NovelToon NovelToon
Istri Simpananku, Canduku

Istri Simpananku, Canduku

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / CEO / Ibu Pengganti
Popularitas:71k
Nilai: 5
Nama Author: Fauzi rema

Revana Arnelita...tidak ada niatan menjadi istri simpanan dari Pimpinannya di Kantor. namun kondisi keluarganya yang mempunyai hutang banyak, dan Ayahnya yang sakit-sakitan, membuat Revana menerima tawaran menjadi istri simpanan dari Adrian Wijaksana, lelaki berusia hampir 40 tahun itu, sudah mempunyai istri dan dua anak. namun selama 17 tahun pernikahanya, Adrian tidak pernah mendapatkan perhatian dari istrinya.
melihat sikap Revana yang selalu detail memperhatikan dan melayaninya di kantor, membuat Adrian tertarik menjadikannya istri simpanan. konflik mulai bermunculan ketika Adrian benar-benar menaruh hatinya penuh pada Revana. akankah Revana bertahan menjadi istri simpanan Adrian, atau malah Revana menyerah di tengah jalan, dengan segala dampak kehidupan yang lumayan menguras tenaga dan airmatanya. ?

baca kisah Revana selanjutnya...semoga pembaca suka 🫶🫰

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzi rema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

35. Bab 35

Setelah makan malam bersama, Alesya pamit pada semua orang. “Aku ke kamar dulu ya, masih ngantuk,” katanya singkat.

Maria sempat menatap cucunya itu dengan sorot penuh iba, ia tahu Alesya sebenarnya menyimpan banyak rasa di hatinya. Adrian hanya mengangguk tanpa banyak komentar. Revana tersenyum lembut, “Istirahat ya, Sayang.”

Alesya mengangguk tipis lalu melangkah ke kamarnya.

Begitu pintu kamar tertutup, suasana langsung terasa berbeda. Gadis remaja itu melemparkan tubuhnya ke ranjang, menarik selimut sebatas pinggang. Matanya menatap kosong ke langit-langit sebelum akhirnya ia meraih ponselnya.

Notifikasi media sosial masih berdenting, grup sekolah masih ramai membicarakan rencana liburan pasca ujian akhir SMA. Namun Alesya hanya menggulir layar tanpa benar-benar membaca. Tangannya bergerak, tapi pikirannya melayang-layang.

“Mommy…” kata itu terngiang lagi di telinganya. Ia masih merasa aneh. Bukannya tidak menyukai Revana, justru ia bisa merasakan ketulusan wanita itu. Tapi tetap saja, panggilan itu seakan mengikat dirinya dalam situasi baru yang belum sepenuhnya bisa ia terima.

Alesya menghela napas panjang, memeluk gulingnya erat.

“Apa ini benar-benar yang terbaik buat aku sama Andrew?” gumamnya pelan.

Ia menutup ponsel, membiarkannya tergeletak di samping bantal. Malam itu, Alesya tidak ingin berpikir terlalu jauh. Yang ia butuhkan hanya diam, sendirian di kamarnya, menunggu lelahnya mengalahkan resah yang ia simpan.

Ketukan pelan terdengar di pintu kamar Alesya. Gadis itu yang sedang berbaring sambil menatap layar ponselnya segera menoleh.

“Lesya, boleh papi masuk?” suara Adrian terdengar dari balik pintu.

Alesya sempat ragu, namun akhirnya bangkit duduk di ranjang. “Masuk aja, Pi,” jawabnya singkat.

Pintu terbuka, Adrian masuk dengan wajah serius tapi lembut. Ia menutup pintu perlahan, lalu berjalan mendekat. “Papi mau bicara sama kamu, hanya kita berdua,” ucapnya sambil duduk di tepi ranjang putrinya.

Alesya menatap papinya dengan alis sedikit terangkat. “Tentang apa, Pi?”

Adrian menarik napas panjang, seolah mencari kata yang tepat. “Lesya… ada hal yang harus papi katakan dengan jujur. Papi nggak mau kamu tahu dari orang lain.” Ia berhenti sebentar, menatap mata putrinya. “Papi sudah menikah lagi. Tante Revana sekarang istri papi, itulah kenapa Papi menyuruh kalian memanggilnya Mommy.”

