Novia Anwar adalah seorang guru honorer di sebuah SMA negeri di kota kecil. Gajinya tak seberapa dan selalu menjadi bahan gunjingan mertuanya yang julid. Novia berusaha bersabar dengan semua derita hidup yang ia lalui sampai akhirnya ia pun tahu bahwa suaminya, Januar Hadi sudah menikah lagi dengan seorang wanita! Hati Novia hancur dan ia pun menggugat cerai Januar, saat patah hati, ia bertemu seorang pria yang usianya lebih muda darinya, Kenzi Aryawinata seorang pebisnis sukses. Bagaimana akhir kisah Novia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tangis Pilu
Siang itu, suasana kelas Bahasa Inggris Novia di SMA Harapan Bangsa terasa hidup. Para siswa antusias mengikuti pelajaran, sesekali terdengar tawa riang. Novia tersenyum, hatinya senang melihat murid-muridnya aktif.
Di tengah kesibukan mengajar, ponsel Novia yang ia letakkan di meja guru bergetar. Sebuah nama muncul di layarnya: Tarman, ayahnya. Novia sedikit mengernyitkan dahi. Ayahnya jarang sekali menelepon saat ia mengajar, kecuali ada hal yang sangat penting. Ia meminta izin kepada murid-muridnya.
"Maaf anak-anak, sebentar ya. Ayah saya menelepon." Novia melangkah ke sudut kelas yang agak sepi. "Halo, Pak?" sapanya.
Suara Tarman terdengar panik dan putus asa dari seberang telepon. "Novia... Nak... Tolong... rumah kita..."
Jantung Novia langsung berdebar kencang. Firasat buruk menyelimutinya. "Ada apa, Ayah? Rumah kenapa?" tanyanya, suaranya mulai bergetar.
"Rumah kita... terbakar, Nak!" teriak Tarman, suaranya tercekat dan diselingi isak tangis. "Api besar sekali, Nak! Ayah dan Ibu hampir terjebak!"
Dunia Novia serasa runtuh seketika. Tubuhnya membeku, darahnya berdesir dingin. Semua suara di sekitarnya, tawa siswa, celotehan, seolah lenyap. Hanya suara Tarman yang mengatakan rumah terbakar yang terus bergema di telinganya. Novia shock. Matanya membelalak, napasnya tercekat di tenggorokan.
Ia tak bisa berkata-kata, lidahnya kelu. Kakinya terasa lemas, tak mampu menopang berat tubuhnya. Tangan yang memegang ponsel gemetar hebat. Ponsel itu terlepas dari genggamannya, terjatuh ke lantai dengan suara dramatis dan keras. Layarnya pecah, menampilkan gambar ayahnya yang masih tersambung, namun kini hanya terlihat retakan-retakan.
Novia lemas. Ia terhuyung mundur, menabrak meja guru di belakangnya. Rasa sakit di sikunya akibat benturan itu tidak ia rasakan. Yang ada hanyalah kehancuran yang tiba-tiba datang lagi, menghantamnya tanpa ampun. Rumah yang baru saja menjadi tempat berlindungnya, tempat ia dan orang tuanya menata kembali hidup, kini telah hangus.
Para siswa di kelas, yang awalnya terkejut dengan suara ponsel jatuh, kini menatap Novia dengan khawatir. Mereka melihat gurunya yang selalu ceria, kini berdiri mematung dengan wajah pucat pasi dan mata kosong.
"Miss Novia? Ada apa, Miss?" tanya salah satu siswa, mulai mendekat.
Novia tidak menjawab. Ia hanya bisa terdiam, pikirannya kalut. Bayangan api yang melalap rumah, orang tuanya yang panik, semua itu berputar-putar di kepalanya. Air mata mulai mengalir deras di pipinya, namun ia tak sanggup mengusapnya. Tubuhnya terasa lumpuh.
Keputusasaan yang mendalam kembali melanda. Setelah semua yang ia alami, mengapa lagi-lagi musibah ini datang? Siapa yang sekejam ini hingga tega membakar rumahnya? Semua kebaikan dan harapan yang perlahan ia bangun, kini terasa hancur berkeping-keping.
Seorang siswa lain berlari keluar kelas, memanggil bantuan. Tak lama kemudian, Bu Mariam dan Kenzi tiba di ambang pintu kelas. Mereka melihat Novia yang masih berdiri mematung, ponselnya tergeletak pecah di lantai, dan air mata membasahi wajahnya. Keduanya langsung tahu ada sesuatu yang sangat buruk telah terjadi.
****
Di tengah kekacauan setelah kebakaran rumah kontrakan Novia, Januar dilanda kecemasan hebat. Pikirannya kalut membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia tahu, nasib Diana ke depannya akan sangat ditentukan oleh insiden mengerikan ini. Kalau Kenzi tahu semua ini, siapa pelaku di balik pembakaran itu, maka Diana akan kembali dimasukkan ke penjara, dan kali ini mungkin dengan hukuman yang jauh lebih berat. Januar memijat pelipisnya, stresnya sudah mencapai puncak.
"Bu, kenapa Ibu melakukan ini?!" desak Januar, suaranya parau, menatap Diana yang masih tersenyum puas melihat video kebakaran di ponselnya. "Ini pembakaran, Bu! Ini kejahatan besar! Kenzi tidak akan tinggal diam!"
Diana menoleh ke arah putranya, sorot matanya dingin dan penuh kemenangan. Diana sendiri masa bodoh dengan konsekuensinya. Baginya, melihat Novia hancur lebih penting dari segalanya. Ia tertawa puas, seolah beban berat di dadanya telah terangkat.
