Dunia Kultivator adalah dunia yang sangat Kejam dan Keras. Dimana yang kuat akan berkuasa dan yang lemah akan ditindas. Tidak ada belas kasihan, siapapun kamu jika kamu lemah maka hanya ada satu kata untukmu yaitu "Mati".
Dunia yang dipenuhi dengan Keserakahan dan Keputusasaan. Dewa, Iblis, Siluman, Monster, Manusia, dan ras-ras lainnya, semuanya bergantung pada kekuatan. Jika kamu tidak ingin mati maka jadilah yang "Terkuat".
Dunia yang dihuni oleh para Predator yang siap memangsa Buruannya. Tidak ada tempat untuk kabur, apalagi bersembunyi. Jika kamu mati, maka itu sudah menjadi takdirmu karena kamu "Lemah".
Rayzen, salah satu pangeran dari kekaisaran Awan putih, terlahir dengan kekosongan bakat. Hal itu tentunya membuat Ia tidak bisa berkultivasi. Ia dicap sebagai seorang sampah yang tidak layak untuk hidup. Banyak dari saudara-saudaranya yang ingin membunuhnya.
Tetapi tanpa diketahui oleh siapapun, Reyzen ternyata memiliki keberuntungan yang membawanya menuju puncak "Kekuatan".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RantauL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31. Masalah Baru
Wang Ji menahan napas sejenak, matanya berbinar. "Ini... Ini bukan barang sembarangan. Jika benar barang-barang berharga ini pangeran jual di paviliunku, aku akan sangat berterimakasih. Aku akan menjualnya di paviliunku, tentunya dengan kesepakatan bagi hasil yang wajar."
Ray Zen mengangguk. "Itu yang aku harapkan paman. Sebagai bentuk kerjasama yang baik, aku takkan meminta bayaran sepeser pun untuk batch pertama ini. Anggap saja sebagai pembuka jalan."
Wang Ji tersenyum puas, lalu mengambil secangkir teh dan meneguknya perlahan. Setelah itu, ia memandang Ray Zen dengan serius. "Kalau begitu, aku juga punya tawaran khusus untukmu, Pangeran Ray. Dua bulan dari sekarang, kami akan mengadakan lelang besar-besaran. Acara tahunan yang hanya diikuti oleh kalangan atas dari seluruh wilayah Kekaisaran Awan Putih. Jika pangeran tertarik, aku akan memberikan tempat khusus di acara tersebut untukmu."
"Lelang, ya?" Ray Zen tampak tertarik, wajahnya kembali menunjukkan senyuman khasnya. "Mungkin akan ada hal-hal menarik di sana..."
Wang Ji tertawa pelan. "Tentu saja. Dunia ini penuh dengan kejutan pangeran. Dan lelang
Paviliun Lotus Emas... adalah salah satu tempat di mana banyak kejutan itu terjadi."
...*****
...
Waktu berjalan cepat, cahaya matahari perlahan menghilang di balik cakrawala barat, digantikan oleh cahaya rembulan yang menggantung anggun di langit malam. Rembulan tampak utuh malam ini, menyinari atap-atap bangunan Istana Kekaisaran Awan Putih dengan kilau perak yang lembut.
Ray Zen dan para pengawalnya telah kembali ke Istana Kekaisaran sejak beberapa saat lalu. Namun, suasana istana malam ini terasa berbeda—lebih sunyi, lebih berat. Tidak seperti biasanya, tak banyak pelayan atau prajurit berlalu-lalang. Hanya segelintir penjaga berdiri di sudut-sudut penting, berjaga dalam diam dengan tatapan penuh kewaspadaan.
Ray Zen, setelah membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan jubah formal namun sederhana, melangkah cepat menyusuri lorong istana yang panjang. Bayangan tubuhnya menari di lantai marmer mengilap yang diterangi lentera-lentera gantung. Langkahnya mantap, tapi ada
ketegangan samar di sorot matanya—ia bisa merasakan bahwa malam ini bukanlah pertemuan biasa.