Alesya tertegun, ponselnya perlahan ia letakkan di samping. Dadanya berdesir, bukan karena kaget semata, tapi karena akhirnya kabar itu terucap jelas dari mulut papinya sendiri.

“Papi…” suaranya pelan. “Tapi… Mama tahu soal ini?”

Adrian menggeleng pelan. “Belum. Tapi cepat atau lambat dia akan tau, Dan sejujurnya papi juga nggak ingin kamu jadi korban pertengkaran kami lagi. Kamu sudah cukup dewasa untuk mengerti, kan? Mama kamu… terlalu banyak melukai. Papi lelah, Lesya, Dan papi butuh seseorang yang benar-benar bisa menjaga hati papi. Itu sebabnya papi memilih Mommy Revana.”

Alesya terdiam cukup lama. Matanya berkaca-kaca, tapi bukan karena marah, lebih pada perasaan campur aduk. Ia tahu bagaimana Mamanya sering bersikap, ia tahu juga bagaimana papinya menahan banyak hal selama ini.

Akhirnya Alesya menghela napas dalam, menunduk sebentar sebelum menatap lagi.

“Alesya nggak bisa bilang apa-apa, Pi. Tapi… Jujur Lesya juga capek dengan semua keributan. Kalau papi memang merasa bahagia sama Mommy Revana… mungkin Lesya harus belajar nerima. Mungkin itu yang terbaik buat kita semua.”

Adrian tersenyum tipis, lalu meraih putrinya ke dalam pelukan hangat. “Kamu anak papi yang paling kuat. Terima kasih karena sudah mengerti.”

Alesya hanya mengangguk dalam pelukan itu, berusaha menguatkan dirinya sendiri.

“Papi janji, apapun yang terjadi, cinta papi ke kamu sama Andrew nggak akan pernah berubah. Kalian tetap anak-anak papi yang paling papi sayang. Mommy Revana nggak akan bisa menggantikan kalian, dia justru akan jadi orang yang bantu papi menjaga kalian.”

Alesya mengangguk pelan, matanya masih berkaca-kaca. Ia lalu menarik napas panjang, seakan mengumpulkan keberanian. “Pi…” suaranya lirih tapi tegas, “kenapa nggak sekalian aja… Papi ceraikan Mama?”

Adrian terkejut. Ia refleks menatap putrinya dengan mata melebar. “Lesya… kamu sadar apa yang kamu bilang barusan?”

Alesya menatap balik dengan serius. “Aku sadar, Pi. Aku anaknya, aku tahu gimana Mama selama ini. Aku lelah, sering lihat Mama marah-marah, sering lihat Mama lebih peduli sama penampilan, sama barang-barang mahal, daripada sama aku sama Andrew. Bahkan kadang aku ngerasa… Mama nggak sayang sama aku.”

Adrian tercekat, hatinya perih mendengar kata-kata itu. “Jangan bilang begitu, Lesya… bagaimanapun dia tetap ibumu.”

“Tapi bukankah lebih baik selesaikan aja, Pi? Dari pada papi sama Mama terus pura-pura, saling tersiksa, terus aku sama Andrew juga kena imbasnya. Aku capek lihat semua ini. Kalau papi bahagia sama Mommy Revana… kenapa nggak jujur aja pada dunia?”

Adrian mengusap wajahnya pelan, perasaan bercampur aduk. Ia tidak pernah menyangka anak gadisnya akan mengucapkan kalimat setegas itu. Dalam hati, ia bangga Alesya cukup dewasa memahami kenyataan.

“Lesya…” Adrian berusaha tersenyum meski suaranya bergetar. “Selama ini Papi bertahan hanya karena kalian, jika bukan memikirkan kalian, Papi sudah menceraikan Mama sejak dulu. Perceraian memang bukan hal kecil. Tapi… kata-katamu barusan membuat Papi semakin yakin untuk melangkah. Papi janji nggak akan lagi biarin kamu sama Andrew merasa sendirian.”

Alesya mengangguk kecil, meski jelas ia masih merasa berat. “Lesya cuma mau lihat papi bahagia, Pi. Dan Lesya juga mau punya sosok ibu yang benar-benar ada buat Lesya. Itu aja.”

