"Perjodohan memang terlihat begitu kuno, tapi bagiku itu adalah jalan yang akan mengantarkan sebuah hubungan kepada ikatan pernikahan," ~Alya Syafira.
Perbedaaan usia tidak membuat Alya menolak untuk menerima perjodohan antara dirinya dengan salah satu anak kembar dari sepupu umminya.
Raihan adalah laki-laki tampan dan mapan, sehingga tidak memupuk kemungkinan untuk Alya menerima perjodohannya itu. Terlebih lagi, ia telah mencintai laki-laki itu semenjak tahu akan di jodohkan dengan Raihan.
Namun, siapa sangka Rayan adik dari Raihan, diam-diam juga menaruh rasa kepada Alya yang akan menjadi kakak iparnya dalam waktu dekat ini.
Bagaimana jadinya, jika Raihan kembali dari perguruan tingginya di Spanyol, dan datang untuk memenuhi janjinya menikahi Alya? Dan apa yang terjadi kepada Rayan nantinya, jika melihat wanita yang di cintainya itu menikah dengan abangnya sendiri? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 : Bicara Empat Mata
..."Hal apapun yang menyangkut hubungan apalagi wanita, tidak akan ada kata yang bisa mencegah seseorang untuk melakukan cara untuk mendapatkan keadilannya."...
...~~~...
Dengan sorot mata tajam dan juga tangan yang sudah di kepal kuat. Pada akhirnya, Rayan tidak bisa menahannya lagi. Ia dengan cepat beranjak dari kursi duduk itu, dengan melangkah menghampiri sosok yang sudah begitu di kenalnya itu.
"Pengkhianat kaku, Bang!" ucap Rayan di dalam hatinya dengan sorot mata tajam menatap tidak suka kepada Raihan yang berada di balik kaca itu.
Dan tidak jauh dari sana, Raina tidak sengaja melihat Rayan yang berjalan masuk ke dalam butik, dan terlihat begitu buru-buru berbeda dari biasanya.
"Itu Rayan mau ke mana ya? Kok buru-buru gitu masuk ke dalam butikku," kata Raina di dalam hatinya, menatap curiga kepada Rayan.
Namun, begitu Raina ingin mengikuti langkah Rayan yang masuk ke dalam butiknya, tiba-tiba saja suara Sindi menghentikan langkahnya itu.
"Eh, Bu Raina tunggu! Ibu belum ganti baju biar saya antar ke ruang ganti," ucap Sindi dengan menatap punggung Raina yang hendak pergi.
Raina dengan segera membalikan badannya dan menatap kepada Sindi. "Ya udah, ayo bantu saya untuk menggantikan baju ini," balasnya karena ia memang kesulitan bergerak dengan baju buatannya itu.
Walupun demikian, Raina memiliki toko butik dan merancang baju butik yang indah. Akan tetapi, untuk memakainya wanita itu tidak biasa, dan sangat kesulitan untuk melangkahkan kakinya itu.
"Baik Bu, mari saya bantu," balas Sindi dengan mendekati Rania dan memegang tangannya, karena wanita itu sulit berjalan dengan menggunakan sepatu hak tinggi.
Raina hanya mengangguk saja. Akan tetapi, ia sempat menoleh ke belakang, dan melihat kepergian Rayan. Ingin menghampirinya, tapi Raina kesulitan jika dalam pakaian seperti ini.
"Biar nanti saja deh aku samperin Rayan," balas Raina dengan menatap punggung Rayan yang sudah masuk ke dalam butiknya.
"Bu Raina, ayo kita ke ruang ganti dulu," ajak Sindi karena Raina masih berdiri di sana, tanpa mengikuti langkahnya.
Raina segera berbalik dan menatap Sindi kembali. "Iya ayo," sahutnya dengan menerima uluran tangan Sindi, karena takut jatuh.
Dengan begitu, Sindi pun segara membantu Raina untuk mengganti pakaiannya itu, sedangkan Rayan sudah masuk kembali ke dalam butik.
***
Lain halnya dengan Rayan, dia langsung menghampiri kembarannya itu, dan menyentuh pundak Raihan yang tengah menemani wanita di sana.
"Bang," panggil Rayan dengan cepat membalikan tubuh itu dengan sedikit kasar, tanpa memperhatikan tatapan semua orang yang sudah tertuju kepada dirinya.
Deg.
Sontak saja Raihan terkejut begitu melihat wajah sang adik yang sudah berdiri di depan matanya, dengan wajah yang terlihat di penuhi oleh amarah yang tertahan.
"Raihan, kamu di sini Dek ...," ucap Raihan dengan sedikit gelagapan, karena bisa pas-pasan dengan adiknya itu, di saat dia sedang bersama Silvi.
"Bisa bicara empat mata sebentar?" tanya Rayan dengan tatapan mata tajam menatap kepada abangnya itu.
Perasan Raihan sudah tidak enak. Apalagi jika Rayan sudah meminta berbicara berdua, dengan tatapan yang tidak aman baginya. Bahkan, Silvi malah terlihat diam saja, dengan santai menggandeng tangan Raihan, walupun tahu yang berhadapan dengan Raihan adalah adik kembarannya itu.
"Ya udah baik, kita bicara di taman situ saja," balas Raihan dengan menyetujui permintaan Rayan.
.
.
.