"Ayo kita bercerai.." Eiser mengucapkannya dengan suara pelan. Kalea tersenyum, menelan pahitnya keputusan itu.
"Apa begitu menyakitkan, hidup dan tinggal bersama sama denganku?" tanyanya, kemudian menundukkan kepalanya. "Baik, aku akan menyetujui perceraiannya, tapi sebelum aku menyetujuinya, tolong beri aku waktu sebulan lagi, jika dalam waktu sebulan itu tidak ada yang berubah, maka kita resmi menjadi orang asing selamanya.."
Eiser mengangguk, keputusannya sudah bulat. Bagi Eiser, waktu sebulan itu tidak terlalu lama, dia akan melewati hari hari itu seperti biasanya, dan dia yakin tidak ada yang berubah dalam waktu sesingkat itu!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N. Egaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Suasana mansion kembali hening dan dingin, Kalea dan Eiser kembali acuh tak acuh seperti dulu. Bahkan para pelayan jadi ikutan hening dalam mansion itu.
Saat di meja makan, Eiser berusaha berbicara dengan Kalea. Namun wanita itu segera memotongnya tanpa merasa bersalah.
"Kalea, apa_" ucapan belum selesai.
"Fiona, tolong bawa makanan ini ke dalam kamarku, aku jadi ingin makan sendiri disana," ucapnya.
"Baik nona,"
Kemudian Kalea bertanya pada Eiser. "Apa kau ingin bicara sesuatu tadi?" tanyanya.
"Itu.. tidak jadi," Eiser menahan diri.
"Kalau begitu, selamat makan." Kalea meninggalkan ruangan itu.
"Ya," balas Eiser datar.
Suasana kembali hening dan dingin. Para pelayan ikut merasakan hawa dingin yang mencekam itu, mereka tidak tau harus berbuat apa untuk mengubah situasi itu.
Eiser meletakkan sendok dan garpunya di atas meja, dia bangun dan berkata. "Aku tidak berselera, buang saja makanannya."
"Ba-baik tuan!" para pelayan mulai berkemas.
Sementara itu di dalam kamar, Kalea juga tidak mau menyentuh makanannya. Dia tidak berselera makan sendirian.
"Dasar pria dingin!" ketusnya.
Clek! Suara pintu yang terbuka dan tertutup kembali, Fiona menggelengkan kepalanya. Dia sudah terbiasa dengan sikap majikannya yang begitu.
"Apa mau di buang juga?" tanya Fiona.
"Jangan mubazir," jawab Kalea dengan nada kesal.
"Haa.." Fiona menghela nafas, kemudian mendekati Kalea.
Fiona menggenggam tangan Kalea dan berkata. "Jika nona tidak berselera makan sendirian, lebih baik temui Tuan Eiser sekarang, sepertinya dia juga sama seperti nona," ucap Fiona tenang.
"Dia tidak memakan makanannya?" tanya Kalea.
Fiona mengangguk dan berkata, "Ya, dia bilang dia tidak berselera, dan meminta para pelayan membuang makanannya," ujarnya.
"Lalu. Bagaimana caranya dia minum obat?" tanyanya.
"Nah, kalau nona khawatir.. Lebih baik nona temui dia sekarang, hanya nona yang bisa melakukannya." ucap Fiona lagi.
"Ka-kalau begitu, aku akan segera kesana.." Kalea pun bersiap siap.
'Apa dia benar benar berniat untuk mati? padahal aku tidak ingin menjadi beban dalam hidupnya, aku ingin dia terus hidup walau tanpa aku disisinya!' monolog Kalea.
Kalea melangkah dengan cepat, dia tidak mau Eiser minum obat dengan perut yang kosong. Di saat yang sama juga, Kalea bertemu dengan Dyroth.
Mereka pun saling berhadapan di depan pintu ruangan kerja Eiser. "Apa kabar, Kalea?" tanyanya.
"Baik. Sangat baik," jawab Kalea dingin.
"Apa kau ingin menemui suamimu?" tanya Dyroth lagi.
"Apa kau pikir aku kesini untuk menemui orang lain?"
"Ya, mungkin kau tau akan datang kesini?" balasnya dengan santai.
"Heh! Perasaanmu terlalu tinggi!" ketus Kalea.
"Apa kau tidak merasakan apapun dengan cincinnya?"
"Cincin?" Kalea ingat, saat itu dia melihat cincin di jari manisnya. Tapi cincin itu hilang setelah beberapa saat setelah dia berpelukan dengan Eiser waktu itu.
"Kau tidak ingat?" Dyroth terlihat heran.
"Aku ingat. Hanya saja lihat, tidak ada kan?" tanyanya sambil mengulurkan tangannya di depan Dyroth.
Dyroth tersenyum. Kemudian memegang tangan Kalea lalu mengecupnya. Cup!
"A-Apa yang kau lakukan?" tanya Kalea dengan wajah yang memerah.
"Kau ingin melihat cincinnya kan?" tanya Dyroth, detik berikutnya cincin itu pun mulai terlihat.
"Cincinnya masih ada?" Kalea begitu takjub, Dyroth masih memegang tangannya.
Di saat yang sama juga, pintu ruangan itu pun terbuka, disana ada Sir Lois dan Eiser, mereka melihat dengan jelas situasi yang romantis itu.
"I-ini tidak seperti yang kalian lihat!" tegas Kalea, dia menarik tangannya dan segera masuk ke dalam ruang kerja itu.
