NovelToon NovelToon
Anak Kandung Yang Bangkit

Anak Kandung Yang Bangkit

Status: sedang berlangsung
Genre:Murid Genius / Mengubah Takdir / Keluarga / Idola sekolah
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: ariyanteekk09

"Setelah bertahun-tahun diabaikan dan diperlakukan tidak adil oleh keluarganya sendiri, senja Aurelie Wijaya anak kandung yang terlupakan memutuskan untuk bangkit dan mengambil alih kendali atas hidupnya. Dengan tekad dan semangat yang membara, dia mulai membangun dirinya sendiri dan membuktikan nilai dirinya.

Namun, perjalanan menuju kebangkitan tidaklah mudah. Dia harus menghadapi tantangan dan rintangan yang berat, termasuk perlawanan dari keluarganya sendiri. Apakah dia mampu mengatasi semua itu dan mencapai tujuannya?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ariyanteekk09, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

chapter 21

    

Mentari pagi menyinari wajah Dirga yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Senyum merekah di bibirnya, menandakan semangat baru untuk hari ini. Dengan langkah cepat, ia menuju ruang makan. Kedua orangtuanya, Alex dan Nirina, sudah duduk di meja makan.

"Pagi, Mommy, Daddy," sapa Dirga ceria.

"Pagi juga, sayang," balas Nirina sambil menyiapkan sarapan untuk Dirga. Aroma roti panggang dan kopi hangat memenuhi ruangan.

Suasana sarapan pagi terasa hangat, namun diselingi sedikit kekhawatiran dari Alex. "Daddy nggak mau kamu bikin ulah lagi di sekolah, Dirga. Ingat, sebentar lagi ujian nasional," ingatnya lembut namun tegas.

Dirga menyambar sepotong roti panggang. "Aku nggak janji, Dad. Kalau gurunya nggak membosankan, aku akan duduk dengan anteng," jawabnya santai, sambil tersenyum jahil.

Alex menghela napas. Ia pusing dengan tingkah laku putranya yang cerdik namun seringkali usil, namun di sisi lain, ia bangga akan kecerdasan Dirga. Percakapan berlanjut dengan pertanyaan Alex tentang balapan liar yang menjadi hobi Dirga. Meskipun melarang balapan liar, Alex dan Nirina selalu memberikan kebebasan pada Dirga selama ia tahu batasan dan tidak membuat mereka malu.

"Dirga, gimana dengan balapan kamu kemarin? Apa kamu menang lagi?" tanya Alex.

Dirga menggeleng. "Aku kalah, Dad."

"Tumben sekali kamu kalah," kata Alex terkejut.

"Lawanku hebat banget, Dad! Dan… dia cewek cantik, lho!" cerita Dirga dengan mata berbinar.

Nirina tertawa. "Kamu dikalahkan oleh perempuan, sayang? Mommy sangat senang mendengarnya!"

Dirga mendengus. "Senang amat lihat anakmu kalah?"

"Senang lah, supaya kamu ada saingan. Lagi pula, Mommy bosan mendengar kamu menang terus," jawab Nirina santai, sambil menyendokkan nasi goreng ke piring Dirga.

Setelah sarapan, Dirga pamit berangkat sekolah. Hari ini ia memilih mobil, bukan motor kesayangannya. Ia merasa malas mengendarai motor ke sekolah.

     Selama perjalanan ke sekolah, bayangan Senja, gadis yang mengalahkannya dalam balapan, tak henti menghantui pikiran Dirga. Bukan hanya skill balapnya yang memukau, tetapi juga kecantikan dan kepercayaan dirinya yang membuat Dirga terpesona. Ia mengingat senyum Senja yang merekah saat ia melewati garis finish, dan tatapan matanya yang penuh kemenangan, namun tanpa sedikit pun kesombongan. Kekalahan itu terasa pahit, tapi entah mengapa, kesan yang ditinggalkan Senja justru manis dan menggetarkan. Dirga merasakan sesuatu yang berbeda, sebuah ketertarikan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia tak sabar untuk bertemu Senja lagi di sekolah.

Senja, dengan seragam sekolahnya yang rapi, melangkah turun. Suasana pagi ini terasa berbeda. Tidak ada lagi drama dan kegaduhan yang biasa ia temui di ruang makan. Dengan langkah tenang, Senja menuju belakang rumah, menuju tempat makan favoritnya di dekat dapur, tempat Bik Surti biasanya menyiapkan makanan. Keluarganya terlihat heran melihat Senja melewati ruang makan.

"Senja, kamu mau ke mana?" tanya Helena, neneknya.

"Ya, mau ke belakang lah, untuk sarapan," jawab Senja polos.

Rudy, ayahnya, tersenyum. "Mulai hari ini, kamu sarapan di sini, sayang. Ini kan rumahmu."

Galih, kakaknya, menambahkan, "Betul, Dek. Papi sudah beli meja makan dan kursi baru. Jadi nggak ada lagi bekas si Caca yang licik itu di rumah ini."

Senja mengamati perubahan di rumah. Ruang makan benar-benar telah diubah. Semua terlihat lebih bersih, lebih nyaman, dan terasa lebih…rumah. Sekar, ibunya menghampiri Senja.

