Satu malam yang seharusnya hanya menjadi pelarian, justru mengikat mereka dalam takdir yang penuh gairah sekaligus luka.
Sejak malam itu, ia tak bisa lagi melepaskannya tubuh, hati, dan napasnya hanyalah miliknya......
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blumoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
minjae yang malang
______________________________________
🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️
Di hari yang sama saat Hyunwoo dan Soojin memulai bulan madu mereka di luar negeri, Eunhee justru tengah menghadapi mimpi buruk di Seoul. Begitu tersadar, tubuhnya sudah terikat erat di sebuah kursi reyot di dalam gudang terbengkalai yang pengap dan berdebu.
"Tadi...." Eunhee mencoba memutar kembali ingatannya, mencari tahu bagaimana ia bisa berakhir di tempat terkutuk ini.
"Gue keluar dari rumah, bawa mobil, terus...." Ucapan Eunhee menggantung di udara, otaknya berusaha keras menyusun kepingan-kepingan memori yang hilang.
"Sialan! Iya, gue ketemu Minjae di jalan. Ini pasti kerjaan si pria brengsek itu! Pria sialan!" gerutu Eunhee kesal, amarahnya mulai tersulut.
Eunhee mulai berusaha melonggarkan ikatan tali yang mengikat tangannya, berharap bisa bebas sebelum Minjae datang dan melakukan hal yang lebih buruk.
"Ah... oke lah, bisa ini."
Dengan susah payah, Eunhee mencoba mengirimkan sinyal SOS kepada ayahnya.
"Untung aja jam tangan ini dilengkapi GPS dan sinyal SOS yang bisa dikirim ke ponsel Papa atau Mama. Awalnya sih cuma buat jaga-jaga doang, eh ternyata berguna juga," gumam Eunhee pelan, merasa sedikit lega.
Tepat saat suara langkah kaki menggema di kejauhan, Eunhee segera memejamkan matanya, berpura-pura pingsan.
Byur!
Seember air dingin mengguyur tubuh Eunhee, membuatnya tersentak kaget.
"Woy!" teriak Eunhee spontan, matanya langsung terbuka lebar.
Minjae terkejut mendengar teriakan Eunhee. Matanya melotot marah. "Cih... sebelum lo ngomong aja, gue udah tahu apa tujuan lo nakep gue begini," ungkap Eunhee ketus, tatapannya tajam menusuk.
Minjae mencondongkan tubuhnya, lalu menarik dagu Eunhee dengan kasar. "Bagus dong, jadi gue nggak perlu susah-susah basa-basi lagi," ujarnya sinis sambil mengarahkan sebilah pisau tajam ke leher Eunhee.
"Hahahah!"
Tawa Eunhee pecah, memenuhi ruangan dengan nada mengejek.
"Walaupun gue tahu lo kira gue bakal bilang 'ampun' atau 'tolong', tapi sayang nya gue nggak akan lakuin itu," ujar Eunhee dengan nada meremehkan. "Lo itu banci tahu nggak sih? Beraninya sama orang yang diikat!"
Mendengar perkataan Eunhee, Minjae langsung naik darah. Matanya membelalak, napasnya naik turun tidak teratur.
Plak!
Satu tamparan keras mendarat di pipi mulus Eunhee, meninggalkan bekas kemerahan.
"Cih..." Eunhee mendecih sinis. Tamparan itu sama sekali tidak membuatnya merasa takut, justru semakin membangkitkan amarahnya.
"WANITA... Ini!" ujar Minjae dengan penuh penekanan, berusaha mengatur emosinya yang meluap-luap. "Gue cuma mau lo kasih tahu, pacar gue ada di mana. Udah itu aja kok," ujar Minjae sambil menodongkan pisau ke arah tenggorokan Eunhee.
