Di Benua Sembilan Langit, kekuatan adalah hukum.
Lin Feng, anak sekte kecil yang dicap sampah karena "Nadi Spiritual Tersegel", terlempar ke jurang hinaan. Namun, di balik kelemahan itu tersembunyi rahasia besar: Physique Naga Void — warisan kuno yang mampu menelan segala Qi dan menembus batas langit.
Dari dunia fana yang penuh intrik sekte, hingga perang antar klan surgawi, perjalanan Lin Feng adalah pertaruhan hidup dan mati.
Balas budi sepuluh kali lipat. Balas dendam seratus kali lipat.
Di setiap langkah, ia akan melawan langit, menantang takdir, dan membuka jalan menuju kekosongan.
Saat naga terbangun, siapakah yang mampu menghalangi jalannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alhenamebsuta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sampah Sekte Bambu Hitam
BUAGH!
Tinju yang diselimuti lapisan tipis Qi menghantam perut Lin Feng tanpa ampun. Tubuh kurus pemuda itu terhempas ke belakang, membentur dinding bambu Aula Kultivasi dengan suara berderak. Rasa mual langsung memenuhi kerongkongannya sebelum segumpal darah segar menyembur keluar, menodai jubah hitam usang yang sudah penuh tambalan.
“Heh, sampah tetaplah sampah.” Chen Wei, pemuda berusia tujuh belas tahun dengan tubuh tegap dan aura Pemurnian Tubuh tingkat lima, menyeringai sambil meludah ke tanah. Di belakangnya, empat murid senior lain ikut tertawa terbahak-bahak, seolah menyaksikan hiburan murahan.
Lin Feng meraba dinding, berusaha menopang dirinya agar bisa berdiri. Lututnya bergetar, nafasnya berat seperti orang yang kehabisan udara. Meski wajahnya pucat, sepasang mata hitam kelamnya masih menyalakan api kecil kebencian saat menatap Chen Wei—kakak angkat yang dulu begitu ia hormati.
“Ka… kenapa…?” Suara Lin Feng parau, patah-patah, darah masih mengalir dari sudut bibirnya.
“Kenapa, kau tanya?” Chen Wei mendengus, melangkah maju dengan tatapan penuh penghinaan. Tangannya mencengkeram kerah Lin Feng, mengangkat tubuh rapuh itu dengan satu tangan saja. “Karena kau memalukan! Lima belas tahun hidup, sepuluh tahun berlatih, dan hasilnya apa? Masih terjebak di Pemurnian Tubuh tingkat satu! Bahkan anak berusia delapan tahun lebih kuat darimu!”
DUAK!
Tanpa peringatan, lutut Chen Wei menghantam perut Lin Feng sekali lagi. Kali ini, tubuh Lin Feng merosot lemas seperti boneka rusak, bahkan suaranya tercekat sebelum bisa berteriak.
“Hari ini adalah seleksi murid inti,” lanjut Chen Wei dingin, melempar Lin Feng ke tanah seolah membuang seonggok sampah. “Dan kau, yang bahkan tidak bisa mengalahkan kelinci liar, berani-beraninya protes karena tidak diizinkan ikut? Hahaha… benar-benar tidak tahu malu.”
Tawa merendahkan murid-murid lain kembali menggema di Aula, bercampur dengan rasa sakit dan hina yang menekan dada Lin Feng.
Pandangan Lin Feng semakin buram, namun ingatannya justru menembus jauh, kembali ke lima belas tahun silam.
Malam itu, hujan deras mengguyur Sekte Bambu Hitam. Di depan gerbang, seorang bayi terbaring, menangis pilu. Tubuh mungilnya hanya terlindung kain sutra hitam berkualitas tinggi, sementara di lehernya tergantung sebuah liontin naga hitam yang tampak kuno.
“Anak malang…” gumam Kepala Sekte Liu Qingshan sambil mengangkat bayi itu dengan hati-hati. “Siapa yang tega meninggalkanmu di malam sedingin ini?”
Tak ada jejak lain, hanya liontin itu dan selembar kertas dengan nama “Lin Feng” tertulis menggunakan tinta emas.
Sejak saat itu, Liu Qingshan mengambil keputusan: bayi itu akan dibesarkan sebagai murid sekte. Waktu pun berjalan. Lin Feng tumbuh menjadi anak yang cerdas dan rajin. Pada usia lima tahun, ia sudah mampu membaca kitab-kitab kultivasi dasar. Semua orang yakin, bocah itu adalah harapan masa depan sekte.
