Aidol atau idol. Adalah istilah yang lumrah di zaman ini karena kehadirannya yang telah masif.
Chandra Kirana adalah salah satunya. Ia yang mulai dari nol, tak pernah berpikir untuk menjadi seorang idol.
Namun, ia "terperosok" ke dalam dunia itu. Mulai saat itu, dunianya pun berubah.
Dunia yang dipenuhi estetika keindahan, ternyata banyak menyimpan hal yang tak pernah terduga sebelumnya.
(Update setiap hari selasa, kamis, Sabtu dan minggu.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baginda Bram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Aku duduk manis kembali. Mulai mengeluarkan novelku tanpa mempedulikan keriuhan yang ada di bilik sebelah.
Mungkin saking ramainya, suara bising mereka sampai ke telingaku. Beberapa ada yang berteriak riang paska dari bilik itu.
Sudah membaca dua lembar, seseorang terlihat datang. Berjalan ke arah staf. Menyodorkan kertas yang ada di tangannya.
Sesaat, ia berjalan ke arahku. Seketika itu, aku merasakan sensasi yang menyengat hidung. Meski begitu, aku mencoba tersenyum senatural mungkin.
Kami saling sapa. Aku mencoba bertingkah layaknya tak terjadi apa-apa. Meski harus menahan nafas, aku tetap mengobrol dengannya.
Aku berkenalan, namanya Budi. Ia bilang kalau ia suka berkenalan dengan banyak orang. Makanya ia bisa nyasar kemari karena ia membeli semua tiket. Termasuk tiket untuk semua generasi 3 tanpa terkecuali.
Aku mencoba bernafas sedikit demi sedikit. Aroma bercampur aneh yang merengsek hidung, membuatku mual. Tapi tetap bisa kutahan.
Staf Memotong pembicaraan kami. Setelah saling mengucap salam perpisahan, ia keluar. Sepuluh detik lebih aku bertahan. Barulah bisa bernafas lega.
Tak lama, datang lagi seorang pria. Dugaanku umurnya di atas 30. Dengan perawakan perut yang maju.
Kupikir ia staf, tapi tak ada kalung apapun yang ia kenakan. Kupikir, ia menemani seseorang atau sedang tersesat?
Tak kusangka ia menyodorkan tiket pada staf yang ada di depanku. Ia tersenyum dengan gigi yang pudar warna putihnya. Menjabat tanganku tanpa ragu. Ia menyapaku, memperkenalkan namanya.
Seorang yang bekerja sebagai pegawai, paparnya. Ia memujiku. Katanya aku cantik dan memiliki sifat yang menarik. Aku berterima kasih.
Ia bercerita kalau pekerjaannya sedang sulit. Hubungannya dengan rekan kerjanya memburuk. Membuat istirahatnya terpangkas. Ia menunjukkan kantung matanya yang memang terlihat tebal.
Sepanjang ceritanya, aku hanya mengangguk-angguk kepala dan sedikit berkomentar. Staf menjegalnya, katanya waktu yang ia miliki sudah habis.
Di akhir, ia berterima kasih karena sudah menyimak dengan baik semua ceritanya. Aku kembali tak enak hati. Ia bercerita cukup lama namun aku hanya bisa mendengarkannya saja sambil merespon kecil.
Apa cukup hanya dengan mendengarkan? Kuharap ia tidak kecewa.
Tanpa sadar sesi senggangku berakhir. Dari hasil perhitunganku, delapan orang sudah mampir. Membuatku tak terlalu menganggur.
Sebelum aku meninggalkan bilik, kucatat nama-nama mereka dalam novel bawaanku. Sengaja, agar ketika mereka kembali nanti, aku tak lupa memanggil nama mereka.
Meski aku tak tahu kalau mereka akan datang lagi atau tidak. Yang jelas, aku hanya ingin menghargai mereka.
Oh iya! Aku jadi ingat kalau aku bisa membuat postingan media sosial.
Aku mengeluarkan peralatan make up. Bercermin. Memeriksa barangkali ada yang janggal dari penampilanku. Mungkin karena aku tak banyak bergerak, tak ada perubahan yang berarti.
Kuambil ponsel. Kunyalakan fitur foto. Rasanya aneh kalau foto sendiri. Seperti ada yang kurang karena biasanya aku tak pernah berswafoto.
Aku memutar jarak pandang, Yuna masih belum beranjak. Sepertinya ia belum sadar kalau sesi telah berakhir.
Kuambil lengannya. Ia yang terkejut, menoleh ke arahku. Ia langsung peka melihat ponsel di tanganku. Sontak tangan kanannya terangkat. Membentuk pose peace.
