Melati, mantan atlet bola pingpong, menjadi tersangka pembunuhan sepupunya sendiri yang adalah lawan terakhirnya dalam turnamen piala walikota. Setelah keluar dari tahanan, ia dibantu teman baiknya, Aryo, berusaha menemukan pelaku pembunuhan yang sebenarnya.
Namun ternyata Melati bukan hanya menghadapi licik dan bengisnya manusia, namun juga harus berurusan dengan hal-hal gaib diluar nalarnya.
"Dia, arwah penuh dendam itu selalu bersamamu, mengikuti dan menjagamu, mungkin. Tapi jika dendamnya tak segera diselesaikan, dibatas waktu yang ditentukan alam, dendam akan berubah menjadi kekuatan hitam, dia bisa menelanmu, dan mengambil kehidupanmu!" seru nenek itu.
"Di-dia mengikutiku?!" pekik Melati terkejut.
Benarkah Aryo membantu Melati dengan niat yang tulus?
Lalu, siapa pelaku yang telah tega menjejalkan bola pingpong ke dalam tenggorokan sepupunya hingga membuatnya sesak napas dan akhirnya meninggal?
Mari berimajinasi bersama, jika anda penasaran, silahkan dibaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoshuaSatrio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aryo Terjebak!
Aryo mengikuti Pramono tanpa menyadari bahwa ia telah masuk dalam perangkap. Tak lama berkendara, Pramono berhenti di sebuah rumah sederhana.
Aryo memarkirkan motornya di sudut kebun yang rindang, setelah memastikan tidak ada yang melihatnya. Ia matikan mesin dan turun dari motor, lalu berjalan mengendap-endap sambil memperhatikan sekeliling dengan seksama, jika saja ada tanda-tanda kehadiran orang lain.
“Apa itu tempat tinggalnya?” lirih Aryo memperhatikan.
Setelah memastikan bahwa tidak ada yang mengawasinya, Aryo mulai mengikuti Pramono yang masuk ke dalam rumah. Ia bergerak dengan hati-hati, berlari kecil dengan berjingkat-jingkat tanpa suara, sesekali menoleh ke sekitarnya, untuk berjaga-jaga.
Aryo mengikuti Pramono dari jarak yang cukup aman, sambil memperhatikan setiap langkah dan gerakan Pramono. Tak dipungkiri adrenalinnya terpancing, mengalir dalam tubuhnya, membuat jantungnya berdegup kencang.
Tiba-tiba, Pramono berhenti di depan pintu rumah, menoleh ke belakang dan memperhatikan sekeliling, seolah-olah dia pun tengah bersembunyi dari sesuatu, atau mungkin sedang memastikan sesuatu.
Aryo yang tidak tahu bahwa sebenarnya Pramono sudah menyadari kehadirannya, langsung bersembunyi di balik semak-semak, menahan napas agar tidak terdeteksi.
‘Apa dia tahu aku mengikutinya?’ batin Aryo menahan detak jantung yang semakin terpacu. ‘Tempat ini sangat sepi, rumahnya pun menyendiri di ujung, benar-benar mencurigakan!’
Setelah beberapa saat, Pramono tampaknya yakin akan sesuatu, ia kemudian masuk ke dalam rumah. Aryo menunggu beberapa saat untuk mengatur napas, kemudian dia muncul dari balik semak-semak dan kembali berlari kecil mengikuti Pramono masuk ke dalam rumah itu.
Tapi, saat Aryo masuk ke dalam rumah, dia tidak melihat Pramono lagi. Aryo memperhatikan sekeliling, mencoba mencari tanda-tanda keberadaan Pramono. Tiba-tiba, pintu rumah tertutup dengan keras, dan Pramono telah berdiri dibaliknya.
“Selamat datang, Aryo. Aku sudah menunggumu!” ucap sinis Pramono disertai senyuman yang penuh misteri.
Aryo berbalik dengan cepat, matanya terbelalak lebar, secara reflek ia bersiap dengan sikap kuda-kudanya. “Kau?!” serunya waspada bercampur rasa terkejut.
Pramono kembali tersenyum sinis, memasukkan kedua tangannya ke saku celana. “Dugaanmu tak keliru, memang akulah penyebab banyak kematian,” ucapnya dengan nada yang santai. “Tapi tak sepenuhnya benar juga, ada alasan yang membuatku harus melakukannya.”
Aryo merapatkan rahang-rahangnya , ada rasa tak percaya dengan apa yang didengarnya. “Kau... kau monster!” teriaknya.
Pramono tertawa, kemudian berjalan santai menuju sebuah kursi tua yang terletak beberapa langkah di samping Aryo, lalu mendudukinya. “Aku tak akan bertele-tele,”ucapnya sembari menyandarkan punggung. "Kau sedang mencari keluargamu, kan? Aku bisa membantumu, tapi ada harga untuk itu.”
Aryo semakin tersentak, ia baru menyadari bahwa ternyata dirinyalah yang telah kalah satu langkah dengan pria paruh baya itu. Namun, Aryo tak bisa menyangkal bahwa Pramono telah menyentuh titik terlemahnya. "Apa yang kau tahu tentang keluargaku?" tanyanya waspada.