Namun, harapan itu runtuh di hari tes bakat pertamanya.
“Tidak mungkin!” seru Elder Zhang, wajahnya penuh keterkejutan. “Nadi spiritual anak ini… tersegel!”
Liu Qingshan tertegun. “Tersegel?”
“Dan bukan segel biasa,” lanjut Elder Zhang dengan suara berat. “Segel ini amat tinggi, mungkin setara dengan seorang Kaisar Spiritual. Dengan segel seperti ini… dia tidak akan pernah melampaui tahap Pemurnian Tubuh tingkat pertama.”
Sejak hari itu, langit seakan runtuh bagi Lin Feng. Dari seorang jenius yang dielu-elukan, ia berubah menjadi aib sekte. Dari ‘harapan masa depan’ menjadi ‘sampah yang menghabiskan sumber daya’.
Bahkan Chen Wei—teman yang dulu berdiri di sisinya, membelanya dari ejekan—perlahan berubah. Tekanan dari murid lain, rasa iri, dan kekecewaan melihat Lin Feng tetap lemah, membuat Chen Wei berbalik arah. Dari sahabat, dia menjelma pemimpin para pembully.
“Lihat dia,” Zhang Hu menendang tubuh Lin Feng yang terkapar di tanah berlumpur. “Masih hidup rupanya. Tahan banting juga, untuk sampah.”
Li Ming terkekeh. “Dia memang punya satu keahlian—menyedot sumber daya sekte sambil tetap bernapas.”
Wang Bo mendengus jijik. “Sepuluh tahun pil dan ramuan terbuang percuma. Kalau semua itu diberikan pada murid berbakat, sudah lahir sepuluh jenius baru!”
Chen Wei berjongkok, menatap wajah Lin Feng yang pucat. “Kau tahu, Lin Feng? Kepala Sekte hanya terlalu lembek. Kalau bukan karena dia yang memungutmu dulu, kau sudah lama diusir.”
Zhang Hu menyeringai. “Lagipula, tahun depan Kepala Sekte pensiun. Elder baru tak akan sebaik hati itu.”
Lin Feng mengepalkan tanah basah, kuku-kukunya berdarah. “Aku… aku tidak pernah… minta dilahirkan seperti ini…”
“Oh, dia bicara!” Li Ming tertawa keras. “Sampah ini bahkan menyalahkan takdir!”
Chen Wei berdiri. Sorot matanya dingin. “Takdir? Takdir hanya milik yang kuat. Yang lemah tidak layak menyebut kata itu.”
BRUK!
Pedang kayu Chen Wei menghujam tanah, hanya sejengkal dari telinga Lin Feng.
“Dengar baik-baik, sampah. Besok pagi kau akan umumkan keluar dari sekte. Katakan kau sadar diri. Katakan kau tak mau jadi beban lagi.”
Lin Feng menggigil. “Ti… tidak…”
Chen Wei menekuk bibirnya, kejam. “Tidak? Kalau begitu, mungkin besok ada murid yang ‘tergelincir’ dari tebing. Atau salah minum ramuan. Kau paham maksudku?”
Para murid senior itu akhirnya pergi, meninggalkan Lin Feng terkapar di tanah berlumpur. Hujan kembali turun, membasuh darah di wajahnya, namun tak sanggup menyapu perih di hatinya.
"Kenapa..." Lin Feng berbisik pada langit kelabu. "Kenapa aku harus lahir hanya untuk menderita seperti ini?"
Dia mencoba bangkit, tapi tubuhnya terlalu lemah. Dalam usahanya yang sia-sia, liontin naga hitam yang selalu tersembunyi di balik jubahnya terlepas, jatuh ke genangan darah.
Setetes darah dari dahinya menetes tepat ke mata naga pada liontin itu.
Sekejap, liontin bergetar. Cahaya ungu kehitaman yang redup berdenyut keluar darinya—pelan, seperti jantung purba yang baru kembali berdetak.
Lin Feng tak menyadarinya. Kesadarannya sudah kabur, hanya tersisa rasa hangat asing yang menjalar dari dadanya.
"Apa... ini...?"
Kegelapan menelan dirinya.
Namun di balik kegelapan itu, sesuatu yang tertidur lima belas tahun akhirnya bangkit. Sesuatu yang menunggu saat ini.
Liontin naga hitam kembali berdenyut, kali ini lebih terang.
Seolah berbisik:
"Waktunya telah tiba, Pewaris Naga Kekosongan..."