Setelah 3 tahun berpisah, takdir kembali mempertemukan Rexi dengan cinta pertamanya, Rania, yang kini tengah dilanda ujian dalam prahara rumah tangganya bersama sang suami, Raffael Senzio.
Dari pertemuan itu, Rexi mulai menyelidiki kehidupan Rania, wanita yang masih bertahta kuat di dalam hatinya. Melihat ada kesempatan, akhirnya Rexi memutuskan untuk merebut kembali cinta pertamanya.
Sementara di sisi lain, ada Raffael yang berusaha keras memperbaiki hubungannya bersama Rania dan mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka.
Akankah cinta pertama mendapatkan kesempatan kedua? atau Rania akan memberikan kesempatan itu pada suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Insiden Di Apartemen.
Rania baru saja selesai membersihkan diri dan mengenakan pakaian tidur yang jauh lebih nyaman untuk dirinya beristirahat. Ia keluar dari kamarnya dan menuju dapur untuk mengambil minum. Setelah menegak sedikit air, Rania berbalik hendak masuk kembali ke dalam kamarnya, tapi di ruang tengah, tepatnya di depan sebuah sofa santai untuk menonton televisi, langkah Rania tiba-tiba terhenti.
Wanita itu mematung dengan raut wajah terkejut ketika melihat seorang pria yang tidak asing baginya sudah berdiri dengan tatapan mata yang begitu serius dan membuat Rania merasa tidak nyaman.
Raffael, mantan suaminya ada di apartemen Rania. Apa yang sedang Raffael lakukan di sana? Bagaimana bisa pria itu masuk ke dalam apartemen Rania?
"Aku mengejutkanmu?" tanya Raffael karena melihat Rania yang sempat terkesiap saat menyadari kehadirannya. "Kau belum mengganti sandi pintunya," terang Raffael dengan terus memperhatikan Rania begitu lekat.
"Apa yang kau lakukan di sini, Raffael?" tanya Rania langsung, dengan mencoba untuk tetap tenang, meski suaranya terdengar sedikit bergetar ketika bertanya.
Rania sungguh terkejut dengan keberadaan Raffael, mengingat mereka sekarang sedang ada di New York. Dan ia sendiri pun baru saja tiba pagi tadi di negara ini, tapi Raffael ternyata juga sudah ada di sini? Rania jadi menduga, apakah mungkin mantan suaminya itu membuntuti dirinya?
"Kau ingin mengambil barang-barangmu?" tanya Rania lagi seraya berjalan dan meraih sehelai kain rajut yang ada di atas sandaran sofa untuk ia kenakan agar lebih menutupi tubuhnya.
Raffael tidak menjawab, ia hanya terus menatap Rania dengan sangat-sangat intens. Di mata Raffael yang mulai menajam, Rania bagaikan seekor burung yang terjebak dalam kandang.
Rania menyadari hal itu, walau ia tidak mengarah pada Raffael dan tidak membalas tatapan pria itu, Rania tetap berusaha untuk terlihat biasa saja.
"Jika tidak ada, kau bisa kembali, Raffael. Aku baru saja tiba dan ingin beristirahat," tutur Rania berusaha tetap ramah. Terakhir lalu, dirinya sudah bicara dengan Raffael secara baik-baik tentang perpisahan mereka. Tidak ada permusuhan dan kebencian yang ingin Rania tinggalkan.
Rania menoleh, saat merasakan pergerakan Raffael yang sudah melangkah maju, mendekat padanya. Rania seketika terperangah saat Raffael tiba-tiba saja menjatuhkan dirinya, berlutut di hadapan Rania.
"Raffael, apa yang kau lakukan?!" tanya Rania terkejut, ia reflek mundur saat Raffael ingin meraih tangannya.
"Aku salah, Sayang. Aku mengaku salah. Hukum aku sesukamu, tapi aku tidak akan membiarkanmu pergi dariku. Aku mohon, berikan aku satu kesempatan lagi," pinta Raffael dengan berlutut di hadapan Rania.
"Aku tidak ingin berpisah darimu. Aku mencintaimu, Rania." Demi mendapatkan maaf, Raffael rela menjatuhkan harga dirinya di hadapan Rania. Ia ingin Rania memaafkannya, memberikan ia kesempatan kedua untuk memperbaiki kembali rumah tangga mereka.