Aku sontak ikut. Berpose sama, namun menggunakan tangan kiri. Beberapa kali kupotret. Foto yang ciamik telah bersarang di galeri.
Kubuka media sosial. Kupilih salah satu, Kuposting foto yang menurutku paling bagus. Sebelum kuposting, kuisi caption-nya terlebih dahulu.
Terima kasih ya! Sudah datang ke tempatku. Semoga kalian enggak kapok ya hehe ...
Kurasa cukup. Setelah postinganku mengudara, aku segera kembali ke ruang khusus untuk istirahat. Kebetulan, aku juga belum mengisi perutku siang ini.
...----------------...
Perutku telah terisi dengan baik. Sekarang fokus ke penampilan yang akan kami suguhkan. Kami harus menampilkan dua lagu. Lagi-lagi menjadi penampil pembuka.
Di sela waktu yang tersisa, aku pemanasan terlebih dahulu. Waktu berjalan dengan cepat. Matahari yang tadinya menerangi, dengan cepat tergelincir. Tiba saatnya kami bersiap. Memakai outfit stage yang sesuai dengan lagu.
Outfit yang sama dengan yang dipakai ketika pembuatan MV kemarin. Dengan detak jantung yang cepat, aku dan yang lainnya berjalan menuju panggung.
Kalau dipikir penampilan ini adalah penampilan ketiga kami di khalayak bersama dengan generasi ketiga.
Kali ini aku dipenuhi dengan semangat untuk memberikan penampilan yang terbaik. Aku merasakan campuran antara gugup dan kegembiraan saat berjalan menaiki panggung yang masih redup cahayanya.
Aku memegang ujung rok dengan erat, dan tangan kananku menenteng mikrofon. Meski jantungku tak terkendali, aku merasa antusias untuk membalas mereka yang telah rela merelakan uangnya hanya untuk menyapaku.
Meski sedikit yang memperhatikanku dan sering kali tertutup oleh teman yang ada di barisan depan, aku tak menyangka masih ada yang datang.
Langkahku mantap diikuti dengan gerakan ringan kakiku yang mengikuti irama musik. Aku merasa seperti menari bersama alunan lagu.
Aku bergerak dengan gerakan yang sama. Di saat yang sama memberikan sentuhan pribadi pada gerakanku agar terlihat estetik.
Memang seperti dilebihkan. Tapi, aku cuma ingin memberikan penampilan yang menyenangkan dan menghibur.
Ekspresi wajahku pun dipenuhi dengan semangat. Beberapa penonton pun meneriakkan nama-nama kami di sela-sela lagu.
Saat penampilan berakhir, sorak sorai penonton menggema di seluruh ruangan. Di antaranya ada yang meneriakkan namaku.
Meski tenggelam oleh suara-suara yang lain. Tak salah lagi itu namaku. Aku merasa puas dengan penampilanku dan senang. Setelah dua lagu kami habiskan, kami turun dari panggung.
Di balik panggung, aku melihat senior-senior kami telah memakai outfit-nya dan berdandan dengan sangat cantik.
Aku tersenyum, mereka tampak seperti rombongan kunang-kunang yang menerangi gulita. Begitu kami turun, mereka naik satu persatu.
Apa cuma perasaanku atau apa, kalau sorak sorai yang mereka dapatkan lebih dahsyat di banding kami? Yah, wajar saja. Mereka adalah ujung tombak grup ini.
Mereka mulai menampilkan penampilan mereka. Aku lagi-lagi terperanah. Aku merasa jarak di antara kami masihlah sangat amat jauh.
Aku, Viola dan Anna menyaksikan mereka dari balik panggung. Rasa kagum belum habis, aku mulai merenung.
Apa yang membuat penampilan mereka begitu istimewa? Apa yang membuat penonton lebih tergila-gila pada mereka?
Aku merenung sambil melihat langkah-langkah mereka yang begitu tegas dan ekspresif.
Aku mulai menyadari bahwa itu bukan hanya soal gerakan yang sempurna, tetapi juga tentang bagaimana mereka menyampaikan emosi dan koneksi dengan penonton.
Mungkin pernyataanku sedikit aneh, tapi mereka seakan-akan menyatu dengan penonton.
Apa aku bisa seperti itu juga? Rasanya perjalananku masih sangatlah panjang.
Punggungku ditepuk. Aku yang sedang fokus terpukau, membuyarkan lamunanku.
"Kamu tadi tampil bagus, Kirana. Aku suka dengan keberanianmu." bisik seorang wanita disertai dengan senyuman hangat.
Aku makin terperanjat. Bisa-bisanya seorang miss Myeong bilang hal seperti itu padaku.
Apa aku tidak salah dengar?