"Aula Utama," gumamnya pelan. "Ayah jarang sekali mengumpulkan orang-orang penting istana sekaligus, kecuali ada sesuatu yang sangat genting."
Setibanya di depan pintu besar Aula Utama, dua pengawal berpakaian perak berlambangkan Kekaisaran Awan Putih segera membukakan pintu tanpa sepatah kata pun. Di dalam, aula telah dipenuhi oleh para petinggi kekaisaran serta para pangeran dan putri lainnya. Semua telah duduk ditempatnya masing-masing dalam formasi rapi, menunggu dengan tenang namun penuh rasa penasaran.
Di ujung aula, di atas singgasana emas yang megah, duduklah Kaisar Jack Zen—ayah Ray Zen. Meski usianya tepat setengah abad, aura kekuatan dan karismanya masih memancar kuat. Di sebelah kanan dan kirinya duduk keempat Permaisuri Agung, sementara di sisi kanan dan kirinya lagi, yang sedikit lebih rendah duduk Jendral utama Gan Che dan kedua penasehat kekaisaran.
Begitu Ray Zen masuk, semua mata sempat melirik padanya, namun segera kembali tertuju ke arah Kaisar. Ray Zen mengambil tempat di antara para pangeran lainnya, sedikit didepan Ren Zen adiknya.
Suasana hening. Hanya suara angin malam yang sesekali terdengar menerobos celah langit-langit jendela yang besar.
Kaisar akhirnya bangkit dari singgasananya. Suaranya tenang, tapi dalam dan bergema kuat di seluruh ruangan. "Beberapa bulan yang lalu, salah satu kota kecil di wilayah timur kekaisaran kita diserang oleh
sekelompok bandit yang menyebut diri mereka Bandit Serigala Darah." Ia berhenti sejenak, matanya menyapu seluruh hadirin, menilai reaksi mereka sebelum melanjutkan.
"Para bandit itu tidak hanya merampok dan membunuh, mereka juga membakar desa-desa, menyandera penduduk, serta menjadikan wanita dan anak-anak sebagai budak."
Desahan pelan dan bisik-bisik mulai terdengar dari para petinggi kekaisaran. Ekspresi para pangeran pun berubah; beberapa tampak terkejut, sementara yang lain menunjukkan kemarahan yang tertahan.
"Awalnya," lanjut Kaisar, "aku hanya mengirim dua tim Pemburu Kekaisaran untuk menumpas bandit itu. Tapi tidak satu pun dari mereka yang kembali. Aku berpikir hal itu hanya kesialan... maka aku kembali mengerahkan seribu prajurit, yang dipimpin langsung oleh Panglima Lei Duan. Namun..."
Kaisar mengepalkan tangannya. Sorot matanya tajam dan penuh tekanan. "...hasilnya tetap nihil. Mereka semua lenyap. Tanpa jejak. Kota itu kini benar-benar terputus dari kekuasaan pusat."
Suasana aula menjadi lebih hening dari sebelumnya. Bahkan suara napas pun terdengar jelas.
Tiba-tiba, dari antara barisan pangeran, Ray Zen berdiri dari kursinya. Tatapannya tegas, tidak ragu sedikit pun. Ia menghadap langsung sang Kaisar. "Ayahanda, izinkan hamba yang menyelesaikan masalah ini."
Semua kepala langsung menoleh ke arah Ray Zen. Kaisar pun menatap putranya itu dengan sorot tajam. Permaisuri Mei Ling yang duduk disebelahnya juga sama. Terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan Ray Zen.
"Kau ingin menghadapi Bandit Serigala Darah... seorang diri?" tanya salah satu penasehat.
Ray Zen menggeleng pelan. ―Tidak seorang diri. Aku akan bersama paman Bai Hu dan para pengawal pribadiku yang lain. Tidak perlu membawa sejumlah prajurit, karena itu hanya akan menjadi sasaran empuk bagi lawan yang tidak biasa. Kami akan menyelidiki, menyusup, dan memusnahkan para bandit itu Ayah."
