Ketika Pagi datang, Lucian Beasley akan pergi. Tetapi Malam hari, adalah miliknya. Lucian akan memelukmu karena Andralia Raelys miliknya. Akan tetapi hari itu, muncul dinding besar menjadi pembatas di antara mereka. Lucian sadar, tapi Dia tidak ingin Andralia melupakannya. Namun, takdir membencinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chichi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33: Penerimaan
Kedua telapak tangan Andralia yang terkepal, perlahan terbuka perlahan. Dia mengangkat lengannya dengan pelan. Menempelkan dan melingkarkan kedua lengannya pada pinggang Lucian. Dia membalas pelukan itu.
Di sana, kedua mata Lucian terbulat lebar. Dia sangat tidak menduga akan mendapatkan pelukan ini dari Andralia, tanpa harus memaksanya. Mata Lucian berbinar pelan, kemudian bibirnya berdenyut. Air matanya menetes tiba-tiba. Dia memeluk Andralia semakin dalam.
"Saya berjanji agar tidak mengulangi hal ini lagi. Saya berjanji untuk melihat Anda sebagai Andralia, Istri saya. Bukan sebagai Erundil ataupun keturunannya" ucap Lucian.
Wajah Andralia tenggelam pada dada Lucian yang tak berkain sehelaipun. Dia mengusap punggung Lucian dengan lembut, merasakan setiap lekukan otot punggungnya yang keras.
"Berhenti berkata formal padaku. Aku tidak menyukai itu" Andralia menempelkan keningnya pada dada Lucian.
Lucian masih tersenyum kecil. "Baik, aku sangat mencintamu" ucap Lucian sambil memegang kepalanya Andralia, kemudian mendonggakkannya dan mencium keningnya.
Andralia menatap wajah Lucian yang tersenyum dengan lebar. Bahkan, giginya tampak dengan jelas. "Lihatlah, betapa jeleknya wajah Istriku setelah menangis. Cup!" Lucian mencium mata kiri Andralia. Kemudian dia nyengir lagi.
"Mari sarapan dan ganti pakaianmu. Meski kamu cantik dengan pakaian ini, aku tidak menyukainya karena kamu terlalu memaksakan diri" ucap Lucian sambil merapikan rambut Andralia yang sedikit berantakan.
"Sekarang, aku mau mandi dulu. Jika terlalu lama, kamu bisa sarapan dulu" ucap Lucian menepuk pelan ubun-ubun Andralia.
"Uh, a... Aku akan menunggumu!" Andralia tiba-tiba tergagap.
Lucian tersenyum dengan lebar. Kini, wajah Lucian sungguh terlihat tampan di mata Andralia.
"Baiklah, duduk atau tidurlah dengan nyaman. Aku tidak akan lama" Lucian langsung berlari ke arah kamar mandinya.
Andralia menundukkan pandangannya. Dia menyentuh dadanya sendiri.
Degh!
Degh!
Dia berdebar. Dadanya juga terasa hangat. Dia merasa lebih tenang dari sebelumnya. "Aku akan baik-baik saja. Lucian ada untukku, dia satu-satunya yang akan melindungiku dan mencintaiku seperti Ayahku, bahkan lebih."
...♡♡♡...
Andralia dan Lucian kini sedang sarapan bersama. Kyle juga ada di sana. Sarapan bersama mereka dan Issac. Kyle merasakan suasana baru dari Andralia dan Lucian, Issac juga menyadari suasana diantara mereka.
"Jangan pilih-pilih makanan. Kenapa kau seperti anak kecil? Tidak malu dengan Issac!" Andralia memasukkan wortel yang sebelumnya Lucian pisahkan dari piringnya.
"Tapi sayang, aku tidak suka dengan rasa wortel saat terkena bumbu. Kalau jus, aku masih menyukainya" Lucian mengembalikan wortel itu ke piring lain.
Andralia mengambil wortel itu dengan sendoknya. "Buka mulutmu. Kau mau menolak meski aku yang menyuapinya?" tanya Andralia dengan keningnya yang berkerut.
Lucian meringis dan membuka mulutnya seperti anak kecil yang minta disuapi.
"Dasar bayi gede!" Andralia menyuapkannya pada Lucian.
Kyle yang melihat peristiwa itu, dia terkejut tidak main. Matanya terbuka lebar, begitu juga dengan mulutnya. Sekujur tubuh Kyle merinding. "Apa yang sudah terjadi dengan kalian berdua?" Tanya Kyle.
Lucian dan Andralia melihat ke arah Kyle bersamaan.
Issac hanya melihat mereka bergantian dan pelan-pelan memakan sarapannya.
"Kenapa?!" Andralia masih menunjukkan sisi ketusnya pada Kyle.
Lucian hanya bisa mengunyah makanannya dengan pelan, berusaha tidak merasakan rasa wortel di mulutnya.
Hari sungguh berlalu dengan cepat. Siang hari tiba tanpa terasa. Andralia meminum teh di ruangan kerja Ayahnya yang kini di tempati Lucian mengantikkan tugasnya.
Sejak tadi, Andralia memandangi Lucian yang terus fokus dengan lembaran-lembaran itu.
