NovelToon NovelToon
Eternal Love

Eternal Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / CEO / Hamil di luar nikah / Percintaan Konglomerat / Angst
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Jemiiima__

Cinta itu manis, sampai kenyataan datang mengetuk.
‎Bagi Yuan, Reinan adalah rumah. Bagi Reinan, Yuan adalah alasan untuk tetap kuat. Tapi dunia tak pernah memberi mereka jalan lurus. Dari senyuman manis hingga air mata yang tertahan, keduanya terjebak dalam kisah yang tak pernah mereka rencanakan.

‎Apakah cinta cukup kuat untuk melawan semua takdir yang berusaha memisahkan mereka? Atau justru mereka harus belajar melepaskan?

‎Jika bertahan, apakah sepadan dengan luka yang harus mereka tanggung?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jemiiima__, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 7

...Eternal Love...

...•...

...•...

...•...

...•...

...•...

...🌻Happy Reading🌻...

‎Beberapa minggu magang berjalan, Reinan mulai terbiasa dengan ritme kerja di perusahaan itu. Ia sering melihat Yuan, baik di rapat, saat memberikan arahan, atau sekadar melewati lorong kantor.

‎Awalnya, setiap kali Yuan muncul, Reinan selalu merasa gugup jika kembali mengingat malam itu, malam dimana mereka 'melakukannya' . Ia selalu berfikir bahwa Yuan seorang pria kaya yang hobi clubbing dan wanita. Namun perlahan, sesuatu berubah.

‎Yuan ternyata bukan sosok "pria kaya gabut" yang ia kira.

‎Ia teliti dalam bekerja, tapi tidak pernah merendahkan bawahan. Ia tegas memberi arahan, tapi juga sabar menjelaskan ketika ada yang kesulitan. Bahkan beberapa kali, Reinan melihat sendiri bagaimana Yuan melindungi tim magang ketika divisi lain berusaha menyalahkan mereka.

‎Suatu sore, ketika Reinan sedang membereskan berkas, ia tak sengaja memperhatikan Yuan yang tengah bercakap dengan Tae-sung. Senyumnya tulus, matanya lelah tapi tetap fokus mendengarkan. Bukan wajah arogan pria club yang selama ini ia bayangkan.

‎Di dalam hati, pertanyaan muncul:

‎'Apa selama ini gue udah salah menilai dia?'

‎'atau sebenarnya dia... jauh lebih baik dari yang gue bayangkan?'

‎Reinan menggigit bibir, merasa hatinya sendiri bingung.

‎Siang itu kantor sedang sibuk. Reinan baru saja selesai dari meeting kecil dan hendak ke toilet. Namun perutnya terasa melilit, keringat dingin mulai muncul di keningnya. 'Walah walah kayanya si merah datang' ucapnya dalam hati sambil memegangi perutnya.

‎Dengan langkah terburu-buru ia berjalan ke arah toilet, berusaha menahan rasa sakit. Namun tanpa ia sadari, di bagian belakang roknya sudah ada noda merah samar yang cukup terlihat.

‎Yuan yang baru saja keluar dari ruangannya, berjalan tak jauh di belakang Reinan. Sekilas pandangannya menangkap sesuatu, dan seketika ia mengerti situasinya.

‎Ia mempercepat langkah, lalu memanggil pelan, "Reinan."

‎Gadis itu berhenti, menoleh dengan wajah pucat. "Iya, Pak?"

‎Yuan tidak langsung menjawab. Ia melepas jas yang dikenakannya, lalu dengan gerakan tenang menyampirkannya ke bahu Reinan, menutupi bagian belakang tubuhnya.

‎"Bawa ini. Jangan dilepas dulu," katanya rendah, nyaris berbisik.

‎Reinan terkejut, matanya melebar. "Tapi, kena... "

‎Yuan menatapnya sebentar, tenang namun penuh arti. "Udah ,kamu ke toilet aja dulu sana."

‎Wajah Reinan memanas. Ia langsung paham apa maksudnya. Dengan cepat ia mengangguk, menunduk malu, lalu mempercepat langkah masuk ke toilet sambil menggenggam erat jas yang menutupi tubuhnya.