"Hahahahah!" Eunhee kembali tertawa terbahak-bahak. "Pacar? Bangun woy! Ngimpi lo kepanjangan!" ujar Eunhee dengan nada mengejek. "Soojin ya? Lo nggak tahu ya? Oh iya, kan lo baru bangun dari tidur panjang lo bersama para selir lo itu," lanjut Eunhee, semakin menjadi-jadi.
"Hahahah!" Eunhee kembali tertawa. "Soojin ya? Dia sudah menikah! Nggak ada hak lo lagi buat ganggu dia!" ujar Eunhee lagi dengan nada penuh ejekan.
"Dia pacar gue!" teriak Minjae frustrasi. Ia kembali mencondongkan tubuhnya, tatapan mereka bertemu. Eunhee tersenyum sinis. "Pacar? Pacar kepala kau itu! Soojin hanyalah salah satu alat penghasil uang untuk lo! Apa ucapan gue bener?" ujar Eunhee tegas, tatapannya menantang.
Minjae semakin emosi, tatapannya semakin penuh amarah. "Minjae, lo pikir selama ini gue diem aja? Lo salah besar!" lanjut Eunhee lagi. "Enggak! BODOH!" teriak Eunhee lantang.
Teriakan itu menggema di seluruh ruangan, tepat saat suara tembakan memecah keheningan.
Dor!
Dor!
Kaki Minjae, kanan dan kiri, resmi terkena timah panas, membuatnya berteriak kesakitan.
" Aaaaahhh woi anjing siapa Lo ? " teriak minjae
Eunhee tersenyum sinis
"Ah, Papa lama," ujar Eunhee kesal saat melihat sosok pria muncul dari balik tembok.
Tuan Cha, ayah Eunhee, adalah seorang mantan tentara. Beliau adalah seorang penembak jitu yang dibebastugaskan karena suatu insiden. Setelah pensiun dari dunia militer, Tuan Cha membangun bisnis kecil-kecilan bersama istrinya. Namun, siapa sangka, bisnis itu berkembang pesat hingga sekarang keluarga Cha menjadi salah satu keluarga yang paling disegani di Korea Selatan.
"Maaf, Sayang, tadi ada sedikit kesalahan teknis," ujar Papa Cha sambil melepaskan tali yang mengikat Eunhee.
"Ya... elah," jawab Eunhee sambil memutar bola matanya malas.
"Oh iya, Pa, beri pria itu tanda 'TAHANAN KELUARGA CHA'. Kalau bisa, di bagian tubuh yang terlihat orang," ujar Eunhee singkat, tatapannya dingin.
"Kerjakan!" perintah Papa Cha kepada bawahannya dengan tegas. "Setelah itu, bawa dia ke ruang khusus. Keluarkan pelurunya dari kedua kakinya," perintahnya tanpa ada celah untuk dibantah.
"Baik, Tuan!" jawab lima orang pria berbadan tegap serentak. Mereka menggotong Minjae dengan kasar. "Aduh... pelan-pelan, anjing!" teriak Minjae kesakitan.
"Hahahha!" Lima orang pria itu tertawa terbahak-bahak. "Bro, lo salah culik orang, Bro!" ucap salah satu pria itu sambil menepuk jidatnya.
"Kalian langsung keluarkan saja peluru itu, nggak perlu kalian bius, karena nggak akan mempan," ujar Eunhee ringan, seolah-olah sedang membicarakan hal yang sepele.
"Oh, siap, Nona!" jawab kelima orang itu serentak.
"Gaeun," panggil Papa Cha dengan nada serius sambil menuruni anak tangga.
Eunhee langsung menoleh.
"Kamu oke?" tanya Papa Cha dengan nada khawatir.
"I'm okay, Pa. Hanya saja, Gaeun sangat emosi hingga ingin sekali rasanya Gaeun memukulnya sampai babak belur," jelas Eunhee, matanya berkilat marah. "Sudahlah, bawa pria sialan ini jauh-jauh dari saya. Kalau tidak...." Ujar Eunhee, perkataan itu menggantung di udara namun penuh dengan nafsu ingin membunuh.
Bersambung...