Adrian menarik putrinya kembali ke dalam pelukan, kali ini lebih erat. Hatinya benar-benar bergejolak, tak menyangka ia mendapat dukungan penuh dari putrinya yang sudah beranjak dewasa.

...⚘️...

Hari-hari pun berjalan dengan ritme baru. Revana kini lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah besar keluarga Gerald. Meski statusnya masih sekretaris Adrian, kesehariannya perlahan bergeser, ia lebih sering mendampingi Alesya dan Andrew, menjadi sosok yang mulai akrab dan hangat bagi mereka.

Pagi ini, Revana duduk di balik kemudi mobil yang biasa ia pakai sendiri. Rambutnya diikat rapi, mengenakan blouse sederhana warna biru pastel dengan rok panjang putih. Wajahnya tampak segar, semangat menyala karena satu hal, hari ini Andrew akan tampil di pentas seni sekolah.

Sesampainya di sekolah, halaman sudah penuh sesak oleh mobil-mobil mewah para orang tua murid. Revana sedikit gugup, takut mendapat sorotan karena statusnya. Tapi begitu melihat Andrew dari kejauhan, sedang bersama guru dan teman-temannya, semua kegugupannya sirna.

“Mommy!” Andrew melambaikan tangan penuh semangat. Panggilan itu masih saja membuat Revana sedikit terkejut, tapi ia juga merasa hangat. Revana tersenyum lebar, lalu segera melangkah mendekat, membungkuk menyamakan tinggi tubuh dengan Andrew.

“Kamu siap, sayang?”

Andrew mengangguk antusias. “Iya, Mommy. Aku udah latihan terus sama teman-teman. Nanti aku nyanyi lagu bahasa Inggris sama nari juga.”

Revana merapikan kerah baju seragam pentas Andrew. “Bagus sekali. Mommy bangga sama kamu. Ingat, nggak perlu takut salah, yang penting kamu happy di atas panggung nanti.”

Andrew memeluknya sebentar lalu berlari kembali ke belakang panggung.

Revana berjalan menuju kursi yang sudah disediakan untuk para orang tua murid. Beberapa ibu meliriknya, ada yang berbisik-bisik, menebak-nebak siapa dirinya. Revana hanya tersenyum sopan, meski dalam hati ada rasa canggung.

Tak lama, musik mulai dimainkan. Andrew bersama kelompoknya naik ke panggung. Wajah kecilnya tampak percaya diri, matanya sempat mencari-cari di kerumunan penonton. Begitu melihat Revana melambaikan tangan dengan senyum bangga, Andrew tersenyum lebar lalu mulai bernyanyi dengan lantang.

Suara riuh tepuk tangan terdengar, Andrew tampil begitu penuh semangat. Bahkan tarian sederhana yang ia lakukan membuat banyak orang tua ikut tersenyum.

Revana tak bisa menahan rasa haru. Matanya sedikit berkaca-kaca, hatinya berdesir. Inilah rasanya menjadi seorang ibu… mendukung dari bangku penonton, menanti dengan doa dan rasa bangga.

Setelah acara selesai, Andrew langsung berlari kecil menghampiri Revana. “Mommy! Mommy lihat aku, kan?”

Revana memeluknya erat. “Iya, Mommy lihat. Kamu hebat sekali, Andrew. Mommy bangga banget.”

Andrew terkekeh, wajahnya memerah karena senang. “Besok-besok aku mau tampil lagi, biar Mommy bisa lihat aku terus.”

Revana tersenyum, hatinya penuh kehangatan. Di momen itu, ia sadar, meski bukan ia yang melahirkan Andrew, tapi hatinya sudah benar-benar menerima anak itu seperti anak kandungnya sendiri.

Begitu acara sekolah usai dan halaman mulai lengang, Andrew menggandeng tangan Revana dengan mata berbinar.

“Mommy, aku lapar banget. Kita mampir ke restoran Jepang, ya? Aku pengen sushi… yang salmon, sama yang pakai telur itu loh,” katanya sambil mengusap perutnya dramatis.

Revana terkekeh kecil melihat tingkah anak itu. “Habis tampil tadi pasti kamu laper, ya? Baiklah, kita mampir. Tapi janji ya, makannya yang baik, harus di habisnya, nggak boleh buang-buang makanan.”

Andrew langsung meloncat kegirangan. “Yeay! Siap Mommyku.. Mommy paling baik.”

