"Ka-kakak mau apa?"
"Sudah kubilang, jaga sikapmu! Sekarang, jangan salahkan aku kalau aku harus memberimu pelajaran!"
Tak pernah terlintas dalam pikiran Nayla Zahira (17 tahun) bahwa dia akan menikah di usia belia, apalagi saat masih duduk di bangku SMA. Tapi apa daya, ketika sang kakek yang sedang terbaring sakit tiba-tiba memintanya menikah dengan pria pilihannya? Lelaki itu bernama Rayyan Alvaro Mahendra (25 tahun), seseorang yang sama sekali asing bagi Nayla. Yang lebih mengejutkan, Rayyan adalah guru baru di sekolahnya.
Lalu bagaimana kisah mereka akan berjalan? Mungkinkah perasaan itu tumbuh di antara mereka seiring waktu berjalan? Tak seorang pun tahu jawabannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Semoga Lo Gak Langsung Hamil
GLUK...
Nayla menelan saliva nya dengan susah. "Ma- maksud Kakak?" tanya Nayla gugup.
"Maksud aku terima cintaku Nayla. Kita jalani pernikahan ini bersama dan saling mencintai satu sama lain," jelas Rayyan, "kamu mau kan?"
"Hah..." Nayla bernapas lega di dalam hati.
Ia kira Rayyan ingin meminta sesuatu yang paling berharga di hidupnya ternyata tidak. Ya bagaimana ia tidak berpikir seperti itu? Kata-kata Rayyan barusan itu sangat ambigu.
"Kenapa?" tanya Rayyan saat melihat Nayla hanya diam.
Nayla menggelengkan kepalanya. "Gak apa-apa," jawab Nayla cepat.
Rayyan menatap wajah dan manik mata istri kecilnya dengan seksama. "Jangan bilang kamu memikirkan hal lain?" ucap Rayyan sambil tersenyum miring.
Wajah Nayla seketika bersemu merah saat Rayyan mengatakan itu. "A-apa! A-aku gak mikir yang aneh-aneh kok," jawab Nayla gelagapan.
"Bener?" tanya Rayyan sambil kembali mengikis jarak tubuhnya dengan tubuh Nayla.
"Be-bener!"
Rayyan tersenyum miring. la mengulurkan tangannya kembali dan menyelipkan beberapa anak rambut Nayla ke belakang telinga, lalu turun ke leher dan turun ke lengan Nayla membuat bulu kuduk Nayla meremang.
GLUK...
Nayla kembali menelan saliva nya dengan susah. Namun, ia langsung mendorong tubuh Rayyan agar menjauh darinya saat ponselnya berdering.
"Ya hallo?" sapa Nayla pada seseorang yang ada di seberang telepon.
Sementara Rayyan, ia terkekeh kecil saat tidak bisa menggoda Nayla lebih lama lagi. Namun, ia sedikit bersyukur dengan sering ponsel itu, karena mungkin saja jika tidak ada dering ponsel itu Rayyan yang niatnya hanya ingin menggoda istri kecilnya itu akan kebablasan.
"Gue gak apa-apa kok. Kalian lagi ngapain? Kok bisa telepon? Emang pelajarannya kosong?" tanya Nayla pada kedua sahabatnya. Ya, yang menelepon tadi adalah Tania dan Alika.
"Lagi kosong Nay. Pak Arka gak masuk," jawab Tania.
"Pak Arka gak masuk? Kenapa?" tanya Nayla.
"Istrinya masuk rumah sakit," sahut Alika.
"Istri Pak Arka sakit?" tanya Nayla lagi.
"Gak, istri Pak Arka gak sakit. Dia ke rumah sakit karena mau lahiran," jawab Alika.
Nayla mengangguk. "Eh Nay lo tau gak tadi itu Pak Rayyan nanyain lo sama kita loh," ucap Tania menceritakan.
Nayla menoleh pada Rayyan yang tengah menatap ke depan. Namun, ia segera memalingkan wajahnya saat Rayyan menoleh padanya.
"Terus?"
"Dia keliatan khawatir banget sama lo. Tapi tenang aja kita gak bilang lo di mana sama Pak Rayyan kok," ucap Tania.
"Emang gak bilang lo di mana, tapi Tania bilang alasan kenapa lo pergi dan gak pulang" tambah Alika yang membuat kedua mata Nayla melebar seketika dan menoleh pada Rayyan.
Kedua mata Nayla semakin melebar saat ia tanpa sengaja malah mencium bibit Rayyan. Karena saat ia menoleh ke arah Rayyan, ternyata Rayyan sedang menatap ke arahnya dengan jarak yang sangat dekat.
Rayyan yang mendapat ciuman tidak sengaja dari Nayla tidak menyia-nyiakan hal itu. la langsung menahan tengkuk Nayla, mencium dan menyesap bibir Nayla dengan lembut.