Pangeran Fui Che menyeringai tipis. "Terlalu berani untuk seseorang yang tidak bisa berkultivasi sepertimu ikut melawan bandit itu, Ray Zen."
"Hahaha.., kau tidak sadar akan kondisimu sendiri, dasar sampah!" tambah Putri Zee Xia, yang disambut dengan gelak tawa oleh semua petinggi kekaisaran.
Namun Ray Zen tidak terpancing. Ia tetap menatap Kaisar. "Dengan hormat, Ayahanda, hamba percaya ini bukan sekadar kelompok bandit biasa. Mereka bisa mengalahkan dua tim Pemburu Kekaisaran dan seribu prajurit tanpa jejak? Pasti ada kekuatan lain di balik kekuatan mereka. Dan kekuatan itu perlu diungkap... sebelum terlambat."
Kaisar terdiam, menimbang. Ia tahu seberapa berbahayanya Bandit Serigala Darah itu. Apalagi mengingat kondisi Ray Zen
yang bukanlah seorang kultivator, mengirimnya kesana sama saja dengan mengantarkan nyawa.
Tetapi disisi lain, para pengawal Ray Zen juga bukanlah orang-orang sembarangan. Bai Hu yang merupakan mantan jendral ke-1 kekaisaran, Han Yu yang merupakan Penyihir Brutal, penyihir terkuat di kekaisaran Awan Putih, dan tiga orang lainya yang kekuatannya masih misterius dan tidak bisa dianggap remeh.
Jendral utama Gan Che yang berada di samping Kaisar pun ikut bicara, "Dengan hormat, Yang Mulia, metode pangeran Ray Zen ini memang berisiko... namun bisa jadi itulah yang kita butuhkan. Dengan kekuatan para pengawal pribadi pangeran Ray Zen, sedikit kemungkinan para bandit itu untuk menang."
Permaisuri Mue Che dan Fui Che sendiri segera melirik kearah Gan Che, seolah bertanya apa maksud dari perkataannya itu. Tetapi ketika Gan Che memberikan sedikit gerakan kode, merekapun segera mengerti apa maksudnya.
Dengan banyak pertimbangan, akhirnya Kaisar menghela napas panjang. "Baiklah. Aku akan memberimu izin Ray. Tapi kau harus ingat keselamatanmu adalah hal yang
paling utama, jika terjadi sesuatu padamu, maka aku sendiri yang akan turun tangan untuk membasmi para bandit itu."
"Hamba mengerti, Ayahanda." jawab Ray Zen, mengepalkan tangan di depan dada.
"Tunggu..," permaisuri Mei Ling ikut bicara, "Kau yakin dengan keputusanmu itu putraku?" tanyanya lembut pada Ray Zen.
"Aku yakin ibu." jawab Ray Zen mantap.
"Satu hal lagi Ray," tambah Kaisar, "Jika kau berhasil kembali dengan membawa
kemenangan, aku akan secara resmi mengangkatmu sebagai Komandan Khusus Istana, dengan otoritas penuh atas Pasukan Khusus.
Ray Zen tersenyum senang, "Hamba mengerti ayahanda." Sementara disisi lain, pangeran Fui Che, Putri Zee Xia dan pangeran-pangeran lainya yang berada disitu merasa keberatan dengan hadiah yang diberikan Kaisar, tapi tidak ada satupun diantara mereka yang berani membantah.
Dengan restu itu, malam itu pun ditutup dengan keputusan besar: Ray Zen akan memulai misinya ke wilayah timur untuk menumpas Bandit Serigala Darah—sebuah kelompok misterius yang entah dari mana asalnya, dan yang telah menjadi duri dalam kekuasaan Kekaisaran.
Namun yang tak diketahui siapa pun di aula itu... adalah bahwa Bandit Serigala Darah bukan sekadar bandit. Di balik nama itu, tersembunyi musuh lama yang seharusnya telah mati puluhan tahun lalu—dan memiliki dendam yang sangat kuat kepada Kaisar Jack Zen dan para keturunannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...