Namun, Rania menggeleng tegas. Masih dengan perasaan terkejutnya atas sikap Raffael yang sama sekali tidak ia duga, Rania menolak langsung permintaan Raffael itu.
"Maaf Raffael, tapi kita sudah membicarakan tentang ini. Semuanya sudah berakhir. Kita sudah selesai." Rania menatap tegas Raffael yang berlutut di hadapannya. "Aku harap kau menghormati keputusanku dan silahkan pergi."
Rania langsung berbalik, meninggalkan Raffael masuk ke dalam kamarnya. Ia tidak ingin meladeni permintaan Raffael, karena bagi Rania, semuanya sudah jelas dan mereka telah berakhir, tak lagi memiliki hubungan.
"Tunggu, Rania!" Raffael lekas menyambar tangan Rania dan mencekalnya.
"Lepas, Raffael. Apa yang kau lakukan?!" tanya Rania tajam saat Raffael mencengkram erat tangannya.
Namun, Raffael tidak menggubris, ia menarik Rania dan merengkuh tubuh wanita itu. Rania jelas saja berontak keras, berusaha melepaskan dirinya.
"Kita belum selesai," kata Raffael dengan suaranya yang rendah, serta napas yang mulai memburu. Netranya membidik tubuh Rania begitu tajam. "Aku tidak pernah menceraikanmu, Rania. Tidak akan pernah!" desis Raffael dan langsung memanggul tubuh Rania.
Rania meronta, berusaha melawan tindakan kasar Raffael yang kini malah membawanya masuk ke dalam kamar dan menghempaskan tubuhnya begitu saja di atas tempat tidur.
"Kau masihlah istriku. Aku masih berhak atasmu!" kecam Raffael seraya menanggalkan jasnya, ia berusaha melepaskan pakaiannya di sela ia mencengkram erat pergelangan tangan Rania yang berontak.
Pria itu berubah beringas bagaikan hewan buas. Mengabaikan teriakan serta jeritan Rania yang sudah menangis karena perlakuan kasar Raffael. Apalagi di kepala Raffael berputar-putar bagaimana puasnya Rexi bisa mencium mesra bibir istrinya.
"Layani aku, Rania." Raffael ingin mencium bibir Rania, tapi Rania terus berontak dan berusaha keras mendorong tubuh Raffael yang mengukungnya di atas tempat tidur.
Rania terus menghindar, dengan deraian air mata ia mengerahkan seluruh tenaga serta kemampuannya yang pastinya sulit mengimbangi tenaga Raffael. Ia menggigit kuat bahu Raffael, juga menendang senjata pria itu.
Raffael menjadi lengah, saat merasakan pedih di senjata miliknya. Membuat Rania bisa segera beringsut turun dari tempat tidur.
"Brengsek!" umpat Raffael, ternyata cukup kencang Rania menyerang senjata saktinya. "Kau tidak bisa kabur dariku, Rania. Aku tidak akan melepaskanmu!"
Keinginannya untuk menyentuh Rania sudah sampai di ubun-ubun, ditambah perasaan kesal atas penolakan keras yang Rania perlihatkan, semakin membuat Raffael menginginkan wanita yang menurutnya masihlah istrinya itu.
Dengan kasar Raffael menyeret kembali Rania yang berontak ke tempat tidur. Rania berpegang erat pada apa saja yang bisa membantunya menahan diri dari usaha keras Raffael, hingga akhirnya tangan Rania meraih sesuatu di atas nakas dan tanpa berpikir panjang ia melayangkannya ke arah Raffael.
Prang!
Vas kaca itu menghantam kuat. Pecahannya seketika berserakan di atas lantai, berhasil menghentikan gerakan Raffael yang langsung oleng ke samping dengan memegang kepalanya dan kemudian tumbang di hadapan Rania.
Rania terpaku. Tubuhnya kaku dengan mata yang berair menatap Raffael yang sudah terkapar di atas lantai. Dari kepala pria itu mengalir darah segar.
Rania ingin berteriak, ingin meminta tolong, tapi suaranya hilang, lenyap dalam sekejap, seperti dirinya yang juga tertelan dalam keterkejutan.