"Nay lo masih di sana kan?" Suara Tania terdengar di telinga Nayla dan membuatnya secara spontan mendorong Rayyan.
Nayla menelan saliva nya lagi tetapi kali ini dengan cepat. la mencoba menetralkan deru napas dan degup jantungnya sebelum menjawab pertanyaan Tania. Namun sayang, saat ia akan membuka suaranya untuk menjawab pertanyaan Tania, ponselnya sudah direbut lebih dulu oleh Rayyan.
"Kakak apa-apaan sih!" gerutu Nayla saat ponselnya sudah berpindah tangan di tangan dan di dekat telinga Rayyan.
Rayyan menatap Nayla dengan tajam, membuat Nayla diam seketika.
"Tania, Alika bisa tidak kalian sekolah dengan serius dan jangan ganggu Nayla dulu. Saya dan Nayla sedang bersama, kami membutuhkan waktu untuk menikmati waktu bersama setelah kemarin tidak bertemu," ucap Rayyan sambil tersenyum evil pada Nayla yang membuat Nayla melebarkan kedua matanya saat Rayyan mengatakan hal itu pada kedua sahabatnya itu. Ia takut kedua sahabatnya itu akan salah paham kepadanya.
"M-maaf Pak. Ka-kami tidak tau jika Bapak sedang bersama Nayla. Ka-kalau begitu kami tutup dulu teleponnya," ucap Alika gugup.
"Tapi sebelum ditutup, apa kami bisa bicara dengan Nayla sedikit Pak," ucap Tania.
Rayyan diam sesaat. "Boleh," jawabnya.
"Nia, Ka, kalian jangan sal..."
"Nay god job ya. Semoga lo gak langsung hamil," ucap Tania yang langsung terkekeh bersama Alika.
"Sialan kalian emang!"
"Nanti cerita-cerita sama kita kalau udah ya. See you.
Sambungan langsung berakhir, padahal Nayla masih ingin berbicara dengan kedua sahabatnya itu dan menjelaskannya. Namun sayang, Tania dan Alika sudah mematikan sambungan telepon mereka.
Nayla mendengkus. Ia lalu menoleh dan menatap Rayyan dengan tajam. "Kenapa Kakak bicara seperti itu sama mereka, sih!" ucap Nayla tidak terima.
"Kenapa? Bukannya benar, saya dan kamu membutuhkan waktu bersama hmm?" jawab Rayyan dengan santainya.
"Iya! Tapi kata-kata Kakak tadi ambigu banget tau!"
Rayyan tersenyum miring. "Itu salah kamu dan kedua sahabat kamu sendiri yang sudah memikirkan hal yang tidak-tidak."
Nayla mengepalkan kedua tangannya dengan sangat erat dan memukulkannya pada pahanya. Setelah itu, ia memalingkan wajahnya menghadap ke depan.
"Tapi Nay. Kalau kamu menginginkannya, aku akan melakukannya dengan senang hati," ucap Rayyan yang membuat Nayla kembali menatap ke arah suaminya lagi.
"Apaan sih! Dasar suami mesum!"
"Mesum sama istri itu ibadah Sayang," ucap Rayyan yang langsung membuat wajah Nayla memerah karena mendapat panggilan seperti itu dari Rayyan.
...*******...
"Mau makan dulu?" tanya Rayyan saat sedang mengemudikan mobilnya ke perumahan milik kakek Nayla.
Setelah Rayyan memanggilnya dengan sebutan 'sayang' Nayla hanya diam. Bahkan saat Rayyan mengajaknya untuk kembali ke rumah Rana dan Herman, Nayla hanya menjawab dengan anggukan saja. Nayla menggeleng.
"Kenapa? Bukannya kamu belum makan hmm?" ucap Rayyan lagi.
Nayla menghela napas kasar. "Gak usah kita langsung pulang aja. Takutnya Nenek nungguin aku," jawab Nayla dengan pandangan yang terus menatap keluar jendela.
Rayyan tersenyum saat akhirnya Nayla berbicara dengannya cukup panjang. "Kalau begitu, kita mampir ke toko kue dulu ya. Aku pengen beli kue buat Nenek," ucap Rayyan.
"Terserah Kakak aja," jawab Nayla.
Rayyan kemudian mengemudikan mobilnya menuju toko kue yang berada tidak jauh dari rumah nenek Nayla. Sampai beberapa menit kemudian, Rayyan dan Nayla sampai di toko kue itu. Rayyan membeli dua jenis kue dan membawanya ke rumah Rana.
"Kamu mau sesuatu gak?" tanya Rayyan ketika masuk ke dalam mobil.
Nayla menggeleng. "Jawab pertanyaan dariku Nayla. Kalau gak kamu langsung aku bawa pulang dan bukan ke rumah Nenek."