‎"Sebentar, kamu jangan kemana-mana tunggu saya disini" pinta Yuan.

‎"Memangnya kena... " belum selesai Reinan berbicara Yuan melangkah pergi.

‎Setelah meminta Reinan menunggu, Yuan melangkah cepat menuju minimarket di dekat gedung. Begitu masuk, ia langsung menuju rak kebutuhan perempuan.

‎Namun, langkahnya tiba-tiba melambat. Di depan rak yang penuh berbagai jenis pembalut, ia terhenti. Pandangannya menelusuri deretan produk dengan warna dan ukuran berbeda-beda.

‎'Kenapa ini rumit sekali...?' batinnya gelisah.

‎Beberapa pengunjung melewati lorong itu, menatapnya sekilas. Ada yang berbisik kecil sambil melirik, seolah heran melihat pria berjas rapi berdiri lama di depan rak pembalut. Beberapa bahkan memasang ekspresi curiga, seakan-akan ia seorang pervert.

‎Yuan menghela napas pelan, lalu meraih satu bungkus, tapi segera mengembalikannya. Ia mengernyit, lalu mengambil yang lain.

‎"Night... Ultra... Wing... apa bedanya ini semua?" gumamnya lirih, jelas-jelas canggung.

‎Ia akhirnya menutup mata sebentar, lalu asal mengambil dua macam sekaligus. Lebih baik lebih daripada salah.

‎Segera ia berjalan ke kasir, sengaja menambahkan sebotol air mineral dan hotpack sekali pakai ke keranjang agar tidak terlihat aneh. Meski begitu, kasir muda yang melayaninya sempat melirik pembalut di tangannya, lalu tersenyum kecil dengan tatapan penuh arti.

‎Yuan membersihkan tenggorokannya, lalu berkata datar, "ini buat staff saya."

‎Kasir hanya mengangguk, tapi senyumannya semakin lebar.

‎Yuan membayar dengan cepat, mengambil kantong belanja, dan segera keluar dari minimarket dengan wajah tetap tenang , meski telinganya sedikit memerah karena malu.

‎Tak lama kemudian, Yuan muncul sambil membawa kantong kertas. Wajahnya tetap tenang, seakan tidak terjadi apa-apa, meski sebenarnya tadi ia sangat canggung di minimarket.

‎"Ini," katanya singkat, menyodorkan kantong itu.

‎Reinan ragu sejenak, lalu menerimanya. Saat membuka, matanya langsung membesar. Di dalamnya ada dua bungkus pembalut, sebotol air mineral, dan hotpack.

‎Wajahnya seketika memerah. "Pa-Pak... ini..."

‎Yuan mengalihkan pandangan sejenak, suaranya datar tapi terdengar tulus.

‎"Saya gak tahu yang mana yang biasanya kamu pakai, jadi saya beli dua macam. Ada juga hotpack untuk menghangatkan area yang sakit sepertinya kamu perlu juga"

‎Reinan menunduk, jantungnya berdebar. Ujung jarinya bergetar saat menggenggam kantong itu erat.

‎"Terima kasih, Pak... saya... saya tidak tahu harus bilang apa."

‎Yuan menatapnya sejenak. Ada kehangatan yang samar di balik tatapan dingin biasanya.

‎"Ga masalah, kalo kamu butuh istirahat, ambil waktu. Biar saya suruh yang lain handle kerjaan kamu."

‎Reinan hanya bisa mengangguk kecil. Dalam hatinya, ia merasa ada sesuatu yang berubah, seakan-akan tembok ketidakpercayaan pada Yuan sedikit runtuh.

‎Saat ini, Reinan kembali duduk di mejanya. Ia menatap layar monitor, tapi pikirannya melayang jauh.

‎Gambar-gambar samar muncul, tubuhnya yang limbung setelah minum terlalu banyak, dan lengan kuat yang menariknya menjauh dari keramaian.