Sesampainya di mobil, sebelum menyalakan mesin, Revana mengambil ponselnya lalu menulis pesan singkat untuk Adrian

^^^“Sayang, selesai acara Andrew. Sekarang aku bawa dia makan di restoran Jepang favoritnya, dia ingin sekali makan sushi. Kamu meetingnya lancar kan ya. Kita nggak akan lama.”^^^

Pesan terkirim. Adrian memang sedang rapat dengan klien penting, jadi Revana tak berharap akan langsung dibalas. Namun di dalam hati, ia tetap ingin Adrian tahu aktivitas mereka, sebuah kebiasaan kecil yang ia lakukan dengan tulus.

Perjalanan menuju restoran penuh dengan celoteh Andrew. Anak itu menceritakan betapa serunya tampil di panggung, bagaimana teman-temannya sempat grogi, dan bagaimana ia berusaha tampil percaya diri karena tahu ada Revana yang menonton.

Setibanya di restoran Jepang, Andrew langsung menunjuk kursi favoritnya di dekat kaca. “Di sini aja, Mommy! Aku suka lihat pemandangan jalan sambil makan.”

Revana tersenyum, menuruti permintaan kecil itu. Mereka memesan beberapa menu seperti sushi salmon, tamago sushi, udon hangat, dan ocha.

Tak butuh lama, hidangan datang. Andrew langsung menyantap sushi dengan lahap, sesekali menawarkan pada Revana.

“Mommy, coba yang ini deh. Enak banget!” katanya dengan mulut penuh.

Revana menatapnya penuh kasih. “Iya, Mommy coba. Kamu makan pelan-pelan, sayang. Jangan buru-buru.”

Suasana terasa hangat. Dari luar, mungkin mereka terlihat seperti ibu dan anak kandung yang menikmati makan siang bersama. Andrew tampak begitu nyaman, sementara Revana merasa hatinya semakin lekat dengan bocah itu.

Di sela obrolan mereka, ponsel Revana bergetar. Sebuah pesan masuk dari Adrian:

^^^“Terima kasih sudah menemani Andrew, Mommy sayang. Nanti kalau aku sudah selesai, kita makan malam bareng lagi, ya. Salam cium untuk Andrew dari Papi.”^^^

Revana tersenyum membaca pesan itu, lalu membacakan dengan suara lembut. Andrew pun langsung sumringah. “Papi kirim salam buat aku? Ih, aku jadi kangen Papi. Nanti kalau Papi selesai meeting, kita jemput dia aja, Mommy!”

Revana hanya mengangguk sambil tersenyum hangat, membiarkan Andrew tenggelam dalam semangatnya.

...⚘️...

Sementara itu, mobil putih mewah milik Nadia masuk ke area parkir restoran jepang, bergegas ia keluar dari mobilnya, dan melangkah cepat ingin segera masuk ke dalam restoran, namun langkah Nadya mendadak terhenti. Matanya membelalak saat melihat pemandangan tak masuk akal di depannya, Andrew berjalan riang sambil menggandeng tangan wanita yang ia tau itu adalah sekretaris Adrian.

Raut wajah Nadya langsung menegang. Ia melangkah cepat menghampiri, suaranya meninggi penuh curiga.

“Hei, Apa yang kamu lakukan dengan anakku?! Kenapa kamu bisa seenaknya bawa Andrew keluar dari sekolah?”

Revana yang terkejut hanya sempat menoleh, mencoba menjaga nada bicaranya tetap tenang. “Bu Nadya… jangan salah paham. Andrew hanya ingin makan setelah pentas seni. Dan Saya hanya menemaninya.”

Nadya mendengus keras, matanya penuh amarah. “Menemani? Kamu itu kan sekretaris Adrian, bukan pengasuh anakku! Apa urusannya kamu bawa Andrew jalan-jalan?”

Andrew yang berdiri di samping Revana justru semakin erat menggenggam tangan wanita itu. Dengan polos, ia menatap mamanya.

“Aku pengen sama Mommy…”

Kata-kata itu membuat wajah Nadya pucat lalu memerah, tak percaya dengan apa yang ia dengar.

“Mommy?! Andrew, apa yang barusan kamu katakan, kamu panggil dia mommy?!” suaranya melengking, menusuk udara.