Mendengar ucapan Rayyan membuat Nayla seketika menatap Rayyan.
"Aku gak ingin apa-apa Kak. Aku ingin langsung pulang ke rumah nenek aja."
"Nah gitu dong kalau bicara gitu kan makin cantik," ucap Rayyan.
Setelah itu, Rayyan menancapkan mobilnya pergi dari toko kue menuju rumah nenek Nayla. Hingga beberapa saat kemudian, mobil Rayyan sudah sampai di halaman rumah Herman. Nayla yang hendak turun dari dalam mobil mengurungkan niatnya saat Rayyan menahan tangannya.
"Apa?" tanya Nayla dengan satu alis terangkat.
"Tunggu di sini, biar aku bukain pintunya," ucap Rayyan yang detik selanjutnya sudah keluar dari dalam mobil, berjalan memutar dan membukakan pintu untuk Nayla.
"Ayo," ajak Rayyan sambil mengulurkan tangannya pada Nayla.
Nayla menatap tangan Rayyan. la kemudian dengan ragu menerima uluran tangan suaminya itu. Tidak lupa Nayla mengambil kue yang dibeli Rayyan baru setelah itu mereka berdua berjalan ke arah teras bersama-sama.
"Assalamu'alaikum," ucap Nayla ketika masuk ke
dalam rumah.
"Wa'alaikumussalam," jawab seseorang yang sedang duduk di sofa ruang keluarga.
Nayla berjalan ke arah ruang keluarga dan mendekat pada neneknya yang sedang merajut. "Kamu sudah pulang, Nayla?" tanya Rana ketika mendengar langkah kaki seseorang yang mendekat.
Nayla tersenyum. "Iya Nek."
"Loh kok bisa bareng sama Rayyan?" tanya Rana pura-pura tidak tau jika Rayyan menyusul Nayla.
Sementara Rayyan, ia langsung menyalami Rana dengan takzim.
Nayla kembali tersenyum, tetapi kali ini senyum malu-malu. "Iya tadi ketemu sama Kak Rayyan di dekat resto Nek."
Rana mengangguk. "Oh gitu. Lah itu kamu bawa apa?" tanya Rana saat melihat paperbag di tangan Nayla.
Nayla menatap ke tangannya. "Ah ini? Ini tadi Kak Rayyan beli kue buat Nenek," jawab Nayla, "mau langsung aku potongin Nek?" lanjutnya menawarkan.
Rana menggeleng. "Gak usah, nanti Nenek minta Bi Ijah saja kalau Nenek sudah ingin. Lebih baik, kamu ajak suami kamu untuk istirahat saja. Pasti kalian capek kan?" ucap Rana sambil beralih menatap Rayyan.
"Gak juga kok Nek," jawab Rayyan. Karena ia memang tidak merasa capek, ia sekarang lebih merasa senang karena sudah bertemu dengan Nayla dan kelihatannya Nayla juga menerima statusnya yang sudah pernah menikah.
"Tetap saja kalian baru dari luar. Lebih baik sekarang kalian ke kamar, bersih-bersih dan istirahat," titah Rana.
Nayla mengembuskan napas panjang. Padahal niat hati, ia ingin berlama-lama dengan neneknya lebih dulu sebelum ke kamar. Pasalnya jantung Nayla masih berdegup dengan sangat kencang jika hanya berdua dengan Rayyan.
"Baik Nek," jawab Nayla lemas, "ayo Kak," ajaknya. Rayyan mengangguk.
"Kalau begitu kami ke kamar dulu Nek," pamit Rayyan sebelum mengikuti Nayla.
Rana menganggukkan kepalanya. Setelah itu, Rayyan dan Nayla berjalan menjauh dari Rana menuju kamar Nayla, meninggalkan Rana yang tengah menatap punggung cucu dan cucu menantunya dengan seksama.
Nayla membukakan pintu kamarnya untuk Rayyan. "Masuk Kak," ucap Nayla setelah membuka pintu kamarnya dengan lebar-lebar.
Dengan perasaan penasaran yang mendalam Rayyan berjalan masuk ke dalam kamar istri kecilnya. Matanya menyusuri kamar Nayla tetapi tatapannya langsung tertarik pada tatanan yang sangat rapi dan bersih dari kamar tersebut.
Warna dinding yang lembut, dengan tone pastel yang menenangkan, memberikan suasana yang hangat dan mengundang. Di sudut kamar, terdapat meja rias berlapis cat putih dengan cermin besar yang bersih berkilau. Dihiasi dengan bingkai kayu yang halus dan elegan.