"Biar saja dia tahu! Apa peduliku?!" balas Diana, pongah. "Lagipula, mana buktinya kalau Ibu yang melakukannya? Semua sudah hangus! Tidak ada yang akan tahu!"
Januar frustrasi. "Ibu gila! Kenzi itu orang berkuasa! Dia pasti akan menemukan cara! Dia punya banyak koneksi! Ibu bisa dipenjara seumur hidup, Bu!"
"Penjara? Hahahah!" Diana tertawa renyah. "Aku tidak takut! Yang penting wanita sialan itu, Novia, sudah merasakan penderitaan! Dia tidak punya apa-apa lagi sekarang! Dia pantas mendapatkannya!"
Januar tak habis pikir. Bagaimana mungkin ibunya bisa sekejam itu? Hatinya bergejolak antara kemarahan pada Diana dan ketakutan akan nasib ibunya sendiri. Ia tahu betapa jahatnya perbuatan ini. Kebakaran itu bisa saja merenggut nyawa Suryani dan Tarman, orang tua Novia.
"Ibu tidak memikirkan Pak Tarman dan Bu Suryani? Mereka bisa saja meninggal di dalam, Bu!" seru Januar, suaranya meninggi.
Diana mendengus. "Mereka bukan urusanku! Yang penting wanita mandul itu menderita!"
Januar merasa terjebak. Di satu sisi, ia adalah putra Diana dan memiliki kewajiban untuk melindunginya. Tapi di sisi lain, ia tahu bahwa apa yang dilakukan ibunya adalah kejahatan keji yang tidak bisa dibenarkan. Hatinya juga sedikit terbersit rasa kasihan pada Novia, melihat bagaimana wanita itu terus-menerus menderita karena ulah ibunya.
"Aku sudah bilang pada Novia, Ibu tidak akan berbuat onar lagi," ujar Januar, putus asa. "Sekarang bagaimana? Dia pasti akan sangat marah."
Diana tidak peduli. "Biarkan saja! Dia pantas merasakan akibatnya karena sudah berani melawanku!"
Januar mengacak rambutnya, merasa dunia ini terlalu rumit. Hubungannya dengan Karina juga semakin dingin, masalah di kantor belum juga reda, dan kini ia harus menghadapi kejahatan ibunya yang bisa berujung pada hukuman berat. Ia tahu Kenzi tidak akan tinggal diam. Pria itu pasti akan mencari tahu siapa pelakunya.
Januar menatap ibunya dengan tatapan putus asa. Ia tahu bahwa Diana tidak akan pernah berubah. Dendamnya pada Novia telah membutakan segalanya. Ia hanya bisa berdoa agar ia bisa selamat dari badai yang akan datang, yang kemungkinan besar dipicu oleh tindakan keji ibunya sendiri.
****
Setelah menerima kabar mengerikan tentang kebakaran rumah, Kenzi segera mengantar Novia pulang. Perjalanan terasa begitu berat, dipenuhi keheningan yang mencekam. Novia hanya bisa menatap keluar jendela dengan mata kosong, air mata tak henti mengalir. Firasat buruknya kini menjadi kenyataan pahit.
Sesampainya di lokasi, Novia terhuyung keluar dari mobil Kenzi. Di hadapannya, rumah kontrakan yang sudah rata dengan tanah itu tampak seperti arang, menyisakan puing-puing hangus dan asap tipis yang masih mengepul. Seluruh harta benda mereka, kenangan, dan harapan untuk hidup tenang, kini telah musnah menjadi abu.
Suryani terduduk lemas di tanah, dikelilingi beberapa tetangga yang mencoba menenangkannya. Wajahnya pucat pasi, matanya merah sembab, dan bibirnya bergetar tak henti. Ia terus-menerus berteriak histeris melihat rumah kontrakan mereka kebakaran, mengulang-ulang kata "habis... habis..." hingga suaranya serak.
"Ibu! Ayah!"" seru Novia, ia berlari menghampiri orang tuanya, tak peduli dengan perih di kakinya. Ia memeluk Suryani erat-erat.
"Novia... Nak... rumah kita... habis, Nak..." isak Suryani, tubuhnya gemetar hebat. Ia menunjuk ke arah puing-puing. "Semua... semua hilang..."
Tak lama kemudian, di tengah isak tangis dan teriakan histeris itu, Suryani ambruk. Suryani pingsan. Pak Tarman, yang sejak tadi berusaha tegar, panik melihat istrinya tak sadarkan diri.
"Bu! Ibu!" seru Tarman, menepuk-nepuk pipi Suryani. Beberapa tetangga segera membantu Tarman mengangkat Suryani ke tempat yang lebih teduh.
Kenzi melihat semua itu dengan tatapan marah. Ia mengepalkan tangannya, amarahnya memuncak melihat penderitaan Novia dan keluarganya. Ini sudah keterlaluan. Ia yakin ini bukan sekadar kecelakaan. Ia curiga ada dalang di balik semua ini, dan dugaannya langsung tertuju pada satu nama: Diana.
Dengan cepat, Kenzi mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. "Saya ingin Anda segera datang ke lokasi ini," perintah Kenzi dengan suara tegas, memberikan alamat kontrakan Novia. "Kumpulkan semua informasi, cari tahu penyebab kebakaran ini. Saya ingin tahu siapa dalang di balik semua ini."
Ia menatap Novia, yang masih berdiri mematung di antara puing-puing, air mata terus mengalir di pipinya. "Novia, Anda dan orang tua Anda akan tinggal di tempat yang lebih aman. Saya akan urus semuanya."
...baca nya cerita nya penuh dgn caci maki