‎Awalnya ia selalu mengingat itu dengan ketakutan. Ia pikir ia dipaksa. Ia pikir Yuan adalah orang asing yang memanfaatkan kelemahannya. Tapi kini, setelah melihat bagaimana pria itu dengan canggung membeli pembalut dan hotpack untuknya, keraguan itu muncul.

‎Ia teringat momen saat ia terbangun di ranjang asing, Yuan di sampingnya. Wajah Yuan terlihat begitu lelah, bahkan ada sisa-sisa kekhawatiran di matanya. Tidak ada senyum puas, tidak ada tatapan predator yang ada hanya kebingungan dan... sejenis rasa bersalah.

‎Pikirannya langsung melompat pada Rui ,bayangan lelaki itu menaruh serbuk ke dalam minumannya di club.

‎Hatinya berdebar.

‎'Kalau waktu itu bukan Yuan yang nemenin gue, apa yang bakal terjadi sama gue?'

‎Reinan menunduk, meremas tangannya di pangkuan.

‎Semakin ia mengingat detail-detail kecil, semakin ia sadar bahwa kebenarannya mungkin tidak seseram yang ia bayangkan dulu.

‎Keesokan harinya, Yuan sudah lebih siap. Saat berangkat ke kantor, ia menyempatkan singgah ke minimarket, membeli termos kecil yang praktis . Di pantry, sebelum jam kerja dimulai, ia menyeduh teh gula merah untuk diberikan kepada Reinan.

‎Sebelum semua karyawan lain ramai masuk, Yuan berjalan ke meja Reinan. Dengan gerakan sederhana, ia meletakkan termos kecil itu di sudut meja kerja Reinan.

‎"Buat kamu, jaga-jaga kalo masih kerasa

‎sakit" katanya singkat, suaranya rendah agar tidak ada orang lain yang mendengar.

‎Reinan terdiam menatap termos itu, matanya berkedip beberapa kali. Ia bisa merasakan uap hangat masih keluar dari lubangnya. Perlahan, ia menoleh ke Yuan.

‎"Kenapa... Bapak melakukan ini?" tanyanya ragu.

‎Yuan menatapnya sejenak, lalu mengalihkan pandangan. "Tidak ada alasan khusus. Saya hanya ingin kamu merasa lebih baik."

‎"Terimakasih . . . Pak" jawab reinan.

‎Reinan menggenggam termos itu. Ada sesuatu di dadanya yang bergetar hangat. Reinan tersenyum kecil.

‎Tanpa mereka sadari, di balik kaca partisi lorong, Rui berhenti berjalan. Ia menyaksikan interaksi kecil itu, mata tajamnya menyipit, menyerap setiap detail. Senyum miring terlukis di wajahnya.

‎'Jadi... ada sesuatu di antara kalian, ya?' batinnya, penuh rasa ingin tahu bercampur dengki.

‎Setelah Yuan kembali ke ruangannya, Reinan masih duduk sambil menatap termos kecil itu. Senyum tipis tak sengaja terukir di wajahnya.

‎Tiba-tiba, sebuah suara terdengar dari samping.

‎"Wah... lo ternyata deket juga ya Nan sama Pak Yuan."

‎Reinan menoleh cepat. Itu Rui, berdiri dengan tangan diselipkan di saku celana, tatapannya penuh arti.

‎"hah? , m-maksudnya?" tanya Reinan, mencoba bersikap biasa.

‎Rui tersenyum miring. "Gak semua karyawan bisa dapat perhatian khusus, dikasih minuman hangat kaya gini." Ia melirik termos di meja Reinan, lalu menatapnya lagi. "Lo kayanya ada something ya sama Pak Yuan? ."

‎Reinan langsung gelisah. "Bukan seperti itu... dia cuma kebetulan..."

‎"Tenang," Rui memotong dengan nada manis tapi menusuk, "gue nggak akan bilang ke siapa-siapa. Tapi lo harus hati-hati. Orang lain mungkin tidak akan berpikir sebaik itu."