Andrew menunduk, tapi suaranya masih terdengar jelas. “Iya, ini Mommy aku sekarang, soalnya Mommy selalu jagain aku… selalu ada kalau aku butuh.…”

Revana panik, buru-buru menunduk berusaha menenangkan Andrew. “Andrew, jangan… jangan bicara begitu sekarang, Nak.”

Namun bagi Nadya, itu sudah cukup. Tubuhnya bergetar karena marah dan terluka. Tatapannya berubah liar, menusuk ke arah Revana.

“Kamu benar-benar berani melampaui batas, Revana! Beraninya kau rebut anak-anak dariku?!”

Dan tanpa menunggu lagi, Nadya langsung meraih tangan Andrew dengan kasar, menariknya paksa. Andrew menjerit, berusaha bertahan di samping Revana.

“Lepaskan, Mama! aku nggak mau ikut Mamaz aku maunya ikut Mommy aja, Mom tolong aku, Jangan biarkan aku pergi!!” tangis Andrew pecah, tubuh kecilnya memberontak.

Revana terhuyung berusaha menahan, memohon dengan suara gemetar. “Bu Nadya, tolong jangan begini! kasihan Andrew ketakutan, Mari kita bicarakan baik-baik—”

Namun Nadya justru mendorong keras Revana hingga terjatuh ke lantai parkir.

Tangisan Andrew terdengar pilu saat tubuh kecilnya ditarik kasar oleh Nadya.

“Mama jangan! Aku mau sama Mommy!!” jeritnya meraung, membuat orang-orang di sekitar menoleh heran.

Nadya tidak peduli tatapan mereka. Dengan langkah terburu-buru ia menyeret Andrew, membuka pintu mobilnya, lalu mendorong anak itu masuk ke dalam. Andrew menangis keras, meronta sekuat tenaga.

“Diam, Andrew! Kamu ikut Mama sekarang, titik!” bentak Nadya sambil menutup pintu mobil dengan keras.

Sementara itu, Revana yang tersungkur di lantai parkir mencoba bangkit. Rasa sakit menusuk di kakinya. Dengkulnya berdarah karena terbentur kasar saat jatuh. Ia mengerang pelan, tangannya bergetar saat berusaha menopang tubuhnya.

“Andrew!!” teriak Revana parau, mencoba melangkah, namun begitu berat. Kakinya juga terkilir, membuatnya hampir kembali jatuh. Ia hanya bisa melihat dari kejauhan saat Nadya masuk ke mobil dan menyalakan mesin.

Beberapa orang yang tadi menolong Revana panik, “Bu, ada apa ini, apa Anak Ibu diculik?”

salah satu pria berseragam parkir berteriak sambil melambaikan tangan, mencoba menghentikan mobil Nadya, tapi mobil Nadya melaju cepat keluar dari area.

Revana terisak, tubuhnya gemetar menahan sakit sekaligus ketakutan. Ia ingin berlari, tapi kakinya lumpuh karena perih. “Andrew…” suaranya pecah, air matanya jatuh deras.

Seorang wanita menghampiri Revana, membantunya duduk di kursi dekat pintu masuk restoran. “Bu, tenang dulu, kaki Ibu berdarah. Biar kami bantu hubungi keluarga atau polisi,” ucapnya cemas.

Revana menggeleng cepat, wajahnya pucat. Dengan tangan gemetar ia meraih ponselnya. Hanya satu nama yang ia pikirkan saat ini.

“Adrian… aku harus telepon Adrian…”

...⚘️...

...⚘️...

...⚘️...

...BERSAMBUNG...

