalu. Daratan Xianwu, Roh Timur, dan Teknologi Barat kini hidup dalam era damai yang berkelanjutan, dipersatukan oleh Qi yang disaring dan aliran informasi yang seimbang.
Di masa tuanya, Tuanku duduk di Kuil Sepuluh Ribu Pedang, di samping Pedang Abadi yang kini diselimuti oleh Qi yang tenang dan lembut.
Fatimah, yang kini menjadi Guru Spiritual utama, duduk di sampingnya.
"Apakah Qian Yu akan pernah kembali?" tanya Fatimah, rambutnya sudah memutih.
"Mungkin," jawab Tuanku, dengan suara yang dipenuhi kebijaksanaan. "Kemurnian adalah siklus, dan ia akan selalu berusaha menyingkirkan kekotoran. Tetapi sekarang, ketika dia kembali, dia tidak akan menemukan Xianwu yang lemah dan terpecah belah."
Tuanku menunjuk ke Pedang Abadi. "Dia akan menemukan Pedang Abadi yang disegel oleh Keseimbangan Tiga Benua. Dia akan menemukan Daratan yang telah memahami bahwa kekuatan sejati terletak pada keragaman, bukan kesatuan."
Tuanku memejamkan mata. Ia merasakan kehadiran Jin, yang sudah tua dan lemah, berbaring di pangkuannya. Jin mengeong untuk terakhir kalinya, dan Qi Yang-nya yang hangat meresap ke dalam Tuanku.
Tuanku menghela napas yang panjang dan damai.
Ia tidak mati, ia hanya memasuki Keseimbangan Abadi. Ia menyelesaikan siklusnya, tidak sebagai Harjuanto yang lemah, bukan sebagai Pangeran Sultan Sati yang arogan, tetapi sebagai Tuanku, Guru Keseimbangan.
Warisan Jurus Terakhirnya bukanlah tentang pembalasan atau kekuatan, melainkan tentang hikmah bahwa dalam kegelapan yang paling dalam (Yin Mutlak), terdapat potensi untuk cahaya yang paling besar, asalkan ada Keseimbangan yang Nyata.
— SELESAI —