‎Nada Rui terdengar seperti peringatan, tapi ada lapisan lain , seperti godaan halus. Ia mendekat sedikit, berbisik,

‎"Kalau ada yang bikin lo nggak nyaman di sini... lo bisa datang ke gue."

‎Reinan terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Rui tersenyum lagi sebelum melangkah pergi, meninggalkan jejak kegelisahan di hati Reinan.

‎Langit sore mulai berwarna jingga ketika karyawan-karyawan satu per satu meninggalkan gedung. Reinan melangkah keluar dengan lelah, tas disampirkan di bahu. Ia berjalan ke arah halte bus di seberang jalan, sesekali menghela napas panjang.

‎Dari arah parkiran basement, sebuah mobil hitam berhenti perlahan. Kaca jendela diturunkan, memperlihatkan wajah Yuan.

‎"Kim Reinan," panggilnya dengan nada tenang namun jelas terdengar di tengah hiruk pikuk jalan.

‎Reinan menoleh kaget. "P-Pak Yuan?"

‎"Kamu pulang naik bus?" Yuan bertanya, matanya singkat meneliti kondisi sekitar.

‎"Iya... kenapa pak?" Reinan menjawab ragu, sedikit canggung.

‎Yuan menepikan mobilnya. "Ayo, saya antar kamu pulang."

‎Reinan menatap mobil itu, hatinya berdebar.

‎"Tidak usah repot-repot, Pak... saya bisa sendiri."

‎Yuan menatapnya sejenak, lalu tersenyum tipis. "Sekalian aja,kebetulan saya juga mau ke arah deket kampus kamu." ucapnya bohong. Itu hanya alasan saja supaya Yuan bisa lebih dekat dengan Reinan.

‎Reinan menunduk, terdiam beberapa detik, lalu akhirnya mengangguk pelan. "Baiklah..."

‎Yuan keluar sebentar dari mobil untuk membuka pintu penumpang. "Silakan."

‎Dengan sedikit gugup, Reinan melangkah masuk. Pintu tertutup, dan mobil itu melaju perlahan. Tanpa mereka sadari, seseorang dari kejauhan memperhatikan mereka.

‎Di dalam mobil, suasana hening. Hanya suara mesin dan lalu lintas sore yang terdengar. Reinan duduk kaku, matanya sesekali melirik kaca jendela, tak berani menatap Yuan terlalu lama.

‎Yuan, yang memperhatikan lewat sudut mata, akhirnya membuka percakapan.

‎"Bagaimana rasanya magang? Apakah ada kesulitan? "

‎"Emm... awalnya sulit sih Pak, tapi namanya juga adaptasi. Sekarang saya masih menyesuaikan Pak" terang Reinan.

‎‎'Canggung!' Baik Yuan, ataupun Reinan nampak bingung akan membahas apa lagi.

‎Mobil melambat, mendekati halte dekat asrama. Reinan sudah bersiap membuka sabuk pengamannya.

‎"Terima kasih sudah nganter, Pak..." ucapnya pelan, kali ini dengan senyum kecil yang tulus.

‎‎Yuan mengangguk, "emm... Reinan..."

‎‎Reinan menoleh. "Iya?"

‎Yuan menatap ke depan, nadanya tenang. "Bolehkah saya punya no ponsel kamu? tanyanya to the point

‎Reinan sempat terdiam, namun akhirnya meng iyakan.

‎"Baiklah..." katanya menegaskan sambil menyebutkan nomornya.

‎‎Yuan mengetikkannya di ponselnya, lalu menyimpan dengan nama Kim Reinan. Ada senyum tipis di wajahnya.

‎"Terima kasih."

‎Reinan mengangguk lagi, lalu buru-buru keluar dari mobil. Saat menutup pintu, ia sempat melirik sekilas ke dalam ,dan mendapati Yuan menatapnya dengan senyuman.

*****

‎Sesampainya di apartemen, Yuan menaruh jas kerjanya di gantungan, lalu menjatuhkan tubuh ke sofa. Ia menatap ponselnya sebentar, ragu, lalu mengetik pesan pertama ke nomor yang baru ia dapatkan sore tadi.

‎Yuan:

‎Saya sudah sampai di apartemen.