1
Siti Naimah
rasain lho Rani..makanya jadi orang jangan jahat... akhirnya jadi panas sendiri🤭
Ma Em
Nadia kamu yg berulah kamu yg marah itulah akibat dari semua kelakuanmu pada anak2 dan suamimu karena Nadia terlalu terlena dgn kemewahan sehingga melupakan suami dan anak2 nya , jgn sampai Nadia mencelakakan Revana Thor .
Ririn Susanti
ayo nadia beli kulkas biar gk panas
Randa kencana
Ceritanya sangat menarik 🥰
Ma Em
Adrian secepatnya klarifikasi berita yg tdk benar jgn sampai menghancurkan segalanya , beritahu semua masalah yg ada di keluargaku agar TDK berkepanjangan dan langsung bungkam orang2 yg ingin menjatuhkan mu Adrian .
kalea rizuky
hmmm apapun alesannya selingkuh tetap g bs di benarkan paham
Anita Rahayu
TOLONG THOR BUAT NADYA MALU KARNA JADI ISTRI DAN IBU YG GAGAL DIA DI CERAIKÀN KARNA TUKANG BELANJA GK URUS SUAMI DAN ANAK TITIK
DAN UTK RANI BUAT DIA SADAR DIRI KERJA JGN NGAREPIN MANTAN KAKAK IPAR UNTUK BIAYA HIDUPNYA BUAT VIRAL👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌😈😈😈😈😈😈😈😈😈😈😈😈😈
Ma Em
Selamat untuk Alesya yg sdh diterima di kedokteran dan juga Alesya tdk terhasut sama Rani dan Nadya yg ingin memecah belah Adrian dan Revana .
Anita Rahayu
Thor langsung ke penjara aja karna ke tangkep tangan usaha nyelakainnya gagal sama adiknya biar tobat tuh 2 benalu😈😈😈😈😈😈😈😈😈😈
Ma Em
Adrian benar Alesya hrs hati2 sama Rani karena dia akan berbuat jahat pada Alesya , pokonya Alesya jgn sampai lengah jgn percaya mulut manis tapi berbisa apalagi Rani emang sdh TDK suka pada Alesya .
refinorman norman
💪 thor,,, up lagi donk
Ma Em
Rani yg tdk tau malu dan tak tau diri wajar Alesya masuk kuliah di kedokteran karena bapaknya mampu membiayai kuliah anaknya lah si Rani cuma ipar minta dibayarin juga uang kuliahnya mending kalau Nadya kelakuan nya benar dan baik2 sama anaknya yg ada di otak Nadya cuma uang ..uang dan uang ga ada yg lain dasar keluarga benalu kamu Rani dan keluargamu .
Anita Rahayu
buat nadya kalah di persidangan DAN
dia jadi gembel kalau butuh uang harus kerja biar dia tau capeknya jadi adrian kayak mana
MANTAP GK THOR🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣😈
Ma Em
Nadya nekad menjual semua perhiasannya demi untuk memenangkan gugatan harta Gono gini yg banyak , tapi blm tentu dapat Nadya y perhiasan yg ada saja kamu jual takut nanti setelah habis simpananmu sidangnya kalah Nadya dapat zonk .
Ma Em
Semoga keputusan Adrian untuk berpisah dgn Nadya tdk ada hambatan dan dimudahkan di segala urusannya .
Ma Em
Nadya itu akibat kelakuanmu yg sdh mengabarkan kan suami dan anak2 mu , Nadya tdk akan bisa lagi membuat Adrian kembali pada Nadya karena sekarang Adrian sdh punya istri yg mau mengurus kebutuhannya dan juga anak2 nya dan Nadya sdh kalah telak dari Revana , terima saja nasibmu Nadya yg tdk bisa berfoya foya lagi .
Ma Em
Nadya ngaku istrinya Adrian tapi tdk pernah mengurus rumah tangganya suami dan anak2 nya dia abaikan sekarang Nadya nuntut haknya dari Adrian sedangkan kerjaannya cuma foya2 menghabiskan uang Adrian .
Ma Em
Alesya berani kasih tau mamanya tentang Adrian sdh nikah lagi dgn Revana yg membuat Nadya jadi sock karena tdk menyangka Adrian berani nikah lagi , makanya Nadya punya suami itu dilayani dgn baik bkn cuma dijadikan ATM berjalan doang uangnya mau tapi suami dan anak2 nya tdk diperhatikan
Ma Em
Nadya mau anak2 nya kembali tinggal bersama nya tapi kelakuan nya sangat kasar pada Andrew dan Alesya mana mau anaknya tinggal dgn Nadia malah lbh berpihak ke ibu tiri karena Revana baik bisa ngemong dan sayang sama mereka berdua
Ma Em
Pasti Adrian ngamuk tuh langsung ceraikan saja Nadya jgn biarkan Nadya merusak mental Andrew dan Alesya malah akan membuat anak2 jadi trauma nanti .
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!