"Ayo, sayang, kita sarapan bersama. Mami sudah buatkan kamu nasi goreng kesukaanmu," kata Sekar lembut.

Senja terharu. "Emang Mami masih ingat semua makanan kesukaan aku?" tanyanya.

Sekar tersenyum hangat. "Tentu dong, sayang. Mana mungkin Mami melupakan. Kemarin-kemarin, Mami khilaf."

Rasa hangat memenuhi hati Senja. Keluarganya kembali seperti dulu, ramah dan menyayanginya. Kehadiran Caca, sang "drama queen", telah hilang, dan rumah kembali terasa nyaman dan penuh cinta. Senja merasakan kedamaian yang telah lama ia rindukan. Ia menikmati sarapan nasi goreng buatan ibunya, dengan rasa syukur yang mendalam.

Perdebatan sengit antara Radit dan Galih pecah di pagi hari itu. Keduanya berebutan mengantar Senja ke sekolah.

"Lo harus ngalah jadi adik! Hari ini Senja berangkat sama gue!" seru Radit, menarik tangan Senja.

"Enak aja! Lo yang ngalah sebagai kakak! Ayo, Dek, berangkat sama Kakak," sahut Galih, juga menarik tangan Senja ke arah mobilnya.

Sekar, yang melihat keributan itu, langsung campur tangan. Kepalanya pening melihat ulah anak kembarnya.

"Astagfirullah, Radit, Galih! Kenapa kalian tarik-tarik adik kalian seperti itu? Lepasin, kasian Senja!" teriak Sekar, suaranya tegas.

Senja meringis kesal. "Tau nih, Kakak-kakak! Sakit tau tangan gue ditarik-tarik!"

Sekar menghela napas panjang. "Daripada kalian ribut, mending sekarang kalian ke sekolah pakai satu mobil aja. Kalian berdua duduk di depan, Senja duduk di belakang. Cepat berangkat, nanti telat!"

Radit dan Galih, meskipun masih saling melirik tajam, akhirnya menurut. Mereka bertiga masuk ke mobil Radit. Suasana dalam mobil awalnya tegang, dipenuhi keheningan yang canggung. Radit menyetir dengan fokus, sesekali melirik Galih dari kaca spion. Galih tampak sibuk dengan ponselnya, namun sesekali ia melirik Senja dari sudut matanya. Senja sendiri asyik mendengarkan musik melalui earphone-nya, berusaha mengabaikan pertengkaran kakak-kakaknya.

Di tengah perjalanan, Radit memecah keheningan. "Eh, nanti siang kita makan di mana?" tanyanya, berusaha memulai percakapan yang lebih ringan.

Galih mengangkat bahu. "Terserah lo. Yang penting nggak ribut lagi kayak tadi."

Senja melepas earphone-nya. "Gue mau makan bakso!" katanya, suaranya sedikit lebih ceria.

Radit dan Galih saling berpandangan, senyum tipis muncul di wajah mereka. Pertengkaran pagi tadi seolah terlupakan sejenak. Mereka bertiga melanjutkan perjalanan ke sekolah, suasana di dalam mobil kini lebih cair dan akrab. Kejadian pagi tadi menjadi pelajaran berharga bagi Radit dan Galih, bahwa kebersamaan dan saling menghargai jauh lebih penting daripada ego masing-masing. Mereka berjanji untuk tidak mengulangi kejadian serupa lagi.

********

Begitu Senja keluar dari mobil Radit, ketiganya langsung menjadi pusat perhatian. Semua mata tertuju pada mereka, khususnya pada Senja yang keluar dari mobil Radit. Bisikan-bisikan memenuhi lorong sekolah.

"Kok Senja turun dari mobil Kak Radit sih?"

"Iya, bukannya Caca adik mereka? Tapi kok bisa akrab dengan Senja?"

"Tapi coba kalian lihat, mereka bertiga punya kemiripan, lho. Sedangkan sama Caca nggak."

Radit, Galih, dan Senja berjalan dengan tenang, berusaha mengabaikan bisikan-bisikan di sekitar mereka. Radit dan Galih berjalan berdampingan, melindungi Senja di tengah-tengah. Senja sendiri bersikap cuek dan tidak perduli dengan ucapan mereka semua.. Ia tahu, kehadirannya bersama Radit dan Galih menimbulkan pertanyaan dan spekulasi di kalangan teman-temannya.

"Cuekin aja, Dek," bisik Radit kepada Senja.

"Iya, biarin aja mereka ngomong," tambah Galih.

Senja mengangguk, mencoba untuk tetap tenang. Namun, bisikan-bisikan itu tetap menusuk telinganya. Ia mendengar beberapa orang menyebut namanya, membandingkannya dengan Caca, dan mempertanyakan hubungannya dengan Radit dan Galih. Ada yang berbisik bahwa Senja adalah adik kandung Radit dan Galih, sementara yang lain masih ragu dan menganggap Caca sebagai adik mereka.

1
Rita Rita
bagus senja,bikin kehidupan si Caca rubah betina itu gelap,kalo pun bukan untuk melakukan buat keluarga mu yg bego itu buat untuk diri mu sendiri.
Rita Rita
ku kira tadi si ChaCha rubah betina itu anak hasil selingkuhan si Rudi 🤔🤔🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!