‎‎Beberapa menit kemudian, ponsel Reinan bergetar di atas meja belajar asramanya. Ia yang sedang membuka laptop menoleh heran. "Kenapa dia ngabarin gue?" gumamnya.

‎Tapi akhirnya ia membalas singkat:

‎Reinan:

‎Oh, baiklah. Selamat beristirahat Pak

‎‎Yuan mengerutkan kening, lalu cepat-cepat mengetik balasan.

‎Yuan:

‎Reinan... kalau kita lagi berdua atau chat begini, gak usah panggil saya "Pak".

‎‎Beberapa detik hening, lalu balasan datang.

‎Reinan:

‎Lho... terus manggil apa?

‎Yuan:

‎Panggil sayang ajaa

‎Reinan :

‎Dih, Bapak becanda kali

‎Yuan :

‎Memang hehe, panggil Yuan aja.

‎‎Reinan menatap layar dengan wajah penuh keraguan. Rasanya aneh, mengingat selama ini ia selalu memanggil pria itu dengan formal. Ia mengetik pelan.

‎Reinan:

‎Baiklah... Yuan.

‎Yuan tersenyum kecil, entah kenapa dadanya terasa lebih hangat dari biasanya.

‎Yuan:

‎Nah, begitu lebih enak. Jadi terasa kita sedang bicara setara. Kalo begitu sampai bertemu besok Reinan, selamat malam.

‎Reinan menghela napas, pipinya agak panas. Ia buru-buru mengetik balasan singkat agar obrolan cepat selesai.

‎Reinan:

‎Baiklah. Selamat malam... Yuan.

‎Yuan menatap layar, senyumnya masih bertahan lama bahkan setelah notifikasi mereda.

******

‎Keesokan harinya, Reinan masuk kantor lebih pagi dari biasanya. Entah kenapa, matanya otomatis mencari sosok Yuan di antara meja-meja, ruang rapat, bahkan di ruang kaca tempat Yuan biasa duduk. Tapi nihil, tidak ada tanda-tanda keberadaannya.

‎Hatinya sempat ragu, ingin bertanya ke orang lain, namun sebelum sempat mulutnya terbuka, ponselnya bergetar.

‎Sebuah pesan masuk.

‎Dari Yuan.

‎Tiga hari ini saya ada perjalanan dinas ke luar kota. Kalau ada hal mendesak, hubungi Taesung. Jangan sungkan.

‎Reinan menatap layar cukup lama, jemarinya sempat ragu menulis balasan.

‎Akhirnya ia hanya mengetik:

‎Baik, Pak.

‎Tapi begitu mengirimkan pesan itu, ia langsung menggigit bibirnya.

‎Kenapa ia memilih kata "Pak"? Bukankah Yuan pernah bilang kalau berdua tidak usah formal.

****

‎Hari kedua Yuan berada di luar kota.

‎Sore itu, ketika hampir semua karyawan sudah pulang, mentor mereka kembali ke meja Rui dan Reinan.

‎"Besok pagi ada progress meeting. Kita butuh data pemasaran lima tahun lalu buat pembanding. Sayangnya, file digitalnya hilang. Jadi kalian berdua tolong cek arsip di gudang. Itu urgent," katanya singkat.

‎Reinan sempat kaget.

‎"Gudang? Maksudnya... ruang arsip di basement?"

‎Mentor mengangguk. "Iya, semua data lama ada di sana. Kuncinya saya titip ke security. Selesaikan malam ini, besok pagi harus sudah siap."

‎Mau tak mau, Reinan dan Rui berangkat bersama ke gudang. Tempatnya agak jauh dari kantor utama, lampu-lampunya remang, rak arsip tinggi berdebu dengan tumpukan box bertahun-tahun.

‎Suara langkah mereka bergema di antara lorong-lorong rak. Rui melirik Reinan yang tampak sibuk membaca label kardus.

‎Rak demi rak mereka periksa. Reinan jongkok, menarik satu box arsip ke lantai dan mulai membukanya. Debu tipis langsung beterbangan, membuatnya batuk kecil.