Pramono meluruskan kedua kakinya, seolah menunjukkan dominasinya. “Lebih dari yang kau tahu!” sahutnya tenang.
Aryo menggeleng, tak percaya dengan apa yang didengarnya, jantungnya mulai kembali terpacu, hal yang ditakutinya, tiba-tiba terbayang di kepalanya. ‘Apa dia juga yang menculik adik dan kedua orang tuaku? Atau… oh, tidak! Aku yakin mereka masih hidup!’ serunya dalam hati, berusaha mengusir semua pikiran buruk.
“Katakan! Seberapa jauh kau tahu keluargaku! Kau yang merencanakan semua kegilaan ini kan? Kau yang menculik mereka!” seru Aryo emosional.
Pramono melemparkan tatapan tajam, seolah ingin menembus pertahanan Aryo yang mulai rapuh. "Yang jelas, keluargamu masih hidup," jawabnya sengaja menarik ulur kesabaran Aryo. "Pelakunya… kau akan segera bertemu dengannya.”
Aryo merasa seperti dipukul oleh petir. Ia mengepalkan kedua tangannya dengan erat, berusaha mengendalikan diri. ‘Dia tahu mereka masih hidup? Apakah itu benar?’
"Apa yang kau inginkan sebenarnya?" tanya Aryo dengan nada yang keras.
Pramono tersenyum lagi, senyum yang menyiratkan kepuasan, karena tahu pemuda itu semakin masuk dalam genggamannya. “Aku ingin kau melindungi Melati,” jawabnya tegas. “Jika kamu melakukannya, aku akan memberimu petunjuk tentang keberadaan adikmu. Pelakunya akan muncul setelah itu, dan kamu bisa menemukannya kembali. bukankah itu akan impas?”
Aryo merasa jijik. "Kau pikir aku akan bekerja sama denganmu? Tidak akan pernah!" teriaknya, mencoba melawan keinginan batinnya.
Pramono tertawa keras, kali ini ia bangkit lalu berjalan menuju jendela besar di samping pintu masuk. “Kau pikir ada pilihan untukmu? Sedikit saja kau terlambat menemukan keluargamu, mereka tak akan sanggup lagi bertahan. Terutama adikmu, sekujur tubuhnya penuh luka hingga bernanah.”
Mendengar itu, membuat Aryo semakin lemah, ia mundur satu langkah, pertahanan kakinya goyah, membuatnya lemas terduduk di anak tangga pertama yang tepat berada di belakangnya. “Kau… tahu darimana? Katakan itu tidak benar kan?”
Pramono tetap berdiri tegak menatap lurus keluar, “Jadi, apa keputusanmu?” tanyanya seolah tak peduli dengan pergumulan batin Aryo.
Mendengar pria kejam di depannya tak menjelaskan lagi, ia mengerti bahwa orang itu sedang tak main-main.
Aryo merasa terjebak. Apakah dia harus bekerja sama dengan Pramono untuk menemukan adiknya, tapi apa pilihan lain yang dia miliki? Aryo mengambil napas dalam-dalam dan mengangguk. "Baiklah, aku setuju," putusnya dengan nada yang berat.
Pramono berbalik, kembali duduk di kursi yang sebelumnya, lalu menekankan dengan tegas satu hal lagi. “Tapi ingat, jika kau bongkar penyamaranku, maka kau sendiri juga akan tamat!” tegasnya dengan nada yang dingin.
Aryo meremas lututnya sendiri, berusaha memahami ancaman Pramono. "Memang apa yang harus kulakukan, dan siapa yang harus kuhadapi nanti?" tanya Aryo dengan nada yang hati-hati.
Pramono memicing, seolah dia sudah menantikan pertanyaan itu. “Dukun Sarjiyem,” jawabnya. “Kau pasti sudah sering bertemu dengannya, kan? Tapi jangan khawatir, kau tak memiliki kemampuan supranatural selain hanya bisa melihat roh. Jadi, apapun yang dikatakannya, jangan sekalipun menatap matanya, maka kau tidak akan terpengaruh sihirnya."
Pramono merogoh sesuatu dari sakunya, lalu mengulurkannya kebarah Aryo. “Gunakan ini jika kau terdesak,” jawabnya. “Gunakan kemampuanmu meretas untuk mengancam mereka. Tapi ingat, hanya gunakan ini jika benar-benar terdesak.”
Aryo memandangi flashdisk yang diberikan Pramono, merasa tidak yakin tentang apa yang dia lakukan. Tapi dia tidak memiliki pilihan lain, dia harus menemukan adiknya dan melindungi Melati lebih lagi. “Apa isinya?”
...****************...
Bersambung
ayo lah... gagalkan saja..
bisa dinobatkan menjadi ibu proklamator kebencian ini mah...🤣🤣🤣🏃🏃🏃
itu pasti jebakan... aduh .. gimana ini ya...😭
semua Anya salah paham itu...
makanya kalau ada masalah bicarakan baik-baik... jangan asal ambil keputusan aja... satu ingin melindungi anak-anak nya... satu ingin melindungi cucunya .. dengan cara yang berbeda... dan akhirnya bentrok kan...🤣🤣🏃🏃🏃