Di seberang meja rias, terdapat tempat tidur yang berukuran besar dengan seprai berwarna biru muda yang sangat lembut dengan selimut tebal yang terlihat begitu menggoda. Mengundang siapa saja untuk beristirahat. Di samping tempat tidur, terdapat sebuah lampu tidur dengan kap lampu kain memberikan cahaya yang lembut, menciptakan aura yang tenang dan damai. Di sana juga terdapat lemari pakaian yang besar dengan pintu geser yang terbuat dari kayu berkualitas tinggi. Berdiri kokoh di salah satu sisi kamar, menampung berbagai pakaian dan aksesori milik Nayla.
Tidak hanya itu, di kamar Nayla juga terdapat beberapa pot-pot kecil yang berisi tanaman yang menambah keasrian di kamar Nayla.
"Maaf kalau kamarnya berantakan Kak," ucap Nayla saat tidak melihat reaksi apapun dari Rayyan saat masuk ke dalam kamarnya.
Rayyan menoleh ke arah Nayla yang tengah menatapnya juga. "Tidak, kamar kamu sangat rapi. Aku langsung betah di sini," ucap Rayyan sembari tersenyum.
Degup jantung Nayla semakin bertalu-talu melihat senyuman Rayyan. Padahal, selama satu bulan ini Nayla sudah sering melihat Rayyan tersenyum. Namun, entah kenapa senyuman Rayyan kali ini sangat berpengaruh pada dirinya.
Nayla langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. "Kakak mau langsung mandi? Biar aku ambilin handuknya," ucap Nayla yang langsung berjalan ke arah lemari pakaiannya dan mengambil handuk berukuran l meter kali 75 senti.
"Ini." Nayla mengulurkan handuk berwarna putih itu pada Rayyan. "Kakak bisa pakai handuk ini."
Rayyan menatap handuk yang ada di tangan Nayla. "Kakak tenang aja ini handuk baru kok, belum pernah aku pakai," ucap Nayla saat melihat Rayyan hanya diam tanpa terlihat ingin menerima handuk yang ia berikan.
Rayyan mengambil handuk di tangan Nayla. "Aku gak masalah dengan status handuk ini yang masih baru atau lama, bahkan aku akan tetap menerima handuk ini jika kamu habis memakainya."
Wajah Nayla sontak memerah. "Dasar mesum! Sudah sana sebaiknya Kakak mandi!" titah Nayla.
"Gimana kalau kita mandi berdua? Kita bisa menghemat waktu," usul Rayyan sambil menaik turunkan alisnya.
"Gak! Enak aja mandi bareng! Sudah sana masuk ke kamar mandi. Aku mau ngambil baju ganti buat Kakak." Nayla mendorong Rayyan untuk masuk ke dalam kamar mandi.
Nayla bernapas lega saat Rayyan sudah berada di dalam kamar mandi. Namun, jantungnya kembali berdetak tidak karuan saat mendengar suara pintu kamar yang berbunyi.
"Nayla! Ini Nenek Nduk," ucap Rana dari luar kamar Nayla.
Nayla mengusap wajahnya dan berjalan ke arah pintu. Ia lalu membuka pintu dan melihat neneknya yang tengah berdiri di sana dengan satu setel baju laki-laki di tangan neneknya itu.
"Ini baju ganti buat suami kamu," ucap Rana sambil menyerahkan satu set baju ganti pada Nayla.
"Ini baju siapa Nek?" tanya Nayla sambil menatap baju di tangannya.
"Ini baju milik Ayah kamu waktu masih muda." Nayla mengangguk.
"Terima kasih Nek," ucap Nayla.
"Ya sudah kamu juga ikut mandi aja. Biar nanti kalau Kakek sudah siap, kita langsung makan kue yang di bawa Rayyan."
Nayla menelan saliva nya. "Kamar mandinya kan lagi dipakai Kak Rayyan Nek."
"Ah iya Nenek lupa. Tapi kalau kamu mau, mandi bersama suami itu akan mendatangkan banyak pahala loh Nduk."
Nayla bergidik ngeri. "Lain kali aja deh Nek. Ngeri kalo harus mandi sama Kak Rayyan."
Rana terkekeh. "Ya sudah jangan lama-lama ya. Nenek ke bawah dulu, Kakek kamu baru pulang."
Nayla mengangguk. Setelah itu, ia menutup pintu kamarnya saat neneknya sudah berjalan pergi. la berbalik dan berjalan ke arah kamar mandi.
Tok... Tok... Tok...
Gemericik air dari dalam sana berhenti dan berganti dengan suara Rayyan. "Ada apa?"
"Ini baju gantinya. Mau aku taruh di atas tempat tidur atau gimana?" tanya Nayla sambil menatap baju di tangannya.
Ceklek...
Deg!
Jantung Nayla seakan melompat dari tempatnya saat tiba-tiba pintu kamar mandi dibuka oleh Rayyan dan tangannya tiba-tiba ditarik masuk ke dalam sana.