‎Rui menunduk ikut membantu, tapi matanya lebih sering memperhatikan Reinan daripada label arsip. Namun Rui, bukannya membantu malah duduk lebih dekat.

‎"Lo itu kalo udah kerja serius banget ya. Bahkan di gudang begini pun tetap kelihatan rajin." Ia tersenyum samar, lalu dengan santai menyandarkan lengannya ke rak di belakang Reinan, membuat jarak di antara mereka terasa semakin sempit.

‎Reinan menoleh, sedikit gelisah.

‎"Rui... bisa tolong periksa rak sebelah? Biar cepet."

‎Alih-alih menjauh, Rui mencondongkan tubuh.

‎"Kenapa? Lo takut sama gue?" Tatapannya tajam, seolah mencoba menembus dinding hati Reinan.

‎Suasana gudang yang sunyi membuat detak jantung Reinan terasa semakin keras di telinganya. Ia spontan mundur setapak, hampir menabrak rak di belakang.

‎Rui masih menatap Reinan yang tampak kaku di tempatnya. Dengan suara lebih pelan namun menusuk, ia berkata:

‎"Kalau sekarang gue yang ada di sini... lo kelihatan gugup. Tapi kalau yang ada di sini Yuan , atasan lo itu. Apa lo juga bakal bersikap sama? Atau malah lebih nyaman?"

‎Reinan terdiam, matanya membulat. "Maksud lo apa?" suaranya bergetar.

‎Rui tersenyum miring, jelas provokatif.

‎"Jangan berpura-pura. Gue lihat cara Yuan memperlakukan lo tuh beda. Dia perhatian, bahkan berlebihan. Lo kira gue gak sadar?"

‎Reinan menghela napas, mencoba tenang. "Jangan bawa-bawa Pak Yuan. Kita ke sini buat kerja, Rui."

‎Rui tidak mundur. Ia mendekat setapak lagi, suaranya rendah.

‎"Jadi gue bener? Lo lebih tenang kalau itu dia, bukan gue?

‎"Rui, tolong lo terlalu dekat" .....

1
Asya
Orng yg sdh terobsesi mmnk nggk bisa di sepelekan yah
Jemiiima__: ngeri memanggg
total 1 replies
Asya
Nggk usah khawatir lah rei sama yuan, dia biss ngelakuin apa aja, jdi biarin sih biang kerok itu berulah
Asya
Lah??
Xlyzy
rahasia perusahaan mknya di tutupin🤭
bluemoon
sumpah itu si Rui pengen aku sentil biji mata nya
Jemiiima__: sentil aja beb biar kapok ;(
total 1 replies
sjulerjn29
berharga gak tuh... meleleh deh hati reinan. tapi syukurlah rui di tangkep
Jemiiima__: akhirnya drama Rui selese ;(
total 2 replies
Aquarius97 🕊️
dia bukan suka tapi terobsesi
Jemiiima__: betuuul
total 1 replies
Aquarius97 🕊️
Jangan mau Reiiii
Aquarius97 🕊️
Lah kenapa dia sering muncul sihhhh...
Asya
Yahh ktmu lagi d tmpat yang sama
Asya
Nyapa doang😆
Asya
kedengeran aneh yahh di telinga mu reinan? 😆
Asya
banyak🤣
Asya
gugup nggk tuh🤭🤣
Afriyeni Official
untung Yuan cepat datang
Afriyeni Official
ngancem nih ngancemm
Afriyeni Official
ish,, si Rui ini ganjen amat kagak ada kapok kapoknya
Dasyah🤍
huaaa,sini bag adek didik jadi baik orang ganteng ngak boleh gitu
Jemiiima__: kasih paham Rui beb 😌
total 1 replies
Dasyah🤍
plis deh Thor, kenapa orang seganteng banget ini jadi orang jahat yang benar aja
Jemiiima__: ga tega sebetulnya tp gmn yaa wkwk next deh jd pu ruinya /Facepalm/
total 1 replies
Dasyah🤍
ni orang ganggu aja
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!