Sir Lois mempersilahkan Kalea masuk, begitu Dyroth bergerak ingin masuk, dia menghalanginya. "Urusan Wilayah Isyarh di serahkan Eiser padaku, jadi ayo ikut ke ruanganku," ucap Sir Lois dingin.
"Tapi ini sesuatu yang harus Eiser sendiri yang urus, dan juga aku membawa kabar tentang Ibu mertuanya," ucap Dyroth yang tak kalah dingin.
Sir Lois tetap bertahan, dia terus menghalangi pintu masuk itu dan mempersilahkan Dyroth berjalan ke ruangan lainnya.
Dyroth mau tidak mau akhirnya bergerak ke arah yang Sir Lois arahkan. 'Si brengsek itu, begitu tau aku dan dia akan bertemu setiap ada urusan, dia mengubahnya dengan menyerahkan urusan itu pada bawahannya, dia terlalu licik menggunakan kekuasaannya!'
Sementara itu, Kalea berhadapan dengan Eiser.
"Ada apa?" tanya Eiser dingin. Dia masih mengingat kejadian tadi.
"Aku kesini untuk memastikan sesuatu," jawab Kalea.
"Memastikan Dyroth tiba dengan selamat?" tanyanya dingin.
"Apa?" Kalea kesal. Dia tau Eiser masih salah paham tentang kejadian tadi.
Detik yang sama, Eiser juga melihat cincin di jari Kalea, walau cuman sebentar, Eiser tau cincin itu ialah cincin permata milik keturunan keluarga Dyroth.
"Kau salah paham tentang itu!" tegas Kalea.
"Aku pikir, sesiapa pun akan salah paham saat melihat pasangannya sedang melakukan adegan romantis di depan matanya," ujarnya.
"Dengarkan dulu, aku dan dia_" kalimat tidak selesai.
"Kau memiliki cincin keturunannya, itu berarti kalian sudah melakukan permohonan dengan cincin itu, dan sekarang kau adalah bagian dari sihirnya," ucapnya dingin.
"Tunggu, apa?" Kalea sedikit bingung.
"Aku tidak peduli dengan hubungan kalian, namun satu hal yang perlu kalian lakukan, jangan sampai ketahuan orang lain.. Selagi kita masih dalam pernikahan, aku tidak ingin istriku menggatal ke pria lainnya, paham?"
"Apa katamu?"
"Jangan mengelak, itulah kenyataannya," ucapnya dingin.
"Tapi_" ucapannya terpotong lagi.
"Kau tau Kalea, aku bisa saja menghancurkan hidup kalian berdua dengan mudah, tapi aku masih berbaik hati mempertahankanmu, karena kamu istriku, tapi bagaimana dengan dia? Apa kau ingin melihatnya hancur?" tanya Eiser dengan dingin.
'Aku tidak peduli hidupnya hancur, hanya saja masalah seperti ini bisa berakibat buruk untuk hubungan kami dikemudian harinya, apa yang harus aku lakukan?'
Kalea menggelengkan kepalanya, dia memilih diam dan mendekati Eiser. Disana ada beberapa roti dan juga obat obatan, dia segera mengambilnya kemudian kembali mendekati Eiser.
Matanya berkaca kaca mengingat tajamnya perkataan Eiser barusan. 'Menggatal katanya, apa dimatanya aku terlihat seperti itu?' tanyanya.
Kalea menyodorkan roti itu ke depan mulut Eiser, Eiser terlihat kesal, tapi dia juga tidak bisa menolak Kalea saat itu.
Dia pun membuka mulutnya sedikit, dan Kalea mulai menyuapkan roti ke dalam mulutnya. Eiser mengunyah roti itu dengan perlahan, dan untuk sejenak, kekesalan Eiser sedikit teralihkan.
Dia menatap Kalea dengan mata yang sedikit lebih lembut, dan Kalea bertanya.
"Sudah lebih baik?" tanya Kalea, suaranya lembut.
Eiser tidak menjawab, tapi dia mulai terlihat jauh lebih tenang dari yang tadi.
Kalea tersenyum walau perasaannya masih sakit, dia terus menyuapkan roti itu ke dalam mulut Eiser lagi, Eiser menerima suapan itu dengan diam, tapi dia tidak bisa menyembunyikan kalau dia begitu berselera saat Kalea yang menyuapkannya.
'Syukurlah, dia sudah memakan rotinya hingga habis, sekarang waktunya minum obat dan ganti perbannya,' monolog hati Kalea.
Sett! Eiser menahan tangan Kalea. "Malam ini, aku benar benar tidak bisa membiarkanmu pergi, tunggu aku di kamar ya," ucap Eiser pelan.
"Aku kan sudah bilang, aku akan memikirkannya."
"Tapi surat perjanjian itu, kau bilang suami istri harus tidur bersama sama," ucapnya lagi.
"Aku tau, aku sendiri yang menulisnya," jawab Kalea.
"Lantas. Mengapa kau harus memikirkannya?" tanya Eiser.
"Eiser, kau ingat? Kau pernah bilang, kau punya prinsip yang harus kau pegang, namun terkadang.. kau bilang kau tidak bisa memegang prinsip itu sendiri, itu juga berlaku untukku, aku hanya meniru apa yang kamu lakukan kepadaku," ucap Kalea, kemudian dia pamit dan pergi.
Eiser menatap nanar obat obatan itu, kemudian dia kembali bekerja seperti biasa. 'Aku pikir, akan lebih baik kalau obat obatan itu juga dia suapkan ke dalam mulutku,' ucapnya dalam hati.
.
.
.
Bersambung!