"Lucian,..." Andralia tiba-tiba memanggilnya. Itu membuat Lucian menoleh ke arahnya. Wajahnya tersenyum, berbeda saat di hadapan lembaran-lembaran itu, yang membuatnya berwajah serius.
"Ayah meminta untuk tidak terlalu lama menunda peresmianmu" ucap Andralia.
Lucian menoleh ke arah jam dinding. Masih jam 2 siang. Dia bangkit dari kursinya dan duduk di sofa yang sama dengan Andralia.
Lucian melipat kedua tangannya di atas pahanya. "Bagaimana sa- aku mengatakannya. Kamu sudah tau jika aku adalah Bangsa Iblis. Ku rasa, akan menjadi ide buruk jika-" Lucian menoleh pelan ke arah Andralia.
Bibir Lucian langsung terkatup rapat.
Andralia terlihat tidak menyukai ucapannya barusan.
"Uh, itu..." Mata Lucian mencari arah. Dia berusaha mencari alasan yang bagus untuk Andralia.
"Kamu sungguh percaya denganku, jika aku jadi pemimpin Kerajaan ini? Bagaimana jika aku mengkhianatimu?" tanya Lucian.
Andralia mengeleng tak percaya. "Apa kau ada rencana untuk mengkhianatiku?" tanyanya balik.
"Huah!! Bukan begitu sayang...." Lagi-lagi Lucian panik. Dia langsung duduk di bawah. Menempelkan kepala kanannya pada paha Andralia.
"Aku adalah Iblis dan kamu adalah pewaris tetes Matahari. Bagaimana jika hal yang tak diinginkan terjadi padamu dan aku?" tanya Lucian dengan nada lembut dan manjanya.
Andralia berpikir sejenak. Lucian tidak akan mengkhianatinya. Tapi, melihat Lucian seperti ini, membuat dia sedikit kesal. Andralia tiba-tiba melepas dasi pita di kera pakaiannya.
"Kalau begitu, tandai aku" Andralia tau jika Iblis telah menandai pasangannya, sama seperti memberikan jantung dan kehidupannya. Iblis tidak akan bisa jauh dari pasangan yang telah dia tandai.
DUAGH!
Ucapan Andralia sungguh menghantam telinganya. Lucian tersentak, terkejut. Tengkuknya menghantam meja tempat teko teh dan cemilan Andralia.
Lucian menjauh ke Andralia, melangkah ke samping, lalu mundur dua langkah.
"Apa yang barusan ku dengar?" Wajah Lucian merah padam.
Andralia terlihat membuka kancing terbatasnya. "Tandai aku sebagai pasanganmu" ucapnya.
Lucian menjerit dalam batin dan menutup kedua telinganya dengan rapat. "Tidak! Ini hanya mimpi! Ini hanya mimpi. Lucian! Ayo bangun!" Lucian menepuk-nepuk pipinya seakan tak percaya dengan apa yang dia dengar.
Dia kembali menoleh ke arah Andralia. Dua kancing lainnya terbuka. Belahan dada Andralia terlihat.
"HUAH! APA YANG MAU DILAKUKAN DI SINI!!!" Lucian langsung berlari ke arah Andralia dan menutupi kembali dua kancing Andralia yang terbuka tadi.
Andralia merasa heran. "Bukankah, kau memang menginginkan hal ini dariku? Kenapa kau menolaknya sekarang?" Tanya Andralia.
Lucian meringis, melihat ke arah lain. "Aa... hahahaha... aku tidak siap secara mental dan pikiran" jawab kaku Lucian.
Lucian takut kebablasan.
Andralia menepuk tangan Lucian untuk menyingkir dari pakaiannya.
"Bukankah kau khawatir jika akan mengkhianatiku? Lagipula, aku bukan pihak yang dirugikan dari penandaan ini"
Pihak yang ditandai bukanlah pihak yang dirugikan. Mereka masih bisa mencari pasangan lain meski telah ditandai Iblis. Hanya saja, Iblis yang menandainya tidak akan bisa hidup sendirian tanpa pasangannya.
Bibir Lucian manyun, dia bahkan mendengus.
"Iblis yang telah menandai pasangannya memang tidak bisa hidup tanpa pasangannya. Namun, bagaimana jika aku menjadi protektif padamu? Bagaimana jika aku mengikatmu supaya tidak ada orang yang melihatmu?"
Andralia menatap ngeri ke arah Lucian.
"Kau mau menyiksaku?" tanya Andralia sambil memukul lengan Lucian.
"Aduh!"
"Tidak begitu sayang,... Aku takut seperti si gila Zavyerol" Lucian menahan pukulan Andralia dengan telapak tangannya.
"Zavyerol?" tanya Andralia.
"Iya. Dia adalah pihak yang ditandai paksa oleh Istrinya. Meski Zavyerol bukanlah Iblis murni, tapi Iblis tetaplah Iblis. Dia yang ditandai dan dia yang ah! Sudahlah... Aku tidak mau membahasnya" ucap Lucian mengacak-acak rambutnya.
Andralia menahan lengan Lucian. "Ceritakan padaku, atau aku yang mencari taunya sendiri" Lucian dipelototi Andralia. Bahkan, lengannya dicubit sampai memerah.
"Sayang,... ini termasuk KDRT dan pemaksaan..." air mata Lucian sudah sampai di ujung matanya.